Total Pageviews

Translate

Wednesday, March 20, 2019

The Hotels

If I had to rate myself, I reckoned my lifestyle had been pretty humble. I didn't wear expensive branded stuff. Apart from my love for BlackBerry, I didn't spend much money on electronic gadgets. I'd also been wearing only two decent Seiko watches since 2008. The first one was given by my girlfriend, the second one was given by my wife last year to replace the first one (by the way, both my girlfriend and my wife happened to be the same woman). If there was ever a slightest hint of luxury in my life, it must be my fondness of staying at the hotels. It's clean, it's comfortable and I like being spoiled by the cozy feeling of it!

Assuming that my memory didn't fail me, the first hotel I ever stayed at was Hotel Peninsula Mangga Besar. It might not be a great hotel by today's standard, but I was four and it was my first hotel during my first trip to Jakarta, so it was cool! Then, when I went to Kuching few years later, the first overseas hotel I stayed at was Hua Kuok Inn. Looking back, it was just a budget hotel, but when you were just a kid and you went abroad for the first time, you'd be too happy to worry about such trivial matters, haha. By the way, both hotels are still around today.

James Wu at Ibis, the 3-star hotel.

I started noticing the star rating system when I worked at Kartika Hotel in 1998. It had two stars. Wisma Siantan Indah, owned by the same boss and located across Kapuas River, didn't have any stars. The grandest hotel in Pontianak at that time was the 3-star Kapuas Palace and Mahkota Hotel. Then, as I traveled, I formulated this thought that 1-star was passable, 2-star was not bad, 3-star was okay, 4-star was the safest bet and 5-star was good to have sometimes.

One of the most memorable 1-star hotels I ever checked-in to was the one in Ho Chi Minh City. It was in 2009, before we knew about Agoda, so I'm pretty sure it was a walk-in. The front desk was manned by a receptionist that struggled with his English, breakfast was ordered from the stall next door, but our room was clean and since it was meant to be a budget trip anyway, it was alright. The 2-star hotels are, for instance, Pop! Hotel and Amaris Hotel in Indonesia. The interior design is modern and the rooms are compact, just nice for one person. Not that you can't fit two people in, but it'll be better if the second person got his own room, haha. Ibis hotels are typically 3-star hotels. Slightly spacious with minimum amenities. 4-stars is your entry level to the luxury treatment. Just think of Novotel or Mercure and you'll get the idea of how different it is: very nice and relaxing. Finally, the 5-star, let's just say that I'd save them for special occasions such as honeymoon (Millennium Resort in Phuket), pampering my daughter (Disney's Hollywood Hotel in Hong Kong) or when I felt like it (Radisson Blu in Cebu). Oh yeah, for travelling purpose, you may want to search for and compare both 3-star and 4-star. The 3-star hotels aren't necessarily bad and some 4-star hotels could be as cheap as other 3-star hotels, so do your homework!

Linda at ryokan-type of room in Hakone.

Certain hotels had themes. For example, Japan had capsule hotels and ryokan. I tried one in Kanda area, one stop away from Tokyo Station, and while it was only rated 1,5 stars, it was actually alright and the experience was rather interesting. It was like sleeping in a coffin with a TV set attached to it. I always bumped my head onto the low ceilings as I wasn't used to it, haha. The showering time was also challenging, especially when I had to share the space with four or five naked people. It was just not part of Indonesia culture! Ryokan, on the other hand, was quite comfortable. If you ever watched the Doraemon series, it was exactly like Nobita's room, a classic Japanese bedroom with tatami mat. Kinda cool!

And our hotel story doesn't end there. In the recent years, staycation was actually a thing. I did it once. Instead of travelling, my family and I had a short getaway by staying at D'Resort in Pasir Ris, Singapore. It had family-oriented rooms with themes such as Amazonian Jungle and Underwater. My daughter loved the room because it had bunk beds for her, the one thing that she always talked about at that point of time. The whole idea of staycation was to have a change of environment just for a short while and it was kind of refreshing. Definitely worth trying it, especially when you only had a little time to spare.

Now, we'd gone this far and I hadn't mentioned anything abut AirBnB. If you ever wondered why, that's because I had a very limited experience with AirBnB. However, if the idea was to stay with the host, I doubted that I'd enjoy it. In a life where we wouldn't have any chance to bring the money we earned to our next life, it wasn't a bad idea to spend a bit more than usual to reward ourselves after one year long of hard work. In my case, that favorite state of great comfort and elegance happened to be called the hotels...

When we were having staycation. 


Tentang Hotel 

Jika saya harus menilai gaya hidup saya sendiri, saya rasa saya cukup sederhana. Saya tidak memakai barang bermerk yang mahal. Selain kecintaan saya pada BlackBerry, saya hampir tidak pernah menghamburkan uang untuk membeli barang-barang elektronik. Saya juga hanya mengenakan dua jam Seiko biasa dari sejak tahun 2008. Jam tangan yang pertama adalah hadiah dari pacar saya dan yang kedua diberikan istri saya tahun lalu sebagai gantinya setelah jam tangan yang pertama rusak (oh ya, pacar dan istri saya ini kebetulan adalah wanita yang sama, hehe). Bila ada sedikit jejak bahwa saya juga menyukai sesuatu yang mewah, maka itu adalah kegemaran saya dalam menginap di hotel. Ya, saya suka kesannya yang bersih, nyaman dan elegan.

Seingat saya, hotel tempat saya pertama menginap adalah Hotel Peninsula Mangga Besar. Hotel ini mungkin tidak tergolong sebagai hotel bagus di zaman sekarang, tapi saat itu saya adalah bocah berumur empat tahun yang baru pertama kali bepergian ke Jakarta, jadi benar-benar takjub dengan yang namanya hotel. Kemudian, ketika saya mengunjungi kota Kuching, hotel luar negeri yang pertama kita tempati adalah Hua Kuok Inn. Kalau saya lihat kembali, hotel ini hanyalah hotel biasa, tapi di saat anda hanyalah seorang bocah yang pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya, anda tidak akan memikirkan seberapa mahal hotelnya, haha. Sebagai informasi, dua hotel ini masih beroperasi sampai sekarang.

Di Hua Kuok Inn, Kuching. 

Saya mulai mengerti yang namanya sistem bintang di dunia perhotelan ketika saya bekerja di Kartika Hotel pada tahun 1998. Hotel tersebut memiliki dua bintang. Wisma Siantan Indah, yang kebetulan sama pemiliknya dan terletak di seberang sungai Kapuas, tidak memiliki bintang. Hotel paling bagus di Pontianak pada saat itu adalah Kapuas Palace dan Mahkota Hotel yang berbintang tiga. Sewaktu saya mulai berlibur ke manca negara, perlahan-lahan terbentuk sudut pandang bahwa bintang satu itu pas-pasan, bintang dua itu tidak terlalu buruk, bintang tiga itu layak huni, bintang empat itu pilihan paling aman dan bintang lima itu pantas dicoba untuk kesempatan tertentu. 

Salah satu pengalaman yang paling berkesan untuk hotel bintang satu adalah ketika saya mengunjungi kota Ho Chi Minh di tahun 2009. Ini adalah masa sebelum saya mengenal Agoda dan seingat saya, kita masuk dan memesan kamar secara langsung. Resepsionisnya tidak begitu menguasai bahasa Inggris. Sarapan paginya pun dipesan dari toko sebelah. Kendati begitu, kamar kita bersih dan harganya pun sesuai dengan isi kantong para pengelana. Kalau hotel bintang dua, contohnya adalah Pop! Hotel and Amaris Hotel di Indonesia. Tata ruangnya modern dan kamarnya kecil, cocok untuk satu orang yang sedang bepergian. Sebenarnya dua orang pun muat di kamar hotel ini, tapi alangkah baiknya kalo teman kita ini memesan kamar sendiri, haha. Untuk bintang tiga, contohnya adalah Ibis Hotel. Sedikit lebih luas kamarnya dan dengan sarana yang minimum. Hotel bintang empat adalah level dimana kemewahan hotel mulai terasa. Novotel dan Mercure bisa dijadikan referensi dan anda akan mengerti bahwa hotel-hotel berbintang empat ini cenderung terasa nyaman dan santai. Untuk bintang lima, saya biasanya hanya memesan kamar untuk saat-saat istimewa, misalnya sewaktu berbulan madu (Millennium Resort di Phuket), berlibur bersama putri saya (Disney's Hollywood Hotel di Hong Kong) atau ketika saya tiba-tiba merasa ingin (Radisson Blu di Cebu). Oh ya, untuk tujuan berlibur, saya sarankan untuk membandingkan harga hotel bintang tiga dan empat. Ada hotel bintang tiga yang sebenarnya cukup bagus dan ada pula hotel bintang empat yang harganya mirip hotel bintang tiga, jadi lakukan studi banding sebelum memesan kamar!

Linda di Disney's Hollywood Hotel, Hong Kong. 

Beberapa hotel memiliki tema. Sebagai contoh, Jepang memiliki hotel kapsul dan ryokan. Saya pernah mencoba hotel kapsul di kawasan Kanda, satu stasiun jauhnya dari Tokyo Station, dan walaupun hotelnya hanya memiliki 1,5 bintang, tempatnya nyaman dan tidak terlalu mahal pula harganya. Pengalaman menginap di sana pun cukup unik. Rasanya seperti tidur di dalam peti yang memiliki televisi di dinding. Saat mandi pun cukup menantang. Tempatnya terbuka dan ada empat atau lima pria lainnya yang telanjang. Budaya khas Jepang ini bukanlah sesuatu yang lumrah bagi kita! Di sisi lain, ryokan terasa lebih nyaman. Jika anda pernah menonton serial Doraemon, ryokan itu persis seperti kamar Nobita, sebuah kamar tidur yang beralaskan tatami

Dan cerita kita tentang dunia perhotelan masih berlanjut. Belakangan ini, ada lagi yang namanya staycation. Saya pernah mencoba cara berlibur ini. Waktu staycation, kita tidak jalan-jalan ke tempat lain, melainkan tetap berada di kota yang sama dan menginap di hotel D'Resort di kawasan Pasir Ris, Singapura. Hotel ini memiliki kamar keluarga yang memiliki tema Amazonian Jungle dan Underwater. Putri saya sangat gembira karena kamar tersebut memiliki ranjang dua tingkat yang selalu ia impikan pada saat itu. Singkat kata, inti dari staycation itu adalah mengalami pergantian suasana untuk waktu yang singkat. Saya cukup menikmatinya dan saya rasa layak dicoba terutama bila anda hanya memiliki sedikit waktu luang.

Sampai sejauh ini, anda mungkin memperhatikan bahwa saya belum menyinggung tentang AirBnB. Jika anda ingin tahu alasannya, ini karena saya tidak memiliki banyak pengalaman dalam perihal AirBnB. Kendati begitu, jika konteksnya adalah tinggal di tempat yang sama dengan pemilik rumah, saya rasa konsep ini tidak akan cocok untuk saya. Di dunia dimana kita tidak akan bisa membawa uang hasil kerja keras kita ke kehidupan selanjutnya, saya rasa kita perlu memanjakan diri kita setelah bekerja membanting tulang sepanjang tahun. Bagi saya pribadi, tidak ada cara yang paling tepat selain menikmati nuansa yang luar biasa nyaman dan lengkap dengan pelayanan kelas atas, persis seperti apa yang ditawarkan oleh hotel-hotel berbintang...

Fairfield by Marriott Surabaya, hotel bintang empat yang nyaman.

No comments:

Post a Comment