Interlaken was probably a famous destination that I never heard of prior to this trip. It was a small town, even smaller and more laid-back than
Geneva, with only one
McDonald's to be found. Certainly not a town I'd visit, since I'd always
preferred cities. But I'm glad that we spent three nights there. Looking back, it was the highlight of the trip, made possible by my wife's brilliant planning.
The first half of the day was spent to get there. We headed to Bern and had our lunch in the capital city of Switzerland (teller kebab and two gigantic slices of pizza), then continued our journey to Interlaken. We were lucky that we could check in immediately. Right after that, we explored the town a bit. I thought that would be it for the day, but my wife dragged us to Interlaken Ost and Harderbahn. Thus began the climb to Harder Kulm.
|
Interlaken, seen from Harder Kulm. |
Harderbahn is an inclined railway station and, with the top station at 1322 M above sea level, the funicular ride was too scary for my liking. It was so slanted that it was hard not to stare at the rope and start imagining things. But the view at Harder Kulm was so amazing that it was worth it. You'd immediately understand why the town is called Interlaken. That's because it is between two lakes.
While we were up there, we had cheese fondue. The food and the magnificent scenery reminded me of
Asterix in Switzerland. There was this scene where Obelix got drunk because he drank the whole pot of cheese. You could taste the alcohol in every bite of bread dipped into the cheese!
|
Linda trying out the cheese fondue. |
We got lost as we took the wrong bus on our way back. It was the same bus, but scheduled to go to the opposite direction at that particular timing. Apart from the tiny mistake that I realized only after we approached the second bus stop, day one in Interlaken ended pretty well.
We went to Jungfraujoch on the second day. On our way up, we took the route via Lauterbrunnen. I lost my rucksack here. I put it on a compartment above my seat and only remembered it after I came out from washroom at the train station. After an attempt to enter the same train that came back an hour later, I simply had to accept that I might have lost the bag and resumed our journey without it.
|
Yani and Audrey in Lauterbrunnen. |
With a waterfall from the cliff high above and tiny houses scattered on the mountain, Lauterbrunnen was a definitive version of a village from a fairy tale. Coming from Singapore, the landscape was almost unreal! But if there's anything I like the most in Lauterbrunnen, it had to be a pack of pain au chocolat. I finished almost all of them, haha.
From Lauterbrunnen, we went up to Wengen. Don't recall much about it as we didn't stop there. We alighted at Kleine Scheidegg Station instead. The place was cold, but it was only a prelude of the weather we would face later on. The greenery surrounding us pretty much ended at this level. From here onwards, the view from afar was snow white. We had a coffee break here and off we went to the top of Europe!
|
Yani and Linda enjoying coffee in Kleine Scheidegg. |
And that top of Europe was called Jungfraujoch. The moment I reached there by train, I felt giddy. The same feeling seemed to be experienced by my daughters, too. Linda shared my opinion that the building felt shaky. Audrey even laid face down on floor every time she was left alone. Only my wife Yani was excited to be there. The whole thing, plus the bloody cold wind, was an ordeal.
But still it was nice to be there. There was a happy feeling as a father to see my daughter playing snow for the first time ever. If it sounded bizarre, I must explain that not all kids from tropical area could have this experience. It was only in year 2023, few months earlier
in Japan, that I myself had a chance to throw my first snow ball.
|
Linda in Jungfraujoch. |
Jungfraujoch was cold, bright and high, so high that I couldn't resist sending a
postcard from the top of Europe. After lunch, we began our descent down the mountain. From Eigergletscher, we took gondola to Grindelwald, then boarded the next train back to Interlaken Ost. At the station, I checked if they found my bag, but they didn't, so I filed a lost property report. When we reached the town, we decided to have Chinese food at Vivi's Wok for dinner.
The next day, again we returned to Interlaken Ost. This time was for the lake cruise. It was so tranquil that I remember thinking, how is it possible to be competitive at work when the environment is so relaxing? Not when you open your window and see all this beautiful view. Singapore, with its concrete jungle, is a much suitable place for work, haha.
|
With Audrey and Linda in Iseltwald. |
The boat brought us to Iseltwald, a quiet village with a crystal clear water. I just had to sit down for a while to see the waterfowls swimming gracefully. Then of course the village was famous for Crash Landing on You. God knows what the story is about, but there was a long queue mostly formed by Asians. My wife found it irresistible, so she took her chance when the crowd disappeared.
From Iseltwald, we continued the cruise to the end of Lake Brienz. The thing is, after Iseltwald, the rest looked less attractive, so the second half of the journey became just another boat ride. We had fish and chips in Brienz, then took the train back to Interlaken.
|
On our way back from Brienz to Interlaken. |
Since we still got half a day, I did my
Strava time in the late afternoon. I stayed not very far from Interlaken West, so I walked to Unterseen, then turned to Höheweg and Interlaken Ost before walking back to Macdonald's. The town was indeed small! We eventually closed the day with dinner at Sri Manee Isaan Thai House for another round of Asian food.
We left Interlaken on the following day. Our usual routine was to board the morning train from Interlaken West that headed to Interlaken Ost. By doing so, we didn't have much time left at Interlaken Ost, so we quickly boarded the next train to Lucerne.
|
On our way to Lucerne. |
As the train started chugging, I updated the lost property report so that the bag would be sent to Zürich if they ever found it. I couldn't help wondering, would Switzerland proven to be as safe as Singapore or Japan? That's something that I could only wait and see for now...
Liburan Ke Eropa: Interlaken
Interlaken adalah tempat wisata terkenal yang tidak pernah saya dengar sebelum liburan ini. Kota ini sungguh kecil, bahkan lebih mungil dan santai dari
Jenewa. Hanya ada satu
McDonald's di tengah kota. Dari karakteristiknya, Interlaken bukanlah kota yang akan saya kunjungi karena saya lebih suka
kota besar. Namun saya senang kita menghabiskan tiga malam di sana. Kalau dilihat kembali, Interlaken adalah tujuan wisata yang paling berkesan, yang terjadi karena direncanakan dengan baik oleh istri saya.
Setengah hari pertama digunakan untuk mencapai Interlaken. Dari Jenewa, kita bertolak ke Bern dan makan siang di sana (pesanan kita adalah teller kebab dan juga dua potong pizza berukuran besar). Sesampainya di kota, kita beruntung bisa langsung mendapatkan kamar meski belum waktunya. Sesudah itu kita berjalan-jalan di Interlaken. Saya mengira hari itu akan berakhir begitu saja, tapi Yani lantas membawa kita ke Harderbahn di samping Interlaken Ost. Dari situ perjalanan ke Harder Kulm pun bermula.
|
Interlaken dilihat dari Harder Kulm. |
Harderbahn adalah stasiun kereta yang menanjak ke atas dan dengan stasiun berikutnya yang berada di ketinggian 1322 M di atas permukaan laut, perjalanan ke puncak terasa agak mengerikan. Posisi kereta mungkin lebih miring daripada 45 derajat sehingga sulit untuk mengalihkan pandangan dari kabel dan mulai membayangkan yang tidak-tidak. Akan tetapi pemandangan di Harder Kulm sangatlah indah. Begitu sampai di sana, saya langsung mengerti kenapa kotanya disebut Interlaken. Ini karena posisinya yang berada di antara dua danau.
Selagi berada di sana, kita mencicipi
fondue keju. Makanan dan pemandangannya lantas mengingatkan saya pada cerita
Asterix di Swiss. Ada adegan di mana Obelix jadi mabuk karena menenggak langsung sepanci keju. Kandungan alkoholnya sungguh terasa di roti yang saya celupkan ke keju!
|
Linda mencicipi fondue keju. |
Kita sempat tersasar dalam perjalanan pulang. Di Interlaken Ost, bis yang sama dijadwalkan ke arah yang bertolak belakang dari tujuan saya. Beda jam, beda arah. Namun terlepas dari kesalahan kecil yang baru saya sadari setelah bis hampir mencapai halte kedua, boleh dikatakan hari pertama di Interlaken berjalan lancar.
Keesokan harinya, kita pergi ke Jungfraujoch. Kita ke sana melalui rute via Lauterbrunnen dan pulang lewat Grindelwald. Di Lauterbrunnen, saya kehilangan ransel. Saya menaruh ransel di atas tempat duduk saat kereta berangkat dan baru menyadarinya setelah saya tiba dan keluar dari toilet stasiun. Setelah saya coba cari lagi di kereta yang sama saat kereta tersebut kembali ke Lauterbrunnen satu jam berikutnya, saya pasrah dan melanjutkan perjalanan tanpa ransel saya.
|
Yani dan Audrey di Lauterbrunnen. |
Dengan air terjun yang mengalir dari tebing tinggi dan rumah-rumah mungil di lereng gunung, Lauterbrunnen mirip desa kecil dari dunia dongeng. Bagi saya yang datang dari Singapura, pemandangan ini terasa seperti cerita fantasi. Tapi yang paling saya sukai dari Lauterbrunnen adalah pain au chocolat. Satu bungkus croissant coklat yang dibelikan istri hampir saya habiskan sendiri, haha.
Dari Lauterbrunnen, kita pindah kereta ke Wengen. Kita sekedar melintasi desa ini saja. Di stasiun berikutnya, Kleine Scheidegg, barulah kita turun. Tempat ini terasa dingin karena angin yang menderu-deru, tapi semua ini hanyalah permulaan dari dinginnya iklim di puncak gunung. Hijaunya pemandangan berakhir di sini. Apa yang terlihat selanjutnya adalah gunung yang diselimuti salju. Kita berhenti untuk minum kopi sebentar di Kleine Scheidegg, kemudian lanjut ke puncak tertinggi di Eropa!
|
Yani dan Linda menikmati kopi di Kleine Scheidegg. |
Dan puncak ini terkenal sebagai Jungfraujoch. Saat tiba di sana, entah kenapa saya merasa pusing. Hal yang sama juga dialami oleh dua putri saya. Linda juga merasa bahwa gedungnya kurang kokoh dan agak bergoyang setiap kali kita melangkah. Audrey bahkan sampai terkapar setiap kali kita berhenti berjalan. Hanya Yani yang bersemangat di sana. Fenomena yang saya jabarkan di atas dan juga angin dingin di dalam lorong membuat Jungfraujoch agak sulit dinikmati.
Namun tentu saja masih ada kesan positifnya. Ada rasa senang sebagai seorang ayah saat melihat Linda bermain salju untuk pertama kalinya. Jika pernyataan ini terasa membingungkan, perlu saya jelaskan bahwa tidak semua anak dari kawasan tropis memiliki kesempatan ini. Bahkan saya sendiri pun baru pertama kali mencobanya di awal tahun 2023, saat berada
di Jepang bersama teman-teman.
|
Linda di Jungfraujoch. |
Jungfraujoch bisa dideskripsikan dengan kata dingin, terang-benderang dan tinggi, begitu tinggi sehingga saya jadi spontan tergerak untuk mengirim
kartu pos dari puncak tertinggi di Eropa. Setelah makan siang, kita pun memulai perjalanan pulang. Dari Eigergletscher, kita naik kereta gantung ke Grindelwald, lalu lanjut dengan kereta dan kembali ke Interlaken Ost. Di stasiun, saya bertanya kepada petugas, apakah ransel saya berhasil ditemukan. Karena ransel sepertinya hilang tanpa jejak, saya akhirnya disarankan untuk membuat laporan. Saat tiba kembali di pusat kota, kita makan masakan Cina di Vivi's Wok.
Di hari berikutnya, kita kembali ke Interlaken Ost, kali ini untuk naik kapal di danau. Pemandangannya begitu rileks dan damai. Saya jadi berpikir, bagaimana bisa termotivasi untuk berkompetisi kalau tempatnya sesantai ini. Begitu buka jendela, yang terlihat itu hijaunya gunung dan birunya danau. Singapura yang dipadati gedung pencakar langit lebih cocok untuk kerja, haha.
|
Bersama Audrey dan Linda di Iseltwald. |
Kapal membawa kita ke Iseltwald, sebuah kampung sunyi dengan air danau yang jernih dan transparan. Saya jadi tergerak untuk duduk sejenak melihat unggas air berenang dengan tenang. Di Iseltwald juga ada lokasi yang muncul di serial Crash Landing on You. Saya tidak tahu cerita drama Korea ini, tapi ada antrian panjang yang hampir semuanya berwajah Asia. Istri saya juga tergoda, lalu turut berfoto di sana setelah antrian bubar.
Dari Iseltwald, kita lanjut ke ujung Danau Brienz. Masalahnya adalah, setelah Iseltwald, pemandangan selanjutnya terlihat kurang menarik sehingga sisa perjalanan kita hanya terasa seperti naik kapal feri menyeberangi danau. Kita makan kentang dan ikan goreng di Brienz, lalu pulang menggunakan kereta ke Interlaken.
|
Dalam perjalanan pulang dari Brienz ke Interlaken. |
Karena masih sisa waktu setengah hari, saya beraktivitas menggunakan aplikasi
Strava. Tempat tinggal saya tidak jauh dari Interlaken West, jadi saya berjalan ke Unterseen, kemudian berbelok ke Höheweg dan Interlaken Ost sebelum kembali ke Macdonald's. Ternyata memang kecil kotanya! Dan hari itu pun ditutup dengan santap malam di Sri Manee Isaan Thai House.
Kita meninggalkan Interlaken di pagi berikutnya. Selama di sana, kita menaiki kereta pagi di Interlaken West yang menuju ke Interlaken Ost. Oleh karena itu, tidak banyak waktu yang tersisa dan kita lekas berganti kereta yang lanjut ke Lucerne.
|
Saat menuju ke Lucerne. |
Saat kereta mulai berjalan, saya memperbaharui data laporan saya supaya tas yang hilang bisa dikirim Zürich. Saya jadi kepikiran, apakah Swiss akan terbukti seaman Singapura atau Jepang? Ini adalah sesuatu yang belum ada jawabannya dan saya pun hanya bisa menantikan kabar...