Total Pageviews

Translate

Thursday, October 12, 2017

The Indian Cuisines

For food lovers, the beauty of staying in Singapore is to have all sorts of cuisines from various cultures in one city. Coming from Indonesia, I was already quite familiar with some local delicacies such as Chinese or Malay food. What unique for me was the Indian cuisines, because I never tried it before in my country.

I remember vaguely that the first time I ever tried Indian food was in Tampines, when I was working there. I think it was nasi briyani. The portion was big, with a lot of small plastic cups containing curry, from the plain one, the diluted one to the thick one. Afterwards we often had supper nearby Geylang Serai, where we would have roti prata. Up until then, I thought Indian food tasted alright. Edible, but not exactly fantastic.

With Angela, Sudarpo and Suresh.

That impression changed after I met Suresh, an Indian friend from Chennai. He was the one that showed me how good Indian food could be. For example, just when I thought I'd known all types of roti prata, he introduced to me another variant called kotthu prata. I wasn't sure if it was even in the menu, but he ordered and got it served on the table! It was like fried carrot cake, Indian style!

But of course Indian food is more than only roti prata. The real deal is much, much better. The key thing with Indian culinary is the spice they use. I think, to certain extent, we do use this particular ingredient in Chinese cooking, but the Indian culinary really makes good use of it and bring it to an entirely different level. As a result, Indian food tends to have a strong flavor and very rich taste. Do take note that spice is not chilli. The difference is something like this: with chilli, I immediately feel the hot and burning sensation, but with spice, I'll sweat gradually as I eat. 

Talk about the varieties, nasi briyani is the rather well-known one to the non-Indian. My personal choice is mutton briyani, simply because I like mutton. However, there are more to explore during lunch time. Around office area, my favorite joint is Shree Ganga, thanks to the boneless fish they serve. When I have time to go there and eat, I'll go for the plain rice with spinach, boiled egg with curry and the boneless fish. There are powder and oil on the table where we get our cutlery and my friend Aru once taught me that I should mix them together with the rice. I still haven't figured out what those are, actually, but they go well with the rice!

Top row: dosai, chicken lollipop and briyani.
Bottom row, from left: mutton masala, paneer 65, fried fish, ghee rice, palak paneer and prawn masala.
Photo by Muliady The

For the best and proper Indian meal, I still prefer Anjappar, the restaurant introduced by Suresh. Normally I'll start with chicken lollipop (chicken winglet partly wrapped with aluminium foil as a handle) and paneer 65 (fried tofu-like cheese), then proceed with dum briyani (can't really tell what the difference is when compared with other variants of briyani), ghee rice (a very fragrant and tasty basmati rice cooked with ghee), garlic naan (the oven-baked flatbread), prawn and mutton masala (another type of curry from the mixture of spices), palak paneer (minced spinach with paneer), and gulab jamun (it's like donut soaked in sugar water) as dessert and sweet lassi (a glass of diluted yogurt) as a closure. 

Overall, thanks to the use of spice, Indian food is not for everybody. Some, like an Australian acquaintance that I knew and had the Indian food together with Suresh and I before, struggled with food (in his case, he suddenly developed an uncontrollable runny nose problem). However, I strongly suggest you to give it a try. It's different than Chinese food, alright, but it's a good difference that you will appreciate.

From left: Edmund, Joseph, Boon, Muru, Anthony and Hock Siong at Kebabs & Curries
Photo by Hock Siong


Masakan India

Bagi pencinta makanan, keuntungan dari tinggal di Singapura adalah berlimpahnya aneka ragam makanan dari berbagai budaya. Karena saya berasal dari Indonesia, makanan Chinese dan Melayu yang saya temukan di sini tidak lagi asing bagi saya.  Makanan lokal yang unik bagi saya adalah masakan India, karena saya tidak pernah mencicipinya selama berada di Indonesia.

Seingat saya, pertama kali saya mencoba makanan India adalah saat saya berada di kawasan Tampines, tempat kerja saya 11 tahun yang lalu. Kalau tidak salah, yang saya coba adalah nasi briyani. Porsinya banyak dan dilengkapi beberapa plastik kecil yang berisi kari, mulai dari yang bening kekuningan, encer, sampai yang kental. Setelah itu, sewaktu masih tinggal bersama teman-teman sesama bujangan, kita sering makan tengah malam di Geylang Serai, menikmati roti prata sambil berbincang. Saat itu saya berpikir, makanan Indian tergolong lumayan. Bisa dimakan, tetapi biasa-biasa saja.

Kesan ini berubah setelah saya bertemu Suresh, teman Indian yang berasal dari Chennai. Dia membuka wawasan saya tentang makanan India. Sebagai contoh, ketika saya merasa sudah mengenal berbagai tipe roti prata, Suresh memperkenalkan saya jenis lain yang disebut sebagai kotthu prata. Sepertinya saya tidak pernah melihat yang satu ini di menu, tapi dia bisa memesannya dalam bahasa Tamil dan kotthu prata pun terhidang di meja. Bentuknya seperti kue lobak goreng gaya India. 

Akan tetapi tentu saja makanan India lebih dari sekedar roti prata. Menu yang merupakan santap siang dan malam tentu jauh lebih enak. Kunci masakan India adalah rempah-rempah yang digunakannya. Saya rasa masakan Chinese juga menggunakan rempah-rempah, tapi kuliner Indian sepenuhnya mengandalkan bahan masakan ini sehingga aromanya lebih kuat dan kaya akan rasa. Oh ya, perlu diketahui bahwa rempah-rempah itu tidak berarti cabe. Bagi saya, perbedaannya seperti ini: kalau cabe, saya bisa langsung merasakan pedasnya, sedangkan kalau rempah-rempah, semakin saya makan, semakin saya akan berkeringat.

Ikan tanpa tulang, bayam dan telur rebus kari dari Shree Ganga.

Bicara tentang ragam masakan Indian, nasi briyani adalah salah satu jenis yang paling dikenal oleh orang non-Indian. Secara pribadi, saya suka briyani daging domba karena saya memang suka daging domba. Kendati begitu, masih banyak lagi menu yang bisa dipilih untuk makan siang. Di dekat kantor, favorit saya adalah rumah makan Shree Ganga karena ikan tanpa tulangnya yang lezat. Bilamana saya mampir di sana, biasanya saya akan pesan nasi putih, bayam kuah kari encer, telur rebus kari dan ikan tanpa tulang. Di atas meja tempat sendok dan garpu juga disajikan semacam minyak dan tepung. Teman saya Aru mengajarkan saya untuk mencampurkan dua bahan ini dengan nasi. Saya tidak tahu tepung dan minyak apa itu sebenarnya, tapi rasanya cocok dengan nasi!

Untuk makan malam ala India, pilihan saya adalah restoran Anjappar yang direkomendasikan oleh Suresh kepada saya. Biasanya saya akan mulai dengan ayam lolipop (semacam sayap ayam yang dibungkus sedikit dengan kertas aluminium sebagai gagang pegangan) dan paneer 65 (tahu keju goreng), lalu lanjut dengan dum briyani (terus-terang saya tidak tahu apa bedanya dengan briyani lain), nasi ghee (nasi dari beras basmati yang wangi dan gurih karena dimasak dengan ghee), naan bawang (roti datar yang dipanggang), udang dan daging domba dengan kuah kari masala (kombinasi rempah-rempah), palak paneer (bayam cincang yang dimasak dengan paneer) serta gulab jamun (mirip donat yang direndam dengan air gula) sebagai pencuci mulut dan lassi manis (yogurt cair) sebagai penutup. 

Sebagai kesimpulan, karena banyaknya penggunaan rempah-rempah, masakan Indian mungkin tidak cocok untuk setiap orang. Beberapa orang yang saya temui, misalnya orang Australia yang bersantap siang bersama saya dan Suresh dulu, berjuang menghabiskan makanannya (orang Australia ini tiba-tiba ingusan karena tajamnya aroma rempah-rempah). Meski begitu, saya sarankan anda mencobanya. Rasanya berbeda dengan masakan Chinese atau Melayu, tapi itu adalah perbedaan yang baik dan anda akan menghargainya bila anda menyukainya.

Dari kiri: Anthony, Muliady, Taty, Eday dan Surianto di Anjappar.




No comments:

Post a Comment