Total Pageviews

Translate

Saturday, December 9, 2017

The Long Walk

I remember feeling amused when I saw the picture below. For once I had the walking activity measured and recorded, therefore I could see that I'd traveled as far as almost 11km from west to east side of Singapore in roughly two hours. However, it wasn't the result, but rather the sentimental value behind it that impressed me. When I looked at it, I was reminded again about how I love walking and how I often did it when I was in Pontianak.

The night we did the after office-hours walk.

In order to understand this, you'd have to know that walking on the streets was not part of our culture. Pontianak was not a pedestrian-friendly town: it was hot, dusty and the pavement was often missing from the roadside. This perhaps was the reason why people would ride the motorbike even though it was actually very near.

I wasn't that lucky. In fact, I never had a motorbike in my entire life. I got only a bicycle or two, but for a reason that I couldn't recall now, I actually walked a lot with my school friend Parno. We did quite a distance that teenagers usually wouldn't do on foot, but it was alright for us because we could talk as we walked.

Parno and I, walking buddies, when we were in Kuching almost two decades ago.

Then came the time when I went with a bunch of school friends to Temajo, the haunted island. Throughout the entire time when we got lost, we walked from noon to evening, covering unusual landscapes such as hiking up to the hill, crossing the muddy soil with tall grasses, hopping from one stone to another another as we passed by the rock terrain. Eventually we took a dive into the sea, making our way to the hut on the other side of the gulf. That was a punishing seven-hours walk, my best record since 1998, to be broken only recently in 2017.

Earlier this year, I was organising a Singapore trip for my friends. I told them Endrico and I would be the guides and we'd explore Singapore on foot to have a glimpse of the city from a different angle. The motive was only partly revealed. What I never said until now was, I also wanted to have some fun by getting them walking while fully knowing that people from Pontianak weren't used to walking, haha. I reminded them repeatedly to get a nice pair of shoes for walking, of course.

The tourists at Boat Quay. 

As I expected, it turned out to be a happy outing. Singapore was such a fantastic city for tourist to walk around and I was glad that we did it that way because surely it was a different kind of experience for them. On the first day, we started at 8am by having breakfast in Chinatown, then we walked from there to Clarke Quay, Boat Quay, Raffles Place, Merlion, then turned right to Fullerton Bay. We headed to Marina Bay Sands and Gardens by the Bay before we turned back and went to Helix Bridge, Millenia Walk and ended that day at Suntec City. It was 11 hours of walking! The ending point of the original itinerary was Farrer Park, but we didn't make it.

The second day was supposed to be a leisure stroll from Dhoby Ghaut to Orchard, from one shopping mall to another. It rained, so we immediately skipped the rest and went from Plaza Singapura to Ion Orchard by train instead. After crisscrossing the malls up until Takashimaya, we went back to Dhoby and headed to Sengkang and Punggol to have a look at how Pontianak people were living overseas. Definitely not your usual tourist spots!

At Endrico's house. 

The third day was the morning walk from Marang Trail all the way up to Mount Faber. Afterwards, we passed by Henderson Waves and continued to Southern Ridges. We took a bus from there to VivoCity, then hopped on to another bus to Sentosa for lunch. After that, we dropped by Chinatown for a short while before we carried on to Farrer Park to visit the legendary Mustafa Centre. We ended our visit properly with a dinner at Anjappar, the tasty Southern Indian food. The tourists resumed their journey to Bugis and spent the night at Clarke Quay.

Coming from Pontianak, I think it must be torturous for them to walk like mad. On the bright side, this wasn't any regular tour where tourists were being driven around to see things from afar. This was the walking tour: up, close and personal. And this, my friend, is how you should enjoy Singapore. Keep walking!

The morning walk, at Southern Ridges.


Perjalanan Yang Panjang

Saya ingat betapa saya merasa terkesan saat saya melihat gambar pertama di atas. Di hari itu saya menggunakan aplikasi untuk merekam dan mengukur aktivitas saya dalam berjalan kaki. Dari situ saya bisa melihat bahwa saya telah menempuh jarak hampir 11km jauhnya. Saya berjalan dari barat ke timur Singapura dalam waktu kurang lebih dua jam. Kendati begitu, yang membuat saya terkesan sebenarnya bukan data yang tertera di gambar, tetapi kenangan yang tersirat. Ketika saya melihat gambar tersebut, saya teringat lagi bahwa saya suka berjalan kaki dan sering melakukannya sejak saya di Pontianak. 

Untuk memahami istimewanya hal yang satu ini, perlu dijelaskan bahwa berjalan kaki bukanlah bagian dari budaya orang Pontianak. Kota ini tidak ramah terhadap pejalan kaki karena sangat panas cuacanya, berdebu dan trotoar pun sering kali tidak ditemukan di pinggir jalan. Mungkin karena inilah orang Pontianak lebih sering mengendarai motor ke mana-mana meski dekat jaraknya.

Saya tidak seberuntung itu. Saya bahkan tidak pernah memiliki motor sepanjang hidup saya. Saya hanya pernah mempunyai sepeda, tapi untuk alasan yang tidak lagi saya ingat, dulu saya sering berjalan kaki bersama Parno, teman sekolah saya. Jarak yang kita tempuh tidaklah pendek, tapi tidak terasa bagi kita karena kita senantiasa berbincang saat berjalan.

Temajo, 2017.
Foto: Parno.

Kemudian saya mengunjungi Temajo bersama teman-teman sekolah. Ketika tersesat di sana, kita berjalan dari siang hingga senja, melewati jalan menanjak menuju bukit, menyeberangi tanah berlumpur dengan rumput liar yang tinggi di sisi kiri dan kanan, lantas melompat dari satu bongkahan batu ke bongkahan lainnya di pantai berbatu. Setelah itu kita terjun ke laut dan menghampiri pondok yang ada di tepi teluk. Total perjalanan tersebut berkisar tujuh jam dan menjadi rekor terbaik saya sejak 1998 sebelum akhirnya terpecahkan di tahun 2017. 

Di pertengahan tahun 2017, saya mengadakan kunjungan wisata ke Singapura untuk teman-teman saya. Saya katakan pada mereka bahwa saya dan Endrico akan menjadi pemandu dan kita akan berjalan kaki menjelajahi Singapura untuk melihat kota ini dari sudut pandang yang berbeda. Apa yang tidak pernah saya katakan sampai sekarang adalah, saya tertarik untuk melihat mereka berjalan kaki, meski saya tahu bahwa ini bukanlah kebiasaan mereka, haha. Supaya lancar, saya juga berulang kali mengingatkan mereka untuk memakai sepatu yang nyaman untuk berjalan.

Di terowongan Hotel Fullerton, dalam perjalanan ke Merlion.

Seperti yang saya harapkan, tur jalan kaki yang direncanakan sejak tahun lalu itu berlangsung dengan cukup baik. Singapura adalah kota yang fantastis untuk berjalan kaki. Di hari pertama, kita mulai dengan sarapan pagi jam delapan di Chinatown, lantas kita mulai berjalan ke Clarke Quay, Boat Quay, Raffles Place, Merlion, kemudian belok ke kanan, ke arah Fullerton Bay, menuju Marina Bay Sands dan Gardens by the Bay. Setelah itu kita berbalik arah ke MBS lagi dan lanjut ke Helix Bridge, Millenia Walk dan mengakhiri perjalanan kita di Suntec City. Kita berjalan 11 jam lamanya! Menurut rencana, seharusnya hari tersebut berakhir di Farrer Park, namun tidak tercapai.

Hari kedua dijadwalkan sebagai jalan santai dari Dhoby Ghaut ke Orchard, dari satu mall ke mall lain. Karena hujan, rencana pun batal dan kita langsung bertolak ke Ion Orchard dari Plaza Singapura. Setelah menembus Wisma Atria dan sampai di Takashimaya, kita kembali ke Dhoby Ghaut untuk pergi ke Sengkang dan Punggol untuk melihat bagaimana kehidupan orang Pontianak di negeri orang. Ini jelas bukan pengalaman turis biasa!

Makan malam di Punggol, saat menanti kepiting saus cabe.

Di hari ketiga, kita olahraga jalan pagi dari Marang Trail naik ke Mount Faber, lalu melewati Henderson Waves dan berakhir di Southern Ridges. Kita naik bis dari sana ke VivoCity, lalu berganti bis lagi ke Sentosa untuk makan siang. Selanjutnya kita singgah sebentar di Chinatown, kemudian menuju Farrer Park untuk mampir ke Mustafa Centre yang terkenal dan mencicipi masakan India di Anjappar yang berada di seberangnya. Malam harinya, para turis ke Bugis dan bersantai di Clarke Quay sebelum pulang pada keesokan harinya.

Bagi yang datang dari Pontianak, berjalan kaki gila-gilaan seperti ini pastilah melelahkan. Walaupun begitu, perasaan cape ini kiranya sepadan dengan pengalaman yang didapat. Ini bukan tur biasa dimana para turis hanya duduk dan diantar sampai ke tempat tujuan wisata. Ini adalah tur jalan kaki, melihat dari dekat sebuah potret kehidupan di negara ini. Dan para pembaca yang budiman, beginilah seharusnya anda menikmati kunjungan ke Singapura. Tetaplah berjalan!

Malam di Clarke Quay.

No comments:

Post a Comment