Total Pageviews

Translate

Sunday, June 21, 2020

A Taste Boutique

This story began with Wiwi, a fellow high school friend that I got to know since WhatsApp era. Out of the blue, she suddenly asked, if she interviewed a baker, could I write the story? I was stunned when I saw the request. Roadblog101 had been around since 2017, why would she ask now? Was she inspired by the slogan Malaysia Boleh? But, hey, since Roadblog101 had a motto, "because we, the commoners, have stories to tell," I was more than happy to oblige.

Wiwi then sent me the result. It turned out that our interviewee, a friend of Wiwi, happened to be an Indonesian originally from Jakarta and she's now living in Malaysia. Her name is Imelda, better known as Imel, a a wife and a mother of two.


Every story gotta start somewhere and hers began from a kitchen fulls of ingredients and baking tools. Excitement was in the air, so inspiring that she gotta do something about it! Then, after measuring the flour, mixing it with eggs, checking the oven temperature, baking the cake batter and decorating the outcome, she found the whole process oddly satisfying. Yes, even her baking took a wrong turn and produced a disastrous result, it was fun! Gradually, what started as a hobby she did during her leisure time evolved into a profession she was known for. 

Her first cake was sold some time in 2001. A Taste Boutique, her bakery shop, came afterwards. It was aptly named for it's a place where she displays the finely crafted cakes. They are limited editions. None ever looked the same for each was made with love and background story that was uniquely its own. A taste of elegance in a form of cakes.


In reality, the business is exactly that. Customers come in with all sorts of requests. Imel has been this field long enough to be able to tell what she can or can't deliver. She would be upfront, which meant she'd try her best but wouldn't overpromise. She'd also go the extra mile by literally going to fix the cake if it was somehow damaged. By the end of the day, the happy smile of the customers was a reward by itself for all the efforts she gave them.

Now, just for illustration here, how complicated a cake business could be? Or rather, how ridiculous a customer's request could be? As far as I could remember, the most conventional cakes these days could look like a box of Rolex watch or came with tiny horses from My Little Ponies. I'm sure you'd also seen cakes where you could pull money out of them. Gone were the days when a cake just had few words carved on top of it. It's a more challenging time now.


Wiwi asked an interesting question in this regard. Even when someone could bake, it didn't mean they could decorate. A rather solid point of view, I'd say, but our baker begged to differ. She wisely believed that even an expert was once a beginner. In her opinion, it was like learning how to ride a bike. You just had to try and try again. Then the discussion went on to the next level: buttercream or fondant icing? According to Imel, both were equally fun for each was characteristically different. I'm not going to pretend that I understand all this, but I agree that both are delicious.

Since we are living in the instragammable era, Imel did share that social media does make things easier for her to promote her cakes. Customers could also reach her easily via social media (try searching for a taste boutique on Instagram). However, she didn't discount the need of having a boutique, because, "what if somebody needs a cake urgently? Or if someone simply craves for it?" A valid opinion!


And eventually the conversation would go back to the fact that she's a wife and a mother. How does Imel manage her time? For our baker, the keyword is must. What must be done first? If it's not a must, then it can be done later. She'd go through the whole day with that in mind, so she'd take care of her family first, then the cake business. Yes, it's not easy to practice this approach in a real life situation, but it does help to have right mindset. 

Imel is proud of being a Mum. To quote her words, "dedicating one's life just for family is super noble and it is a blessing that not many can treasure." But that idealistic thought aside, she totally agrees that it's beneficial for everyone to be financially independent. Now that's one smart, realistic woman, isn't she? 

Yet one can't be a business woman without being asked about the definition of success. When it comes to this, Imel is quite clear that successful women are those who manage to balance things in life while working towards their goals. What she didn't know was, perhaps, how inspiring she was to her friends. Yes, on top of what she's been doing, she is also a great friend that will support others all the way, be it morally, financially or simply by spending time with friends who are in need. Wiwi told me that Imel reminded her a modern-day personification of those strong women in the Bible, but I'd rather go with something less biblical and more down-to-earth: she does sound like a lovely person indeed!



A Taste Boutique 

Cerita kali ini dimulai oleh Wiwi, teman SMA yang saya kenal sejak era WhatsApp. Mendadak dia bertanya, jika dia mewawancarai seorang pemanggang kue, apakah saya bersedia menulis ceritanya? Saya tertegun saat membaca permintaannya. Roadblog101 sudah muncul sejak tahun 2017, kenapa baru sekarang dia bertanya? Apakah dia terinspirasi oleh slogan Malaysia Boleh? Akan tetapi, karena moto Roadblog101 adalah, "setiap orang biasa memiliki cerita," saya dengan senang hati menurutinya. 

Wiwi lantas mengirimkan hasilnya. Ternyata yang diwawancarai itu adalah temannya, sesama orang Indonesia yang berasal dari Jakarta dan sekarang berdomisili di Malaysia. Namanya Imelda, biasa dipanggil Imel, seorang istri dan ibu dengan dua anak.


Setiap cerita ada permulaannya dan kisah Imel berawal dari dapur yang penuh bahan dan peralatan memanggang kue. Ada kegembiraan tersendiri saat berada di dapur dan perasaan ini mendorongnya untuk berkreasi. Imel pun mencoba menakar tepung, kemudian dicampur dengan telur dan dikocok. Setelah oven siap, adonan pun dipanggang dan hasilnya dekorasi. Ternyata ada rasa puas setelah semua itu dikerjakan. Ya, meskipun terkadang adonannya gagal dan kuenya bantat, hati tetap terasa senang. Perlahan-lahan, apa yang dimulai sebagai hobi pun berubah menjadi sebuah profesi. 

Kue pertamanya terjual di tahun 2001. A Taste Boutique, toko kuenya, dibuka tidak lama setelah itu. Bila anda penasaran dengan nama tokonya, ini karena butik adalah etalase bagi kue-kue yang dibikin olehnya. Semua karyanya ini adalah edisi terbatas. Tidak ada yang persis sama karena setiap kue memiliki cerita tersendiri. Semuanya adalah selera elegan yang menjadi nyata dalam bentuk aneka kue.


Dan bisnis kue adalah persis seperti yang dijabarkan di atas. Para pelanggan datang dengan berbagai permintaan. Imel sudah berkecimpung di bidang ini cukup lama sehingga ia tahu apa yang bisa dan tidak bisa ia ciptakan. Dia akan sampaikan apa adanya kepada pelanggan, bahwa dia akan mencoba, tapi tidak menjanjikan sesuatu yang mustahil untuk dikerjakan. Komitmennya juga luar biasa. Dia bahkan rela pergi memperbaiki kue yang rusak dalam perjalanan, asalkan terjangkau tempatnya. Pada akhirnya, senyum puas pelanggan adalah harga yang sepadan untuk jerih-payahnya.

Seberapa rumit bisnis kue ini sebenarnya? Sesulit apakah permintaan dari pelanggan? Sejauh yang bisa saya ingat, kue-kue sekarang dirias sedemikian rupa sehingga ada menyerupai sekotak jam tangan Rolex atau ada pula yang disertai dengan aneka kuda mungil dari serial My Little Ponies. Saya juga yakin bahwa anda pun pernah melihat kue yang bisa mengeluarkan gulungan uang. Ya, di masa kini, kue ulang tahun tidak lagi sekedar ditulis nama. Bentuknya lebih menantang sekarang.


Wiwi lalu menanyakan tentang hal ini. Katakanlah misalnya seseorang bisa memanggang kue, tapi ini tidak lantas menjamin bahwa orang yang sama bisa merias kue. Ini sudut pandang yang masuk akal, tapi pakar kue kita ini memiliki pendapat lain. Dia percaya bahwa yang namanya seorang ahli itu pada awalnya juga merupakan seorang pemula. Prinsipnya seperti naik sepeda. Anda hanya perlu mencoba dan mencoba terus. 

Kemudian diskusi Wiwi dan Imel pun berlanjut: lebih enak merias krim mentega atau fondan? Menurut Imel, dua-duanya menarik karena masing-masing memiliki karakteristik tersendiri dan hasil akhir yang berbeda. Saya tidak akan berpura-pura mengerti tentang apa yang mereka bicarakan, namun saya setuju bahwa krim mentega dan fondan memang lezat, haha.


Kita sekarang hidup di era Instagram dan Imel juga bercerita bahwa media sosial sangat membantu dalam hal promosi. Pelanggan pun jadi mudah menghubunginya (anda bisa cari a taste boutique di Instagram). Walaupun demikian, dia memiliki pandangan bahwa toko kue masih tetap dibutuhkan. "Bagaimana jika pelanggan membutuhkan kue secara mendadak? Atau ingin menikmati kue pada saat itu juga?" Masuk akal juga! 

Dan akhirnya percakapan pun kembali lagi ke fakta bahwa dia adalah seorang istri dan ibu. Bagaimana caranya membagi waktu? Bagi Imel, kata kuncinya adalah harus. Apa yang harus dikerjakan dulu? Jika tidak harus, maka bisa dikerjakan nanti, bukan? Imel melewati hari-harinya dengan prinsip ini, jadi keluarga adalah prioritas, baru bisnis kue. Ya, memang tidak mudah pelaksanaannya, tapi sudut pandang ini sangatlah membantu.


Lebih lanjut lagi, Imel bangga menjadi seorang ibu. Mengutip kata-katanya, "mengabdikan hidup untuk keluarga adalah hal yang mulia dan merupakan berkat yang sering tidak dihargai oleh mereka yang berkesempatan untuk melakukannya." Kendati begitu, dia juga setuju bahwa memiliki kebebasan finansial adalah hal yang sangat baik. Pintar dan realistis, ya? 

Dan sebagai orang bisnis, satu hal yang wajib untuk ditanyakan padanya adalah bagaimana ia mendefinisikan kesuksesan. Imel berpendapat bahwa wanita sukses itu adalah mereka yang bisa menjalani hidupnya secara seimbang dalam peranannya sebagai ibu rumah tangga dan pemilik usaha tanpa kehilangan fokus dan tujuannya. 

Imel tahu pasti apa yang dia kerjakan, namun terlepas dari apa yang telah ia capai, ada satu hal yang mungkin tidak ia ketahui: kesuksesannya sebagai seorang teman. Wiwi merasa bahwa Imel adalah teman yang baik, yang selalu hadir untuk memberikan dukungan moral, finansial atau waktu. Wiwi bercerita bahwa Imel sungguh membuatnya terinspirasi, mirip seperti tokoh-tokoh wanita di kitab suci. Saya tidak tahu itu, tapi saya percaya bahwa berdasarkan apa yang saya tulis, Imel memang luar biasa. Sukses selalu!

No comments:

Post a Comment