Total Pageviews

Translate

Saturday, January 20, 2024

Captain Thailand In Chiang Rai

The adventure of Captain Thailand and team continued! After two nights in Chiang Mai, we commenced our day trip to Chiang Rai. The sky was still dark when we left Novotel and headed to McDonald's right on front of Tha Phae Gate. We had our breakfast there, then waited to be picked up.

The tour guide name was Gesara. In the van, she briefed us about our destinations and their origins. None of the main attractions is very old, apparently. 

Visting the hot spring.

The first stop was a short one. We were just there to admire the Mae Kachan hot spring. The big one was kind of cool, though. It kept spouting water to the sky, but I had no idea if it was natural or relying on a mechanical pump, hehe. 

About one hour and 40 minutes later, we reached Wat Rong Khun, better known as the White Temple. Like I said earlier, the temple isn't from bygone era. It is new and the toilet, according to Cicilia, was easily the most decorated toilet she had even seen. The main temple is all white and very much ornamental. We were told that we could only go straight and we shouldn't turn back because the only way in heaven was forward. Inside the temple was a mural depicting popular characters such as Superman, Pikachu, Michael Jackson, Elvis Presley, etc. Ruling on top of them is, of course, the Buddha.

At the White Temple.

We had a buffet lunch before resuming our journey. Next stop was the Blue Temple or Wat Rong Suea Tan. The newest among the three destinations of the day, this temple has a lot of gigantic statues as well as the 12 animals of Chinese zodiac. Inside the temple was a statue of Buddha. While we were at this temple, we got the impression that Chiang Rai was bloody hot. 

After white and blue, the next color theme was black. It was a museum, though. The Black House, locally known as Baan Dam Museum, somehow reminded me of the traditional houses of Dayak or Minang ethnicity. The main building is filled with paintings and animal skins. There is a QR code next to each painting and scanning it would animate the object if you view it on your phone. There are also arts showing distorted male and female sex organs. It was a cultural thing. According to our tour guide, the northern part of Thailand used to be a kingdom called Lan Na and the people were naked then. 

Queuing at Aroy Dee.

That eventually concluded our tour. We headed back to the starting point: Tha Phae Gate in Chiang Mai. From there we walked to Aroy Dee. The Thai food here was cheap and good. I mean, we had stuff like omelette, green curry, tom yum, morning glory, chicken, coconut, smoothie and beer for five people and the bill was only THB 800! Highly recommended!

Then, as the day turned into our last night in Chiang Mai, we went to Rimping Supermarket at MAYA to buy some Thai flavored gift to bring back home. We saw some neon lights across the street when we first came here, so went to check it out this time. It was a happening place for beer and hangout, but after taking some pictures, we decided to go back to hotel instead. We still had one last agenda on the following day.

Visiting Doi Suthep.

And the last destination was Doi Suthep. We started early in the morning, we climbed 320 steps and, after doing a quick round of temple visit, we went to the viewing spot for sunrise. The city of Chiang Mai was right beneath us, but it was cloudy and foggy, so the rising sun wasn't visible.

We returned to the hotel area for breakfast. There's this place called Black Gooseberry. Must be a popular eatery in Chiang Mai, because it was fully packed and we had to queue. And it didn't disappoint. The four colored custard, the charcoal toast, the noodles, all good! After breakfast, we walked to a post office nearby because, you know, we had a postcard tradition.

Even the logo has panda!

It was still early in the morning when we were done with the errand, so we headed to Chiang Mai Zoo that was located near to our hotel. It has a panda on its logo and pretty every corner of it, so imagine our surprise the counter lady told us that the panda had died. She told us this right after I paid for the entrance tickets! It was so shocking and hilarious at the same time that we couldn't stop laughing for a while. 

So we went in to a panda-less zoo. It was big, but not well-maintained. We had to walk a lot and some path was an uphill climbing. After we saw the Indian rhino and the peacocks, we decided that we had enough, then jumped into the tram and made our way to the exit. 

Coffee break at Wawee Coffee.

We returned to hotel and checked out, had our lunch at MAYA and were on our way to the airport. As it was still too early to check in, we had a coffee break. About two hours later, we were in the plane to Singapore. The touch down in Changi officially ended the reign of Captain Thailand. We took the last picture together and parted ways. All good things must come to an end, but they left behind a couple of memories that made us richer than before...

Back to Singapore!



Kapten Thailand Di Chiang Rai

Petualangan Kapten Thailand dan tim berlanjut! Setelah dua malam di Chiang Mai, perjalanan pergi-pulang sehari ke Chiang Rai pun dimulai. Langit masih gelap ketika kita meninggalkan Novotel menuju ke McDonald's di depan Gerbang Tha Phae. Kita sarapan di sana sekaligus menunggu jemputan. 

Pemandu kita bernama Gesara. Di dalam minibus, dia bercerita tentang asal-usul tempat-tempat yang akan kita kunjungi. Ternyata tak ada satu pun yang sudah berusia ratusan tahun. Semuanya masih tergolong baru. 

Di sumber air panas Mae Kachan.

Pemberhentian pertama hanyalah sekedar persinggahan sejenak. Kita mampir untuk melihat sumber air panas Mae Kachan. Yang besar sumurnya lumayan menarik karena airnya terus menyembur ke atas. Entah itu alami atau dibantu dengan pompa air, hehe. 

Sekitar satu jam 40 menit kemudian, kita mencapai Wat Rong Khun yang juga dikenal dengan nama Kuil Putih. Seperti yang saya katakan tadi, kuil ini bukanlah peninggalan masa silam. Bangunan terlihat baru dan menurut Cicilia, ini toilet paling indah yang pernah ia lihat. Bangunan utamanya putih dan penuh ukiran. Menurut Gesara, kita hanya boleh berjalan lurus dan tidak boleh berbalik arah karena di surga hanya boleh terus berjalan ke depan. Di dalam kuil, lukisan di dinding menampilkan tokoh-tokoh seperti Superman, Pikachu, Michael Jackson, Elvis Presley dan lain-lain. Di atas semua karakter itu Budha duduk bertahta. 

Di Kuil Putih.

Makan siang kita adalah menu prasmanan di seberang kuil. Setelah kenyang, kita lanjut ke Kuil Biru alias Wat Rong Suea Tan. Kuil ini adalah yang terbaru dari tiga bangunan kontemporer yang kita tuju. Selain banyak patung raksasa, terlihat juga patung 12 zodiak Cina. Di dalam kuil ada patung Budha. Selagi berada di sinilah kita mendapat kesan bahwa Chiang Rai sungguh panas. 

Setelah putih dan biru, tema berikutnya berwarna hitam. Rumah Hitam bukanlah kuil, melainkan museum. Nama lokalnya adalah Baan Dam Museum. Bangunan utamanya mirip rumah khas Dayak atau Minang dan penuh dengan lukisan dan kulit hewan liar. Ada kode QR di samping tiap lukisan. Bila dipindai, lukisan tersebut terlihat seperti bergerak di layar telepon genggam. Selain itu ada banyak ukiran alat kelamin pria dan wanita juga. Pemandu kita bercerita bahwa ini adalah budaya Lan Na. Sebelum Thailand menjadi negara, bagian utara dulunya adalah kerajaan Lan Na dan penduduknya tidak berbusana. 

Antri di Aroy Dee.

Rumah Hitam menjadi penutup tur singkat ke Chiang Rai. Kita lantas kembali ke Gerbang Tha Phae di Chiang Mai. Dari sana kita berjalan ke Aroy Dee. Makanan Thai di sini murah dan lezat. Kita memesan telur dadar, kari hijau, tom yum, kangkung, ayam goreng, kelapa, bir, smoothie dan lain-lain, namun total biaya makan malam cuma THB 800 (sekitar IDR 350 ribu). Sungguh layak untuk direkomendasikan! 

Seusai santap malam, kita belanja oleh-oleh di Supermarket Rimping yang berlokasi di dalam MAYA. Di malam pertama kita di Chiang Mai, kita sempat melihat cahaya neon di seberang jalan, jadi kita pun melihat ada apa gerangan di sana. Ternyata ini tempat minum dan kumpul. Setelah berfoto-foto, kita kembali ke hotel karena masih ada satu tempat tujuan lagi di keesokan harinya. 

Mengunjungi Doi Suthep.

Dan tempat yang hendak kita kunjungi di pagi hari adalah Doi Suthep. Setibanya di sana, kita mendaki 320 anak tangga. Setelah melihat kuil, kita pergi ke sudut bangunan dengan pemandangan mengarah ke lembah. Kota Chiang Mai tepat ada di bawah, tapi kondisinya berawan dan berkabut sehingga kita gagal menyaksikan matahari terbit. 

Kembali ke kawasan hotel untuk sarapan pagi, kita makan di Black Gooseberry. Tempat ini sepertinya memang populer, sebab padat pengunjungnya, bahkan sampai harus antri. Dan makanannya tidak mengecewakan. Kastar empat warna, roti bakar hitam dan mienya memang enak. Sesudah sarapan, kita berjalan ke kantor pos karena mengirim kartu pos adalah tradisi liburan.

Bahkan logonya pun ada panda!

Hari masih cukup pagi sewaktu urusan pos sudah beres. Karena masih ada waktu, kita putuskan untuk ke Kebun Binatang Chiang Mai yang terletak tidak jauh dari hotel. Kebun binatang ini memiliki panda di logo dan di hampir setiap sudutnya, jadi bayangkan betapa kagetnya kita saat penjual karcis mengabarkan bahwa pandanya sudah tiada. Yang lebih kocak lagi, kabar tersebut disampaikan pas uang dan karcis berpindah tangan. Semua kaget dan tergelitik di saat yang sama, sampai-sampai kita tergelak cukup lama.

Jadi kita pun masuk ke kebun binatang yang tidak berpanda. Tempatnya luas, tapi tidak begitu terawat. Kita berjalan mendaki karena tanjakan di sana-sini. Setelah melihat badak India dan merak, kita naik tram ke pintu keluar. 

Ngopi di Wawee Coffee.

Kita kembali ke Novotel untuk mengambil koper, makan siang di MAYA dan meluncur ke bandara. Karena masih ada waktu sejam, kita pun ngopi dulu. Dua jam kemudian, kita sudah mengudara menuju Singapura. Pendaratan di Changi pun mengakhiri liburan bersama Kapten Thailand. Kita berfoto untuk satu kali terakhir dan berpisah jalan. Hal yang baik memang harus ada akhirnya, namun semua ini menyisakan kenangan yang membuat kita sedikit lebih kaya dari sebelumnya... 


Thursday, January 18, 2024

Captain Thailand In Chiang Mai

The story of Captain Thailand began back in last July, during lunch time. I stared at the trip to Pontianak that would happen in September. At that time, it was the only trip left in 2023, so I couldn't help wondering that it'd be a long while before I am going for another trip again in April 2024. It would certainly be nice to have a short trip in January, wouldn't it? 

While daydreaming, I was toying with the idea of Chiang Mai in our group chat as I hadn't been there before. I didn't expect much, so I was surprised that of all people, Hendra suddenly said he was keen to go!  

Hendra (left), with Surianto and Taty at Changi Airport.

An unlikely candidate, Hendra never went overseas with us before. The last trip he did with us was Tour de Java and he was the first to bow out from Japan trip last year. I was extremely intrigued that he wanted to see Chiang Mai. Thus the moniker Captain Thailand was born and Hendra became our captain. 

As usual, things happened rather quickly when it was another trip by Robinson Travel. Interested members were gathered and tickets were settled. Instagram links were shared in the group, giving me the rough ideas what the members would like to see. It was a good thing, as I couldn't for the life of me figure out what to do in Chiang Mai. 

Arriving at Chiang Mai Airport.
(Photo By Surianto)

Six months later, we arrived in our destination. Cicilia and Hendra had flown in earlier from Jakarta and we took the same flight from Singapore to Chiang Mai. The airport felt dated, but things were quite efficient there. We booked Grab, checked into Novotel, then began exploring the city on foot. 

We reached a local eatery not very far from our hotel. It was situated right next to MAYA Lifestyle Shopping Center. We stopped there and had our first Thai food in Chiang Mai. I personally find it interesting that our captain thought pad thai was too sweet when I normally eat it with sugar when in Thailand.

Taty and Cicilia waiting for their first meal.

Once we were done dining, we had a glimpse of MAYA and continued walking to Old Town. Half way there, we passed by a roadside stall called ราชาบะหมี่ เกี๊ยว ปู หมูแดง. It was crowded and Google Translate said this is the King of Noodles, so we sat down and ordered. Turned out to be good!

We resumed walking towards Old Town after that. Some parts of the city felt like Pontianak. The stretch heading to Hard Rock Cafe reminded me of Legian in Bali. But two things stood out in Chiang Mai, though: the cleanliness and the pavement. The city was really clean and the pavement was so wide that it was nice for walking in a breezy night. 

Making our way to Old Town.

From Hard Rock Cafe (because it was a must-visit), we browsed the night market and had a drink at Kalare Night Bazaar, then we Grabbed back to Novotel. Since there were five of us, we soon learnt that we either took GrabVan or Grab RodDaeng. The normal Grab didn't have enough space for five. 

We returned to Old Town on the following day, this time by taking a songthaew. This is the one called Grab RodDaeng. Had our breakfast at Chiang Mai Breakfast World. The rice soup was delicious. Next stop was Tha Phae Gate, because Cicilia wanted to feed the pigeons.

Trying out Grab RodDaeng.

Mae Kampong was our next destination. It was on a mountaintop, so we booked a van to get there. The van window had a Rambo sticker and Tom was one helluva driver that made us hold on tight, so we nicknamed him Rambo. We reached Mae Kampong around 11:21 AM and we would stay there for three hours. 

Mae Kampong is basically a small village with only one main road. Shops are lining up on both sides of the road. Thanks to its nice weather, it offers a relaxed atmosphere that suits the leisure mood. We walked as far as we could before having a coffee break at ฮ่อมดอย Coffee. The place was secluded and we were the only customers!

At ฮ่อมดอย Coffee, Mae Kampong.

After Mae Kampong, we headed back to the city and went to the Big Bee Farm because Cicilia would like buy some honey. The salesman did the presentation and we ate all the honey products he offered to us, haha. Later that night, we returned to Old Town and had our dinner at Lanna Square. My turn to get my first plate of pad thai with sugar!

The night was ended with a cabaret show. We waited at Anusarn Market as the show only began at 9.30pm. Some of us had never seen a cabaret, so they were enjoying it. Memorable moments including a rose squeezed by butt cheeks! As for me, I was nervous because I stood the closest to the stage. True enough, one of them came to tickle my chin!

Waiting for the cabaret show to start.




Kapten Thailand Di Chiang Mai

Cerita tentang Kapten Thailand ini bermula di bulan Juli silam, di saat jam makan siang. Kala itu saya terpaku menatap liburan ke Pontianak di bulan September yang tertera di aplikasi TripIt saya. Itu adalah satu-satunya rencana liburan 2023 yang tersisa pada saat itu, jadi saya pun membayangkan betapa lamanya saya harus menunggu hingga liburan berikutnya di bulan April 2024. Tentunya lebih menyenangkan bila ada satu liburan singkat di bulan Januari, bukan?  

Sambil melamun, saya iseng bertanya di grup SMA, apakah ada yang berminat ke Chiang Mai karena saya belum pernah ke sana. Di luar dugaan, Hendra ternyata berminat! 

Hendra (kiri), bersama Surianto dan Taty di Changi. 

Perlu dijelaskan bahwa Hendra ini adalah kandidat yang mengejutkan. Dia tidak pernah bertualang bersama kita ke luar negeri. Hendra hanya ikut serta dalam Tour de Java di tahun 2019 dan dia juga calon peserta pertama yang mengundurkan diri dari liburan ke Jepang. Saya jadi tergelitik oleh keinginannya untuk ke Chiang Mai. Dari sinilah lahir gelar Kapten Thailand yang kemudian disandang oleh Hendra. 

Seperti biasa, proses persiapan berlangsung cepat bilamana liburannya diselenggarakan oleh Robinson Travel. Yang mau ikut serta segera dikumpulkan dan pembelian tiket pun dibereskan. Cuplikan Instagram dibagikan di grup dan memberikan gambaran pada saya, apa yang kira-kira ingin dilihat oleh para peserta. Ini masukan yang bagus, terutama karena saya kesulitan untuk menemukan daya tarik Chiang Mai, hehe. 

Mendarat di Chiang Mai Airport.
(Foto oleh Surianto)

Enam bulan kemudian, kita mendarat di tempat tujuan. Cicilia dan Hendra terbang dari Jakarta, lalu kita berangkat bersama dari Singapura ke Chiang Mai. Bandara di kota kedua terbesar di Thailand ini kelihatan tua, tapi proses imigrasinya cukup efisien. Kita lantas naik Grab menuju Novotel, lalu mulai berjalan kaki menyusuri kota. 

Persinggahan pertama adalah tempat makan yang berada tak jauh dari hotel. Lokasinya pas di samping mal MAYA. Hari sudah menjelang malam, jadi kita pun menyantap menu Thai pertama kita. Kapten kita berpendapat bahwa pad thai ini terlalu manis. Satu komentar yang menarik karena saya justru biasa menambahkan gula pasir di pad thai saya. 

Taty dan Cicilia menunggu makan malam.

Seusai makan, kita masuk sebentar ke MAYA, lalu meneruskan perjalanan ke Kota Tua. Di tengah perjalanan, kita melewati tempat makan di kaki lima yang bernama ราชาบะหมี่ เกี๊ยว ปู หมูแดง. Ramai tempatnya dan menurut Google Translate, tempat makan ini disebut Raja Mie, jadi kita pun duduk dan memesan tiga mangkok untuk berlima. Lezat nian!

Setelah itu, kita lanjut lagi ke Kota Tua. Beberapa sudut kota terasa mirip dengan Pontianak. Sepanjang jalan yang mengarah ke Hard Rock Cafe pun bernuansa seperti Legian di Bali. Akan tetapi ada dua hal yang sangat menarik perhatian saya: kebersihan dan trotoar di Chiang Mai. Kotanya sungguh bersih dan trotoarnya juga lebar, sangat nyaman untuk berjalan kaki menikmati udara malam yang sejuk. 

Menuju ke Kota Tua. 

Dari Hard Rock Cafe (karena ini tempat yang wajib untuk dikunjungi), kita melihat-lihat dagangan pasar malam dan beristirahat sejenak di Kalare Night Bazaar. Dari situ kita berjalan sampai ke ujung jalan dan pulang dengan Grab. Karena kita berlima, kita akhirnya menyadari bahwa pilihan yang lebih cocok adalah GrabVan atau Grab RodDaeng. Grab biasa tidak memiliki cukup tempat untuk berlima. 

Keesokan paginya, kita kembali lagi ke Kota Tua. Kali ini kita naik songthaew yang dipanggil lewat opsi Grab RodDaeng. Kita sarapan di Chiang Mai Breakfast World dan saya memesan sup nasi. Sesudah mengisi perut, kita mampir ke Gerbang Tha Phae karena Cicilia ingin memberi makan burung merpati. 

Naik songthaew. 

Mae Kampong menjadi tujuan berikutnya. Lokasinya di puncak gunung, jadi kita memesan mobil van untuk ke sana. Di jendela mobil ada stiker Rambo dan supirnya memang jagoan, jadi kita juluki Rambo. Kita tiba kira-kira pada pukul 11:21 pagi dan berjalan-jalan tiga jam lamanya di sana. 

Mae Kampong ini ternyata cuma sebuah desa kecil yang memiliki satu jalan dan deretan toko di kiri-kanannya. Enak cuacanya, jadi suasana pun terasa santai. Kita terus berjalan hingga ke ujung, lalu beristirahat di kedai ฮ่อมดอย Coffee. Tempat ini terpencil dan rombongan kita adalah satu-satunya pengunjung!

Di Mae Kampong.

Dari Mae Kampong, kita kembali ke kota dan singgah di Big Bee Farm sebab Cicilia ingin membeli madu. Di tempat ini, penjual menjelaskan produknya dan kita tinggal icip-icip, haha. Di malam harinya, kita pergi ke Kota Tua lagi, kali ini makan malam di Lanna Square. Sekarang giliran saya menyantap pad thai dengan gula!

Dan malam itu ditutup dengan pertunjukan kabaret. Kita menunggu di Anusarn Market karena kabaret baru mulai jam 21:30. Beberapa di antara kita belum pernah menonton kabaret, jadi mereka sangat menikmati hiburan ini. Salah satu kenangan lucu adalah mawar yang dijepit di pantat. Bagi saya sendiri, saya agak gugup karena posisi saya paling dekat dengan panggung. Dan benar saja, seorang banci akhirnya mendekat dan menggelitik dagu saya! 

Menunggu pertunjukan kabaret dimulai.