Total Pageviews

Translate

Tuesday, December 17, 2024

Beijing At Last

I had been visiting China since 2009 and in the past 15 years, I had gone to many cities such as Nanning, Guangzhou, Hangzhou, Nanjing, Xi'An and many more. But Beijing was glaringly missing from the list. The truth is, the trip to Beijing was supposed to happen back in 2015 as part of the China-Mongolia adventure. However, the plan was immediately scrapped when I heard of Paul McCartney's return to Japan after his failed concerts a year before. 

The route from Beijing to Ulaanbaatar via Inner Mongolia was not mentioned again until the night Eday and I waited for our flight to depart from Phuket earlier this year. From the look of it, it wasn't going to materialize next year, though. It was safe to say that I didn't have a solid plan to Beijing so far, hence imagine my surprise when a plan was made for me instead.

I was never a fan of business trip and winter, but it was just my luck that both came together at the same time, haha. So off we went on the day John Lennon was shot 44 years ago. Call me superstitious, but I did find it unsettling to fly on that day! When we landed in Beijing, I volunteered to travel to the city with my Thai colleague Kun Bank as the car that picked us up was meant for four passengers only. I got to be sneaky, of course, so we took the metro instead!

One night in Beijing!

When we stepped out of the station, the sky had turned dark. It was my first experience of Beijing's winter. I remembered the snowy Gala Yuzawa, but it was nowhere as cold as the -2° Celcius windy night in Beijing! After check-in, we walked a bit to have dinner at Rhapsody. Our host Yinxue ordered the Peking Duck, my first in many years, and it was definitely better than ones I had before. The skin melted in my mouth, making the one I had at Gold Mine in London felt like a joke. 

Since business trip was about work, the next three days were filled exactly with that. Professionalism and hospitality of our Chinese counterpart were impeccable, but came the night and I experienced the culture of Beijing: the brilliant Chinese cuisines as well as the legendary drinking that I heard many times before. 

From left: baijiu, beer, huangjiu.

The first time I had baijiu, I was surprised by how tiny the glass was that I spontaneously made a remark about it. Only when it was poured for me that I realized why the locals used such a small glass to drink it. Baijiu was so potent because it contained 52% alcohol! That, together with the drinking etiquette, could get you high real quick!

Another one worth mentioning is huangjiu that looks like tea and has an acquired taste. The one I drank was seasoned with sliced ginger. Before it was served, it was heated up beforehand. Alcohol level was about 15%. Easier to drink than baijiu, I'd say. 

In front of Tiananmen with Edward, Fulton and Tay Hwee.

The last day we were there, we had a glimpse of Tiananmen and the Forbidden City. It was quite rush, but our host Zhao Yang did his best to provide the info as we walked through the historical site. One interesting fact was how a concubine was selected to accompany the emperor for the night. It was like drawing lots and the name that came out would have the honour to sleep with the emperor. 

After lunch and another round of the fearsome baijiu, we headed to the airport. While I managed to send a postcard and sample the KFC, the whole trip didn't feel right. I definitely need to do a proper visit to Beijing one day. And may be short visit to Tianjin, too, for a Hard Rock t-shirt. It's a wishlist that didn't happen this time...



Akhirnya Ke Beijing Juga

Saya sudah mengunjungi Cina dari sejak tahun 2009 dan selama 15 tahun terakhir, saya telah pergi ke cukup banyak kota seperti Nanning, Guangzhou, Hangzhou, Nanjing, Xi'An dan masih banyak lagi. Tapi Beijing tak ada dalam daftar kota yang telah dikunjungi. Sebenarnya liburan ke Beijing pernah dicanangkan di tahun 2015 sebagai bagian dari petualangan Cina-Mongolia. Namun rencana tersebut langsung bubar begitu saya mendengar bahwa Paul McCartney akan kembali ke Jepang setelah konser yang batal setahun sebelumnya.

Rute dari Beijing ke Ulanbator lewat provinsi Mongolia Dalam pun tak pernah disebut lagi hingga suatu malam di awal tahun ini, ketika saya dan Eday bercakap-cakap saat menantikan keberangkatan pesawat dari Phuket ke Singapura. Kendati begitu, tampaknya rute ini takkan terwujudkan tahun depan. Bisa dikatakan sejauh ini saya tidak memiliki rencana yang matang untuk Beijing, maka bayangkan betapa terkejutnya saya ketika semuanya justru direncanakan untuk saya.

Saya tidak pernah menggemari perjalanan bisnis dan musim dingin, tapi siapa sangka dua-duanya terjadi pada saat yang bersamaan? Haha. Jadi saya pun berangkat di hari John Lennon ditembak 44 tahun silam. Anda boleh anggap saya percaya takhayul, namun saya merasa tidak nyaman selama penerbangan. Ketika kita mendarat, secara sukarela saya menawarkan diri untuk menuju kota bersama rekan Thai saya yang dipanggil Kun Bank karena mobil yang hendak kita tumpangi hanya bisa membawa empat penumpang. Namun tentu saja saya tidak benar-benar patuh dan iseng menjajal metro dari bandara ke kota. 

Suatu malam di Beijing.

Tatkala kita melangkah keluar dari stasiun, langit sudah terlihat gelap. Dan angin pun berhembus, membuat saya teringat dengan Gala Yuzawa yang bersalju, tapi tidak sedingin malam bertemperatur -2° Celcius di Beijing! Setelah check-in, kita berjalan ke restoran Rhapsody. Tuan rumah kita, Yinxue, memesan Bebek Peking. Ini adalah Bebek Peking saya yang pertama setelah bertahun-tahun lamanya dan sungguh lebih lezat daripada apa yang pernah saya cicip sebelumnya. Kulit bebeknya bagaikan meleleh sebelum saya kunyah, begitu lezatnya sehingga apa yang saya makan di restoran Gold Mine di London terasa seperti lelucon.

Karena perjalanan bisnis adalah tentang kerjaan, maka tiga hari berikutnya diisi dengan banyak pertemuan dan diskusi. Profesionalisme dan keramahan rekan-rekan Cina sangat mengagumkan, namun tibalah malam dan say pun mengalami budaya Beijing yang telah saya dengar: aneka makanan Cina yang diselingi alkohol. 

Dari kiri: baijiu, bir, huangjiu.

Saat saya melihat baijiu untuk pertama kalinya, saya heran dengan kecilnya gelas arak, sampai-sampai saya spontan berkomentar. Baru setelah arak dituangkan, saya mengerti kenapa orang lokal menggunakan gelas kecil untuk menenggak minuman keras ini. Baijiu memiliki kandungan alkohol setinggi 52%! Hal ini, ditambah lagi dengan etiket minum di Beijing, bisa membuat anda cepat mabuk! 

Satu lagi yang juga layak disebutkan adalah huangjiu yang terlihat seperti teh dan memiliki rasa yang khas. Huangjiu yang saya minum sudah direndam dengan irisan jahe dan dipanaskan sebelum disajikan. Kandungan alkoholnya sekitar 15%. Lebih gampang diminum daripada baijiu, saya rasa.

Di depan Tiananmen bersama Edward, Fulton dan Tay Hwee.

Di hari terakhir saya di Beijing, saya berkesempatan untuk mampir ke Tiananmen dan Istana Terlarang. Waktu kita tidak banyak, tapi kolega kita Zhao Yang sigap memberikan informasi selagi kita melihat-lihat. Satu hal menarik adalah kisah tentang bagaimana selir dipilih untuk menemani kaisar tidur. Jadi sistemnya seperti cabut undi dan yang beruntung akan mendapatkan kehormatan untuk tidur dengan kaisar. 

Setelah makan siang dan satu ronde baijiu lagi, kita akhirnya berangkat ke bandara. Meski saya sempat mengirim kartu pos dan mencicipi KFC, perjalanan ini terasa tidak sedap. Saya harus berlibur ke Beijing lagi suatu hari nanti. Dan mungkin juga singgah ke Tianjin untuk membeli kaos Hard Rock. Ini adalah impian yang belum terwujudkan kali ini...

No comments:

Post a Comment