Total Pageviews

Translate

Monday, March 11, 2019

Nomor Urut 4

Pak Eddy adalah guru matematika saya sewaktu saya bersekolah di SMP Santu Petrus. Pelajarannya menarik, namun bukan karena saya menyukai atau pintar matematika, melainkan karena selalu saja ada siswa yang dihukum olehnya. Mencekam rasanya saat melihat beliau marah, tetapi ada rasa geli juga saat melihat tingkah teman-teman yang tidak beres dan akhirnya dihukum karena berbagai alasan. Sekarang, kalau saya kenang kembali, Pak Eddy itu bukan cuma sekedar guru. Dia juga seorang pendidik dan dia memberikan hukuman supaya murid-muridnya disiplin dan mengerti apa kesalahan mereka. Bilamana saya dan teman-teman bernostalgia, tidak ada satu pun dari kita yang menaruh dendam karena dihukum. Lebih dari 25 tahun telah berlalu, namun banyak muridnya yang tetap mengingat beliau sebagai guru yang baik.

Gunawan dan Pak Eddy, mantan murid dan guru.

Ya, kita ingat dengan jasanya, namun apa yang mungkin jarang kita ketahui adalah bagaimana Pak Eddy mengabdi sebagai seorang pendidik. Beliau ini seorang relawan yang sudah berkiprah di bidang edukasi sejak 1982. Mengajar dan membina generasi muda adalah panggilan hatinya sehingga ia pun bersedia membagikan ilmunya tanpa mengenakan biaya pada mereka yang tidak mampu. Ini adalah wujud dari baktinya untuk sesama dan negara. Memang kalau yang namanya sudah keikhlasan dari dalam hati itu bisa mendorong orang untuk bekerja tanpa pamrih.

Di sela-sela kesibukannya dalam mengajar, Pak Eddy masih menjadi aktivis LFO (Love For Others) dan Beloved Community, dua organisasi sosial yang bersentuhan langsung dengan masyarakat kelas bawah di Pontianak dan sekitarnya. Singkat kata, aksi kemanusiaan bukanlah hal yang baru ditekuninya, tapi sudah dari sejak dulu. Pengalamannya dalam bakti sosial selama bertahun-tahun kemudian membuatnya sadar bahwa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif adalah langkah selanjutnya. Sebagai abdi negara, tentunya dia bisa berbuat lebih banyak lagi untuk masyarakat, terutama dalam sektor pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial.

Pak Eddy saat berpartisipasi dalam kebaktian sosial. 

Pak Eddy sudah berkecimpung di bidang politik sejak tahun 2002, ketika dia memperkenalkan Partai Demokrat di Pontianak. Karena kapasitasnya sebagai anggota senior, dia akhirnya diusung menjadi caleg. Sebagai pemain lama, beliau tahu tantangan apa yang ia hadapi. Bahkan dari kalangan sendiri pun ada saja permasalahannya. Ada stigma bahwa orang Tionghoa terkesan eksklusif dan hal inilah yang harus diubah. Sebagai orang yang terjun langsung ke lapangan, Pak Eddy mengerti betul bahwa orang Tionghoa yang berprofesi sebagai pengusaha dan berdomisili di kota besar memang kerap kali kekurangan waktu sehingga tidak sempat lagi bersosialisasi, tapi Pak Eddy juga telah melihat bahwa masyarakat Tionghoa yang tinggal di daerah pelosok lebih cenderung membaur. Bagi Pak Eddy, hidup ini harusnya menjadi berkat bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Setiap suku, termasuk juga Tionghoa, hendaknya mengamalkan sudut pandang tersebut. Saya pribadi terkesan saat dia memaparkan bahwa Tionghoa itu berbeda dengan orang Cina karena yang disebut orang Cina itu berarti mereka yang ada di negeri Cina. Penjelasannya sejalan dengan pemikiran Lee Kuan Yew bahwa dirinya adalah orang Singapura, bukan orang Cina.

Pak Eddy bersama dengan murid-muridnya.


Tantangan lainnya ada bagaimana orang awam berpikir bahwa yang namanya politikus itu biasanya korup, terutama mereka yang telah mengeluarkan uang banyak supaya terpilih. Pak Eddy mengiyakan bahwa ada yang demikian, tapi ada juga yang tidak. Cara yang paling baik dan efektif adalah kerja nyata yang bisa dilihat oleh masyarakat. Pak Eddy telah memiliki rekam jejak yang panjang dalam hal ini. Keikutsertaannya dalam bakti sosial selama bertahun-tahun telah membuktikan bahwa beliau melayani dengan hati dan bersungguh-sungguh. Ucapannya senantiasa konsisten dari tahun ke tahun: benar, bisa dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dia adalah contoh dan teladan, bukan sekedar pencitraan yang hanya muncul di masa kampanye. Lebih lanjut lagi, Pak Eddy juga menjelaskan bahwa visi dan misinya yang berfokus pada pendidikan dan penanganan masalah sosial masyarakat adalah murni programnya. Menurut Pak Eddy, program ini bisa dijalankan tanpa memandang di komisi mana dia ditempatkan bila terpilih nanti.

Perlu diingat pula bahwa memilih caleg itu adalah memilih figur yang bisa membawa kemajuan bagi masyarakat. Ketika saya menyinggung tentang BTP, beliau menjawab dengan singkat dan tegas bahwa abdi negara itu harus seperti BTP. Saya hanya bisa tersenyum. Kalau bisa memilih orang yang saya kenal, yang sudah terbukti rekam jejaknya dan tahu bahwa Ahok itu adalah standar seorang pejabat masa kini, kenapa harus memilih yang lain? Saya rasa tidak lagi zamannya bagi orang Tionghoa untuk berpangku tangan. Sebagai warga negara yang taat hukum, kita bisa tunjukkan kepedulian kita dengan memanfaatkan suara kita untuk memilih wakil rakyat. Saya kita bisa mulai dengan memilih nomor urut 4 dari Partai Demokrat ini...

Coblos nomor urut 4!

No comments:

Post a Comment