This topic felt somewhat familiar. Probably I had said something about this before, but what you are going to read here would surely sound different. It was new and inspired by different experiences. In fact, the two experiences I had were as new as yesterday and today. It was uncanny. They were one day apart, so intriguing that I felt like writing about them.
I was craving for mui fan yesterday, so my wife and I went to an eatery nearby our house. While waiting for our dinner to be served, we talked about how I missed traveling. The conversation led to one regret that I had in life: my parents and I never really had an overseas trip that included my brother. Now that Dad is no longer with us, that trip is not going to happen anymore.
When Mum and I finally had a trip with my brother earlier this year. |
Then I recalled the trip I had with my in-laws. In a blink of an eye, it's been seven years since we went to Bangkok. We talked about having another trip because one of my wife's siblings didn't join us at that time, but nothing was ever materialised since then. Funny how almost all of them could make it last time, but life had changed so much after that one and only overseas trip we had together. Que sera sera, I guess.
This morning, I had a chat with Wawa, one of a handful friends that has time to entertain my nonsense. Then we talked about Endrico and I sent her the picture below. When I did that, I noticed the date. It'd been almost a year since Semarang. I remember us talking excitedly about the overseas trip with other high school friends in order to celebrate the big 40. Endrico proposed Kota Kinabalu, but based on our polling result, it was decided that Da Nang would be our destination instead. Corona happened right after that. Everything was eventually put on hold until further notice.
The last time we had a trip with high school friends. |
These three events got me thinking and the first one hit me the hardest. I really couldn't remember the reason why we didn't go as the whole family. Probably I was just being optimistic that one day my parents, brother and I would travel together. Little did I know that our last chance turned out to be the day we found out Dad had cancer. Definitely not a joyous one. I learnt it the hard way that for all the things that we didn't do, thinking that we'd still have a chance next time, they'd become regrets once you lost the chance forever.
The bottom line is, when we have a chance to do things that matter to us, we better act on it. If whatever that we plan still fails due to unforeseen circumstances, at least we've tried. It'll become a failure that we can live with. I could say this because not all my plans were successful, but I could certainly look back and laugh about them. The one thing that I wanted but didn't do, it was no laughing matter. Believe me when I said it hurt, so don't make the same mistake as mine...
Tentang Sebuah Kesempatan
Topik kali ini terasa tidak asing. Mungkin saya sudah pernah menulis blog bernada serupa, tapi apa yang akan anda baca ini tetap akan berbeda isinya, terutama karena tulisan ini terinspirasi dari pengalaman yang baru saja terjadi. Ya, ada dua peristiwa yang terjadi kemarin dan pagi tadi. Dua hal ini ternyata memiliki kaitan satu sama lain, sehingga saya jadi tertarik untuk menulisnya.
Di Sabtu malam, saya ingin menyantap mui fan yang sudah lama tidak saya cicipi, jadi saya dan istri pun mengunjungi tempat makan di dekat rumah. Sambil menunggu makanan dihidangkan, kami berbincang tentang betapa saya ingin berlibur lagi. Saya lantas bercerita tentang satu penyesalan yang terkadang melintas di benak saya: adik saya tidak pernah ikut saat saya berlibur bersama Papa dan Mama. Sekarang Papa sudah tiada, jadi tidak mungkin lagi untuk mewujudkan liburan ini.
Ketika adik saya turut berlibur bersama di awal tahun ini, Papa sudah tiada. |
Kemudian saya teringat dengan liburan bersama keluarga besar istri. Hanya dalam sekejap mata, tujuh tahun sudah berlalu sejak liburan kami ke Bangkok. Terkadang saya, istri dan adik-adiknya membahas tentang liburan berikutnya, sebab ada satu dari mereka yang tidak ikut saat kita mengunjungi Thailand di tahun 2013. Hingga hari ini belum terwujud juga. Kalau dipikir lagi, entah kenapa dulu kebetulan bisa berlibur bersama.
Pagi tadi, saya bercakap-cakap dengan Wawa lewat WhatsApp. Wawa ini salah satu dari sedikit teman yang mau meladeni perbincangan yang konyol dengan saya. Ketika nama Endrico muncul di tengah percakapan, saya mengirim foto di bawah ini kepada Wawa. Tanpa sadar saya amati tanggalnya. Sudah hampir setahun berlalu semenjak kita jalan-jalan ke Semarang. Saya ingat bahwa saat itu kita berdiskusi dengan penuh semangat tentang liburan keluar negeri bersama teman-teman SMA dalam rangka merayakan usia 40. Awalnya Endrico mengusulkan Kota Kinabalu, tapi hasil jajak pendapat menentukan Da Nang sebagai tempat tujuan kita. Setelah itu tiba-tiba COVID-19 melanda. Semuanya pun tertunda sampai hari ini.
Terakhir kali kita berlibur bersama teman-teman SMA. |
Tiga peristiwa di atas lantas membuat saya merenung. Saya tidak ingat lagi, apa alasannya kenapa orang tua, saya dan adik saya tidak pernah berlibur ke luar negeri bersama, tapi mungkin saat itu saya optimis bahwa masih ada lain waktu. Tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa sekali-kalinya kita bersama di luar negeri adalah saat kita menyadari bahwa Papa mengidap kanker. Ini jelas bukan liburan yang saya harapkan. Dari situ saya belajar bahwa apa yang kita tunda hanya semata-mata karena kita merasa masih ada hari esok, bisa menjadi penyesalan begitu kita kehilangan kesempatan itu untuk selamanya.
Inti yang ingin saya sampaikan adalah, jika kita memiliki kesempatan untuk melakukan apa yang terasa penting bagi kita, maka sebaiknya kita melaksanakannya. Seandainya sudah dicoba pun masih gagal juga, setidaknya kita sudah berusaha. Kegagalan seperti ini akan menjadi sebuah kenangan tersendiri. Saya bisa berkata seperti ini karena tidak semua yang saya rencanakan itu berhasil, tapi saya bisa melihat kembali dan tertawa. Beda halnya dengan liburan keluarga yang tidak terwujud di atas. Ada rasa pedih setiap kali saya teringat kembali akan hal ini, jadi jangan sampai anda juga melakukan kesalahan yang sama seperti saya...