I received a call when I was on a shuttle bus to River Wonders yesterday. The caller knew I stayed at Intercon during my recent trip to Bandung, so she'd like to share with me about the privileges I'd have if I signed up for the IHG membership. As I listened to the lady talking passionately, I zoned out gradually. At the end of the conversation, I thanked her and declined the offer politely. As I hung up, I pondered a while over the idea of complicating life which the so-called privileges.
Those perks in life, they always sound so promising. But do I really need them? Do I bother keeping track of those benefits that I may or may not use at all throughout the year? Why on earth do I want to sign up for something that gets me busier and forces me to plan something just because I have paid for it upfront? Most importantly, am I not already happy now, even without having the privileges?
Then the thought led me to the moment with my friend Eday at the sake bar in Tokyo last year. I remember him saying one thing that was oblivious to me all this while. As I praised a friend of ours, Eday said I shouldn't sell myself short. He pointed out that growing up, I always had quite a freedom and before I got married, I was pretty much always on my own. I could have taken the wrong turn and gone astray, but yet I managed to stay on track and became who I am today.
Looking back, I don't always know what I want, but I subconsciously know what I don't need. I had been wearing the same Seiko watches since 2008. For the longest time, when the majority were divided between iPhone or Samsung, I was happily using BlackBerry. When people opt for Xbox or Sony Playstation, I stick with Nintendo. Unnecessary privileges can be confusing and become a burden you don't need, therefore the innate ability to say no to them is a blessing to me.
But it's important to highlight that it's no harm listening to what people have to say, though. We can't possibly know everything. There are times when what people say is probably what you need to hear. For example, I'm neither smart or wise when it comes to financial matters, but from to time, I do benefit from those that are willing to share. Thanks to Franky, I had a good deal when I did my HDB refinancing. Stuff like SRS and T-bills were also things I learnt along the way from listening to other people's ideas.
I guess we don't always have to be the smartest one in the room or the one who talks all the time. It's fine to sit back and listen to what others have to offer sometimes, just like what I did when I listened to the lady. Problems arise only when you don't have the filter mechanism. You'd think it's a privilege until you realise you actually have to pay the price. If that's not something you are prepared to do, then probably you don't need the privileges at all. Think again.
Intercontinental Bandung, an IHG hotel. |
Hak Istimewa
Kemarin saya menerima telepon saat dalam perjalanan ke River Wonders bersama keluarga. Yang menelepon tahu bahwa saya menginap di Intercontinental saat ke Bandung baru-baru ini, jadi dia ingin memberitahukan lebih lanjut hak-hak istimewa yang bisa saya dapatkan bila saya mendaftar sebagai anggota IHG. Saat mendengar penjelasannya, perlahan-lahan saya jadi melamun. Di akhir pembicaraan, saya berterima kasih dan menolak tawarannya dengan sopan. Setelah itu saya jadi merenung sejenak, apa gunanya membuat hidup menjadi lebih rumit dengan hak-hak istimewa seperti ini.
Semua keistimewaan yang terlihat menjanjikan ini, apakah benar saya memerlukannya? Relakah saya untuk mengingat dan memantau durasinya? Apakah ada alasan yang kuat bagi saya untuk berlangganan sesuatu yang membuat saya tambah sibuk dan akhirnya harus membuat aneka rencana supaya hak istimewa yang sudah saya bayar itu terpakai? Yang lebih penting lagi, bukankah saya sudah gembira sekarang, meski saya tidak memiliki hak-hak istimewa tersebut?
Apa yang terlintas di benak saya itu lantas membawa saya kembali ke saat bersama teman saya Eday di bar sake Tokyo tahun lalu. Di kala itu dia mengucapkan sesuatu yang tidak pernah saya sadari sebelumnya. Sewaktu saya memuji seorang teman kita, Eday berkata bahwa hendaknya saya tidak melupakan apa yang sudah saya sendiri lewati. Dia mengingatkan saya kembali bahwa selama ini saya tergolong memiliki kebebasan dan sebelum menikah, boleh dikatakan pula saya hidup seorang diri. Saya bisa saja salah jalan dan terjerumus, namun saya bisa tetap berada di jalur yang lurus dan menjadi diri saya sekarang.
Kalau saya lihat kembali, saya tidak selalu tahu apa yang saya mau, tapi di bawah sadar, saya tahu apa yang tidak saya perlukan. Saya memakai jam Seiko sejak tahun 2008. Ketika mayoritas pengguna telepon genggam terbagi antara iPhone dan Samsung, saya bahagia dengan BlackBerry di tangan. Tatkala orang-orang melirik Xbox atau Sony Playstation, saya senantiasa setia dengan Nintendo. Intinya adalah, hak-hak istimewa yang sebenarnya tidak perlu itu bisa terasa membingungkan dan menjadi beban yang tidak diperlukan, jadi kemampuan terpendam untuk mengatakan tidak pada hak-hak istimewa yang ditawarkan ini adalah sebuah berkat bagi saya.
Tapi mendengarkan ide orang lain pun tidak ada salahnya, terutama karena pengetahuan kita sendiri pun terbatas. Ada kalanya apa yang dikatakan orang lain itulah yang perlu anda dengarkan. Sebagai contoh, saya tidaklah pintar ataupun bijak dalam hal finansial. Dari waktu ke waktu, pendapat orang lain memberikan manfaat bagi saya. Berkat Franky, saya bisa menghemat banyak ketika memperbaharui kredit rumah. Hal-hal seperti SRS (skema pensiun) dan T-bills (surat hutang negara) adalah sesuatu yang saya pelajari sewaktu makan siang bersama kenalan.
Saya rasa kita tidak perlu selalu menjadi yang paling pintar dan berbicara paling banyak saat berkumpul. Tidak ada salahnya duduk dan mendengarkan, seperti halnya saat saya menyimak soal IHG di telepon. Masalahnya muncul ketika anda tidak memiliki mekanisme filter. Hak-hak istimewa itu datang dengan harga yang perlu anda bayar. Bila hal ini bukanlah sesuatu yang siap anda tebus, mungkin anda tidak perlu hak-hak istimewa tersebut. Pikirkanlah kembali.