Total Pageviews

Translate

Saturday, March 3, 2018

The Breakthrough

When I was a kid, I always wondered why things should be done in certain ways. I remember asking my Mum why kangkong (water spinach) had to be fried the way she did it. The answer was something vague like, "because it's been done like this for generations." While I had nothing against the family recipe, I also had this undying curiosity that perhaps something different could be done here.

Fast forward to few days before Chinese New Year 2018, my friend Harry said he was flooded by layer cake orders. The baking process, if you ever saw it before, was easily the most laborious one ever. You literally had to bake it layer by layer, hence the name. Imagine if you had to bake so many of them. Although the money was good, the effort was gruelling.

When Eday helped us cutting our fair share.

It was in the midst of this that I brought up the idea of using duck eggs instead of chicken eggs. My idea was easily dismissed as a nuisance. Nobody, at least the people we knew, ever did this before. It was using chicken eggs all this while, so why reinvent the wheel? Couldn't blame Harry for thinking that I was only kidding. However, I was persistent and finally he relented, saying that he'd look at it after the festive season was over.

The man kept the promise. Once holiday was over, he bounced the idea again within our small group of friends. Speaking from his experience, he thought we shouldn't stop at using duck eggs. How about adding in salted egg, too? I had no idea what good it would bring, but since he was the expert and this was meant to be an experiment, we got nothing to lose.

On February 27, 2018, at 15.52 Singapore Time, the salted egg layer cake made its first public appearance. It was fresh from oven. The moment it was cold enough to be sliced, it was split into smaller pieces of cake and distributed to many places, including Ketapang for Yen Susanti and Jakarta for Endrico to bring over to Singapore. Each of us got only a a very tiny piece that Vivi humorously put a chili sauce sachet next to it as a size comparison.

And that's how big Vivi's share was! 

The taste, however, was brilliant. I was no food tasting expert, but even I could feel the unique salted egg yolk texture in every bite. It was addictive and had a rich flavour. For a first attempt, it was definitely a success!

But only God knows if there'll ever be a second attempt. Because Harry used only the best ingredients (and it didn't help that duck eggs were rather rare in Pontianak), the cost was so high that it may not be commercial enough for public consumption. Perhaps it is only suitable for niche market. Perhaps the ingredients can be adjusted to bring down the price. I don't know.

What I do know is, our little experiment showed us that a little imagination coupled with years of experience was capable of bringing us to an uncharted territory. In a world where everything seems be coated with salted egg, it's a pleasure to know that we took part in giving birth to its latest iteration, the salted egg layer cake. May the world be a better place because of it...

Extra texture!


Kisah Sebuah Terobosan

Ketika saya masih kecil, saya sering berpikir, kenapa beberapa hal mesti dilakukan dengan cara yang itu-itu saja. Saya ingat saat bertanya pada ibu saya, kenapa dia selalu memasak kangkung dengan cara yang sama. Jawabannya, kalau saya tidak salah, terdengar meragukan seperti, "karena inilah yang sudah dilakukan secara turun-temurun." Walau saya tidak pernah keberatan dengan resep keluarga, saya selalu membayangkan bahwa seharusnya kita bisa mencoba dengan cara lain. 

Beberapa hari yang lalu, sebelum tahun baru Cina 2018, teman saya Harry bercerita bahwa dia kebanjiran order kue lapis. Proses pemanggangan kue lapis itu, kalau anda pernah lihat sebelumnya, adalah proses yang panjang dan bertele-tele. Anda harus memanggangnya selapis demi selapis sehingga jadilah kue lapis. Bayangkan jika anda harus membuat banyak kue lapis. Walau sangat menguntungkan, prosesnya pun sangat melelahkan. 

Hendra menyantap potongan pertamanya. 

Di saat inilah saya berkata padanya bahwa bagaimana kalau ia membuatkan saya kue lapis dari telur bebek. Karena kue lapis itu lazimnya terbuat dari telur ayam, saya lantas dianggap iseng. Sejauh yang kita ketahui, tidak pernah ada kue lapis yang terbuat dari telur bebek, jadi Harry pun berpikir bahwa saya hanya bercanda. Akan tetapi saya sangat serius. Akhirnya dia berjanji untuk melihat apakah permintaan ini bisa disanggupi. 

Kira-kira seminggu setelah tahun baru Cina, Harry kembali dengan ide tentang kue lapis ini. Dia merasa bahwa telur asin pun bisa ditambahkan ke dalam kue lapis yang rencananya akan dibuat dari telur bebek ini. Saya tidak paham apa maksudnya, tapi karena dia adalah ahlinya, saya percaya saja dengan idenya. 

Tanggal 27 Februari 2018, jam 15.52 sore waktu Singapura, penampilan perdana kue lapis telur asin ini pun dihadirkan lewat WhatsApp tidak lama setelah diangkat dari oven. Setelah dingin, kue lapis ini diiris menjadi potongan yang lebih kecil untuk dibagikan kepada teman-teman yang bersedia untuk mencicipinya. Satu porsi dikirim ke Ketapang untuk Yen Susanti dan satu lagi dikirim ke Jakarta untuk dibawa oleh Endrico ke Singapura. Masing-masing hanya mendapat potongan yang kecil dan Vivi pun tergelitik untuk memberikan perbandingan dengan cara meletakkan bungkusan sambal cabe di belakangnya (foto kedua dari atas). 

Kemunculan perdana. 

Kendati begitu, rasanya sungguh menakjubkan. Saya bukanlah orang yang mahir dalam menilai rasa makanan, tapi saya bisa merasakan tekstur kuning telur asin yang unik dalam lapisan kue tersebut. Rasanya menggiurkan dan kelezatannya patut diacungi jempol. Hasil karya pertama ini sangat sukses! 

Hanya Tuhan yang tahu apakah akan ada karya kedua. Karena Harry menggunakan bahan yang terbaik dan telur bebek pun mahal harganya di Pontianak, ongkosnya tergolong tinggi bila dibandingkan dengan kue lapis biasa. Mungkin resep yang satu ini hanya cocok untuk kalangan tertentu. Cara lainnya, mungkin bahan dasarnya bisa disesuaikan dengan kemampuan pasar. Saya tidak tahu persis. 

Apa yang saya ketahui dari percobaan ini adalah, di tangan seorang pakar, sebuah imajinasi bisa membawa kita kepada sesuatu yang baru. Di dunia dimana semuanya seperti dilapisi dengan telur asin, senang rasanya bisa mengambil bagian dalam membidani lahirnya versi terbaru dari makanan yang menyandang nama telur asin. Semoga kue lapis telur asin ini membuat dunia menjadi lebih bahagia dari sebelumnya...

Yen Susanti berpose mencicipi kirimannya.

No comments:

Post a Comment