Total Pageviews

Translate

Wednesday, September 26, 2018

The Artist

When we see someone riding high, sometimes it's easy for us to neglect what they had gone through before they are at the top of their game. We admire the success and conveniently forget about their hard work to get there. To put things in perspective, that someone is my friend Eday Ng, a great man with seemingly endless talents. You might have seen him, you might have read about him, but I was there long before today. This is why I find the story worth telling. Here's a little known insight, told here for the first time ever.

Eday and I had known each other since we were secondary school students, but we became close friends only much later on, when we went to the same class again in high school. Throughout the years, his reputation preceded him. I always heard that he was good in art, but I saw none of that, though. In those days, we were more of partners in crime. I was Robin to his Batman and we did all those pranks, outrageous even by today's standard. But no, I won't tell you more about this, haha.

Eday was good in calligraphy then, but he's better than ever now!

My first recollection of Eday as an artist was the day he showed us his calligraphy skill. He would impress the girls by writing their names in Old English, the artistic font that was often found on certificates back then. When I asked him to teach me, he showed me how to do it and what should be used for best result. The brand of the pen that he used at that time was Pilot Hi-Tec-C and it would cost us students a fortune! Looking back, he'd been endorsing good products since then, perhaps before any of us knew what the word endorsement actually meant.

Eventually, under his tutelage, I could do the same thing, too. But when I saw our results, I could tell that they were worlds apart. His art was gracefully done whereas mine was stiff as I struggled to get it right. That's the thing with art. It comes naturally for the gifted ones. That's when I realised he was on a different league altogether. But still we had a chance to collaborate. We worked on our contribution for the so-called yearbook that was published to commemorate our high graduation. I did the writing, something that I was more comfortable with, and Eday did the illustration. The result was heavily censored because a certain creativity simply couldn't be appreciated, haha.

We went our separate ways after graduation and crossed paths from time to time. He already lived in Hong Kong when I went there in 2005 (didn't meet him, though, as he was on business trip to Guangzhou). By the way, do remember that this was back when Yahoo Messenger was something that you installed on your computer so, being guys, we didn't really spend time sitting in front of computer to chat or write email to each other. But I did hear about him and got a vague idea about what he did for living. I remember thinking he would do well because he was good in art.

Eday's bio on his gunpla profile. 

It was only after the dawn of Facebook and WhatsApp that I came to realise how good he was. He did extremely well in his work and more! I mean, he was the world champion of Gunpla Builders World Cup 2012! Can you even begin to fathom how significant this was? We are talking about the guy from a small town called Pontianak and the same person that sat next to me when we were in high school. I never had the slightest idea that one day I would be able to say, "hey, do you know that World Champion is my friend and his current gunpla work is being displayed at Gundam Base Tokyo in Japan?" Eday had come a long way and he definitely made us proud! I remember when we gathered and had a lunch last year in Jakarta. A son of our friend was staring at Eday in disbelief. That boy must be having a hard time in processing the fact that his idol is his father's friend, haha.

And the beauty of his story is, it doesn't just end there. It gets better instead. I had the privilege of helping him out with his latest work recently. It was through this opportunity that I learnt how visionary the man was. He saw things differently and his artistic side enabled him to do so. That explains how the one-off occasion of refining his window grill ended up becoming a lifelong interest in interior design. To make it even better, he sure knew how to express his passion through his work: he understood the importance of aesthetic; he paid attention to little things that were so ordinary, things that we might have taken for granted; and he knew when to draw from his childhood experience and recreate the memory.

The result was something astounding called Wood Soul (you can get your copy here: https://www.ver-ed.com/product-page/book-wood-soul). It's a book that offers us a glimpse of his unique vision and how he looks at the world. Very inspiring and revolutionary, really. To think that it took me years to finally understand just the surface of his talents, there's no telling to what extent he's going to surprise us with all his might. Just imagine...

Wood Soul - available now!



Sang Seniman

Ketika kita membaca tentang seseorang yang sedang berada di posisi puncak, ada kalanya perjuangan mereka dari awal hingga menjadi yang terbaik terabaikan oleh kita. Kita sering kali mengagumi sukses seseorang, namun lupa begitu saja dalam mencari tahu tentang kisah kerja keras mereka. Sehubungan dengan topik ini, seseorang yang saya maksudkan di sini adalah teman saya Eday Ng, seorang pria yang berlimpah bakatnya. Anda mungkin pernah mendengar atau membaca tentang Eday, tapi saya kenal langsung dan melewati berbagai hal bersamanya jauh sebelum hari ini tiba. Kisahnya menarik untuk diceritakan. Berikut ini adalah cerita tentang Eday yang hanya bisa ditulis oleh seorang teman. 

Eday dan saya berteman sejak SMP, namun baru menjadi karib sejak SMU. Reputasinya sebagai seorang yang berbakat seni senantiasa saya dengar, tapi saya hampir tidak pernah melihatnya secara langsung. Di masa itu, pertemanan kita lebih condong ke arah aktivitas yang iseng. Kita sering berulah dan membuat lelucon yang tergolong berlebihan, bahkan untuk standar zaman sekarang. Tapi tidak, kita tidak akan membahasnya di sini, haha.

Eday saat diwawancarai. 

Kenangan pertama saya tentang Eday sebagai seorang seniman adalah hari dimana dia menunjukkan keahliannya dalam bidang kaligrafi. Saat itu dia membuat teman-teman wanita terkesan dengan kemampuannya dalam menulis nama mereka dengan huruf Old English (ini adalah huruf-huruf artistik yang lazim ditemukan dalam nama seseorang di sertifikat). Ketika saya memintanya untuk mengajar saya, dia dengan senang hati memberikan contoh dan menunjukkan pena khusus yang dipakainya. Pena itu adalah Pilot Hi-Tech-C, sebuah merk yang cukup mahal untuk ukuran murid sekolah biasa yang pas-pasan uang sakunya seperti saya! Kalau saya kenang kembali, Eday sudah dari dulu memberikan pengabsahan untuk produk-produk berkualitas yang dipakainya jauh sebelum kita paham apa arti dari kata endorsement itu sebenarnya. 

Singkat cerita, di bawah bimbingannya, saya pun menguasai seni kaligrafi ini. Kendati begitu, begitu saya membandingkan karya kita berdua, saya bisa merasakan bahwa karya Eday lebih luwes dan elegan, sedangkan karya saya cenderung kaku. Karya seni tidaklah berbohong. Apa yang merupakan hobi baginya terasa bagaikan pekerjaan bagi saya, sehingga dengan bakatnya, hasil karyanya pun terlihat alami. Saat itulah saya sadar bahwa dalam hal ini, kemampuannya berada jauh di atas rata-rata. Meskipun demikian, kita masih berkesempatan untuk bekerja sama. Kontribusi kita berdua dimuat dalam buku kenangan yang diterbitkan saat perpisahan SMU. Di kala itu saya menulis dan Eday mengerjakan ilustrasinya. Dan hasilnya pun disensor habis-habisan karena kreativitas tertentu dianggap tidak cocok untuk lingkungan sekolah yang akademis dan berakhlak, haha.

Eday dan Gundam yang dirakitnya.

Setelah lulus, kita berpisah jalan dalam upaya menggapai masa depan masing-masing. Kita berjumpa sesekali waktu saat liburan kuliah, kemudian baru bertemu lagi setelah saya pindah ke Singapura. Saat saya berkunjung ke Hong Kong di tahun 2005, Eday sudah menetap di sana, namun kita tidak sempat bertemu karena dia sedang berada di Guangzhou dalam rangka bisnis. Oh ya, perlu diingat bahwa awal tahun 2000an adalah era dimana Yahoo Messenger adalah aplikasi yang masih anda instalasi di komputer, jadi tentu saja kita tidak duduk di depan komputer dan berkomunikasi setiap hari. Kendati begitu, saya selalu mendengar kabar tentang Eday dari waktu ke waktu. Sedikit-banyak saya tahu apa profesinya. Saya ingat bahwa saat itu saya berpikir kalau dia akan sukses dalam karirnya karena bakatnya di bidang seni. 

Setelah Facebook dan Whatsapp muncul, barulah saya sadari betapa suksesnya Eday. Dia bukan saja melonjak karirnya, tapi juga berhasil dalam hal-hal yang berkaitan dengan hobi dan kreativitas. Sebagai contoh, dia adalah juara dunia dalam merakit Gundam di tahun 2012! Anda bisa bayangkan betapa besar arti dari keberhasilannya itu? Jangan lupa bahwa dia adalah pria yang berasal dari Pontianak, sebuah kota kecil yang jarang dikenal orang. Lebih dari itu, dia adalah teman yang duduk di sebelah saya di masa SMU. Seumur-umur saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari saya akan bisa berkata, "hei, anda tahu kalau juara dunia ini adalah teman saya dan karya gunpla terbarunya sekarang dipajang di Museum Gundam di Tokyo?" Eday sudah melewati banyak hal dan kesuksesannya yang mendunia sungguh membuat semua yang mengenalnya turut merasa bangga. Saya ingat ketika kita berkumpul dan makan siang di Jakarta tahun lalu. Anak dari seorang teman kita memandang Eday dengan tatapan sulit untuk percaya. Bocah ini pasti serasa bermimpi karena idolanya adalah teman ayahnya, haha.

Eday di tengah teman-teman dan anak remaja yang mengaguminya. 

Dan indahnya cerita Eday ini adalah fakta bahwa menjadi juara dunia bukan berarti akhir dari cerita. Baru-baru ini saya mendapatkan kehormatan untuk membantunya dalam mengerjakan karya terbarunya. Lewat kesempatan ini, saya menyadari bahwa visinya dalam seni adalah teramat sangat unik. Dia melihat sesuatu dalam sudut pandang yang berbeda, sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang berjiwa seni. Ini alasannya kenapa upayanya dalam memperindah jeruji jendela apartemen akhirnya menjadi aktivitas rutin dalam merancang tata ruang. Lewat kegiatan ini, Eday menyalurkan visi yang ada di benaknya. Dia mengerti pentingnya estetika dalam tata ruang. Hal-hal kecil yang kita anggap biasa pun tidak luput dari perhatiannya. Selain itu, dia juga tahu kapan harus bercermin pada pengalaman masa lalunya di Indonesia dan menciptakannya kembali di saat ia mendekorasi rumahnya.  

Hasil dari hobi yang ditekuninya ini adalah sebuah koleksi yang menakjubkan dan diberi nama Wood Soul (anda bisa pesan di sini: https://www.ver-ed.com/product-page/book-wood-soul). Buku ini memberikan gambaran tentang visinya yang unik dan sangat memberikan inspirasi! Saat saya membacanya, saya jadi tersenyum sendiri. Puluhan tahun kita berteman, namun baru di saat itulah saya mengerti kenapa dia begitu berbakat dan istimewa. Yang lebih mencengangkan lagi, saya yakin apa yang saya pahami itu hanyalah sedikit dari potensi seorang Eday. Dengan talentanya, dia akan berkiprah lebih jauh lagi dan membuat kita terpana dengan karya-karya berikutnya. Nantikan saja tanggal mainnya!

Kata pengantar dari buku Wood Soul.

No comments:

Post a Comment