As I accompanied my wife to the airport and watched her checking in her luggage from afar, it dawned on me that our family dynamics were quite unique: we could actually travel separately and the other spouse would be fine. One could take care of the family when the other half wasn't around.
![]() |
Yani at Terminal 4, Changi Airport. |
Now, to give a context, I came from a rather traditional background where, with the exception of business trip, husbands were expected to be with around the family 365 days a year. If you did otherwise, it'd be perceived as neglecting family. It'd be frowned upon. Or, like how we saw it earlier this year, one would probably be consumed by the guilt trip afterwards.
This mindset or culture is as ridiculous as it gets. And to carry on thinking this way in 2024 is unfathomable. But yet it was a tradition that seemed to be brought forward to the next generation. In our group chat, we had this sticker saying get restrained. I'm just thankful that such a thing is not a problem to me.
In the past 13 years, we had been quite independent. Of course we had a family trip, the recent one was the trip to Taiwan. But my wife and I, we also got chances to travel just the two of us, from the Philippines, Europe to China and Japan. Then there were the kids with mum or dad. My wife had her mother-and-daughter trip to Japan last year. I also had similar experiences, though the last one was rather unexpected. Then we had trips with friends. For example, she and I both went to Thailand with separate groups this year.
![]() |
Clockwise, from left: Tongli 2018; Mae Kampong, Taichung and Changi Airport, 2024. |
I guess the point I want to emphasize is, just because we travel separately sometimes, it doesn't mean we love each other less. To me, it's in-line with what Ringo had said before, "maybe I haven't always been there just for you. Maybe I try but then I got my own life, too." I had also described it in the Roles We Play, that we'll always be somebody else to someone, but then we need to be ourselves, too.
I can't speak for our parents' generation, but in the end, I think it all comes down to a conscious decision. If you think 365 days a year with family is the way to go, so be it. But don't do it just because you are afraid of being frowned upon. Search your heart and if you think you actually don't subscribe to the 365 days concept, then perhaps you should do something about it instead of suffering in silence...
Dinamika Keluarga
Sewaktu saya menemani istri ke bandara dan melihat dia check-in bagasi dari kejauhan, tiba-tiba terpikir oleh saya tentang uniknya dinamika keluarga saya ini: kita bisa bepergian secara terpisah dan salah satu pasangan akan baik-baik saja. Pasangan yang ditinggal bisa mengurus keluarga selagi yang satunya tidak di tempat.
Sebagai konteks, saya berasal dari latar belakang yang tradisional di mana para suami cenderung wajib bersama keluarga 365 hari setahun, kecuali saat sedang dinas kantor ke luar kota. Jika anda bertindak di luar kebiasaan, maka besar kemungkinan akan muncul anggapan bahwa anda telah mengabaikan keluarga. Perbuatan ini bisa jadi pergunjingan. Atau, seperti yang pernah diceritakan awal tahun ini, yang bertindak seperti ini nantinya akan dikonsumsi rasa bersalah.
Pola pikir dan budaya ini sangatlah konyol. Sangat mencengangkan bahwa masih ada yang berpikir seperti ini di tahun 2024, namun tradisi ini sepertinya masih akan diteruskan ke generasi berikutnya. Di grup SMA, kita memiliki stiker yang bertulisan kena kekang. Saya hanya bisa bersyukur bahwa semua ini tidak terjadi pada saya.
Dalam 13 tahun terakhir ini, boleh dikatakan kita memiliki kebebasan dalam keluarga. Tentu saja kita ada liburan keluarga, misalnya liburan ke Taiwan pada bulan Juni lalu. Namun saya dan istri juga memiliki kesempatan untuk pergi berdua saja, misalnya saat kita ke Filipina, Eropa, Cina dan Jepang. Kemudian ada pula waktu anak dan orang tua. Istri saya bepergian dengan putri sulung saya ke Jepang tahun lalu. Saya juga memiliki beberapa kesempatan serupa, meskipun perjalanan yang terakhir bukanlah sesuatu yang saya harapkan. Lalu ada pula liburan bersama teman-teman. Yani dan saya ke Thailand bersama grup yang berbeda tahun ini.
Inti dari cerita saya ini adalah, hanya karena kita bertualang secara terpisah, tidak lantas berarti kita jadi kurang mencintai keluarga. Bagi saya, semua ini persis seperti yang Ringo Starr katakan sebelumnya, "maybe I haven't always been there just for you. Maybe I try but then I got my own life, too." Saya juga telah mendeskripsikan hal serupa dalam The Roles We Play, tentang bagaimana kita selalu memainkan berbagai peran berbeda bagi setiap orang, namun pada akhirnya kita juga perlu menjadi diri sendiri juga.
Saya tentu tidak bisa berbicara mewakili generasi orang tua kita, tapi saya kira semua ini akhirnya kembali lagi pada keputusan yang kita ambil secara sadar. Jika anda berpikir bahwa konsep 365 hari bersama keluarga cocok bagi anda, maka jalanilah sesuai kehendak anda. Namun jangan lakukan ini hanya semata-mata karena takut dengan pendapat orang lain. Tanya pada diri anda sendiri dan bilamana anda sebenarnya tidak setuju dengan konsep 365 hari, maka sepatutnya anda melakukan sesuatu dan bukannya menderita dalam diam. Akan jauh lebih baik jika kita bisa hidup sesuai dengan apa yang sungguh kita inginkan...