As a child from the 80s, I always love how things turned out to be. We had a happy, internet-free childhood. Then we lived through the dawn of mobile technology as we matured as adults. My favorite time, as I recall, was when BBM ruled the earth. For the first time ever, we were able to chat on the go.
But as much as I wanted it to be, it wasn't during BBM's time that things fell into places. On the contrary, the technology at that time still wasn't good enough. it was also too chaotic for all the aspects in our life to be aligned yet. It was one generation later, by the time WhatsApp became the standard, that we as friends really kept in touch again.
The year was 2015. We were in our mid 30s, now settling down with enough freedom to enjoy the fruit of our hard labor for the past 10 years or more. Our high school group chat was founded. And in Singapore, the drinking tradition would soon begin to take shape.
It started with Eday's visit to Singapore for work and doing his jury duty for Gundam stuff. Those who lived in Singapore would naturally play the host. We had dinner, drinks and most importantly, we exchanged ideas and talked about untold stories old and new. For that few hours, we were simply those guys from the same high school in Pontianak again. The togetherness was a much-needed liberation that it would repeat once a year since 2015.
The past events. |
In the early days, we would still have some random participants such as Andiyanto and Jimmy Lim, but Darwin's natural selection happened and the members remained the same since then. For few years in a row, there were only Eday, Endrico, Surianto, Taty and I. It stayed that way, almost permanently.
AW changed all this when he joined us in 2020, but little did we know that the pandemic was just around the corner. COVID-19 put a stop to almost everything, including our six-year-old tradition. But even when we could only wait, we still made plans. And after our trip of 13 people to Japan, getting a similar number of crowd to come to Singapore seemed less challenging than before.
That night, on the same day Nintendo released the sequel of Breath of the Wild, our drinking tradition resumed with a vengeance. It was bigger and better than before. How so? For a start, this year was supposed to be our 25 year reunion celebration and it was great to have Wiwi, Eday and Jimmy on the same table for the first time ever since our graduation. It's an achievement unlocked, I would say.
Eday and Jimmy. |
We had Surianto complaining from one end of the table to another and he eventually spilled the beer on my shorts. There was Jimmy preaching as always, saying stuff like togetherness such as this was a treasure, especially because we weren't getting any younger. There was also AW breaking the beer glass as he got too excited. Then we had this memorable moment when Eday hugged Jimmy and told him that he would always be remembered as a loyal friend.
In order to understand the importance of the scenes that unfolded, I had to say that we weren't saints. We had our differences. Throughout the years, on the pretext of jokes, we might have said and done things that were hurtful to others. But by the end of the day, it was touching to see our friendship thrived and grew stronger than ever. While I can't speak on behalf of others, I personally think we have too much history together to just throw it all away. That's why the friendship lasts...
Drinking With Eday 2023. |
Epilogue:
The next morning, Jimmy woke up wondering who had covered him with a blanket. It wasn't a very macho thing to do and it was quickly sugarcoated with jokes, but it was a small gesture like this that went a long way to illustrate how our friendship is like...
Tradisi Minum Bersama Eday
Sebagai orang yang berasal dari dekade 80an, saya suka dengan rentetan peristiwa yang terjadi sepanjang hidup saya. Generasi saya melewati masa kecil yang bebas internet. Setelah itu saya mengalami perkembangan teknologi handphone sewaktu saya beranjak dewasa. Masa favorit saya adalah saat BBM mendominasi pasar. Untuk pertama kalinya, kita bisa chatting tanpa perlu duduk di depan komputer.
Kendati begitu, apa yang hendak saya ceritakan ini tidak terjadi di masa BlackBerry. Teknologi saat itu masih belum cukup matang. Aspek-aspek kehidupan kita pada saat itu pun belum tertata baik. Di iterasi berikutnya, ketika WhatsApp menjadi standar, barulah kita sebagai teman-teman mulai saling menghubungi satu sama lain lagi.
Saat itu tahun 2015. Kita berusia 35an, kini lebih teratur hidupnya dan memiliki cukup kebebasan untuk menikmati kerja keras kita selama 10 tahun terakhir. Grup WhatsApp SMA pun dibentuk. Di Singapura, tradisi minum bersama Eday pun bermula.
Semua ini bermula dari kunjungan Eday ke Singapura dalam rangka kerja dan menjadi juri untuk kompetisi Gundam. Kita yang tinggal di Singapura akhirnya menjadi tuan rumah. Saat berkumpul, kita bersantap malam dan minum. Kita juga bertukar ide dan cerita. Selama beberapa jam, kita kembali lagi menjadi mereka yang berasal dari sekolah yang sama di Pontianak. Kebersamaan yang unik ini pun akhirnya menjadi tradisi. Sekali dalam setahun, kita meluangkan waktu untuk berkumpul pas Eday datang.
Di awal tradisi masih ada pula peserta-peserta yang hanya hadir sekali dua kali, misalnya Andiyanto dan Jimmy Lim. Namun teori Darwin tentang seleksi alam terjadi dan akhirnya hanya orang-orang tertentu yang meluangkan waktu setiap tahun. Untuk beberapa tahun ke depan, yang selalu hadir sewaktu Eday datang hanyalah saya, Endrico, Landak dan Taty.
Mul turut serta untuk pertama kalinya di tahun 2020, namun tidak disangka bahwa pandemi akan segera melanda. COVID-19 mengubah banyak hal dan membuat tradisi yang sudah berlangsung enam tahun ini gagal diselenggarakan di dua tahun berikutnya. Sambil bersabar menanti, kita tidak berhenti membuat rencana. Setelah liburan bersama 12 orang lainnya ke Jepang di awal tahun ini, koordinasi peserta dengan jumlah serupa ke Singapura tidak lagi terasa sulit untuk dilakukan.
Di malam itu, di hari yang sama ketika Nintendo merilis lanjutan Breath of the Wild, acara Minum Bersama Eday kembali digelar. Kali ini jauh lebih ramai dan lebih baik dari sebelumnya. Kenapa begitu? Perlu diingat kembali bahwa tahun ini seharusnya kita merayakan reuni 25 tahun. Ini adalah pertama kalinya Wiwi, Eday dan Jimmy duduk semeja lagi setelah lulus SMA. Rasanya seperti prestasi tersendiri.
Landak melampiaskan isi hati dari ujung meja kanan ke kiri, bahkan sempat menumpahkan bir di celana saya pula. Lantas ada lagi Jimmy yang berceramah tentang betapa berharganya kebersamaan, terutama karena kita tidak bertambah muda. AW tanpa sengaja memecahkan gelas karena terlalu berapi-api. Kemudian Eday juga memeluk Jimmy sambil mengenangnya sebagai teman yang setia kawan.
Untuk memahami kenapa semua ini terasa begitu bermakna, saya perlu sampaikan bahwa kita ini bukanlah kumpulan orang kudus. Dari tahun ke tahun, meski konteksnya bercanda, ada berbagai perkataan dan perbuatan yang mungkin membuat orang lain tersinggung. Di malam itu, saya senang bahwa persahabatan kita masih terasa kental. Walau saya tidak bisa berbicara mewakili yang lain, saya cenderung berpikir bahwa kita semua melewati begitu banyak hal bersama untuk dibuang begitu saja. Inilah alasannya kenapa persahabatan itu bertahan dan nyata...
Epilog:
Keesokan paginya, Jimmy bangun dan menyadari bahwa ada yang menyelimutinya di saat ia tertidur. Ini bukanlah perbuatan yang maskulin untuk sesama pria dan langsung menjadi guyonan. Namun di balik semua itu, hal kecil seperti ini menggambarkan seperti apa sesungguhnya persahabatan kita. Kita peduli satu sama lain dan saya senang menjadi bagian dari semua ini...