Total Pageviews

Translate

Tuesday, November 24, 2020

Book Review: The Travels Of Marco Polo

Marco Polo was, probably, the first travel blogger, except he didn't write it himself. Yes, I just knew it after I picked up the book. I thought it was like from one traveller to another, so I read his book. It turned out that the Travels was written by another guy named Rustichello da Pisa. Marco was jailed in Genoa when he shared his story with his fellow inmate. Their collaboration eventually became the book that shook the whole Europe.

In order to understand the significance, imagine the time before Google and AirAsia. The travels happened long ago in early 1270s. Not many were crazy enough to travel that far to the East, or to the West, if we were talking about the Asians. It took years and the journey was perilous. There were deserts and bandits, not to mention warring kingdoms. As a result, people from both sides of the planet vaguely knew there were other kingdoms on the opposite side, but due to lack of contacts, they barely knew what was going on there. 

Those that made it and returned home safely, they didn't tell their story or didn't do a good job in doing so. In fact, the first Polo to reach Cathay (North China) was Marco's father and uncle, Niccolò and Maffeo, but yet they didn't bother to write a book about it. What Marco did in jail to pass time was, perhaps, the most important coincidence that changed the world. It inspired Columbus and many more explorers after him.

Now, after hearing all the hype, how was the book like? I had to say it was pretty boring, haha. I struggled reading it and almost fell asleep pretty often. The writing style was descriptive and Marco Polo himself was mentioned only in passing. The focus was more on each city he visited, for example what the culture was like (some were nice, some allowed strangers to sleep with their wife and daughters, etc.) and whether they were idolaters, Christian or Mahometan (the latter meant Islam, but throughout the book, Marco called them Mahometan). After reading the same info over and over again, you'd roughly get the idea and tend to skip those pages with similar content. 

If I needed such info, I'd browse Wikipedia. But if I looked at it from the perspective of people from Medieval time, this book was beyond the wildest dream. Marco told a tale about cities that were unheard of by people at that time. Names as foreign as Khanbaliq and Shangdu (which would be known to the world as Xanadu) that filled up a book as thick as 300 pages, they couldn't be just some fantasy, could they? The mystery was probably what sold the book.

For modern day's readers such myself, first and foremost, it was the travels that were charming. Marco travelled from Europe to Israel, Armenia, Iran, Afghanistan, Uzbekistan, Tajikistan, from the driest land to the highest snowy mountains, before entering Cathay from Xinjiang. Then when he was in China, he travelled not only in Cathay, but also went to Manzi (Southern China). He even visited Tibet and Myanmar, where he heard of people from Bengal. But scholars couldn't help noticing that Marco actually failed to mention about the Great Wall. 

Anyway, whether he was really there or not, his story about the journey back to Venice was equally mind-blowing. He told about this island called Japan. He sailed from Cathay to Vietnam and then Sumatra (from the route, it was unlikely that he ever visited Java, but he probably heard of it and included Java in his story, too). After that, he continued to Sri Lanka, India and Iran. From there, he headed to Turkey and back to Europe.

Crazy, huh? What made the journey even crazier was, together with his father and uncle, he became the honorable guests of Kublai Khan, the greatest emperor of his time. If you'd like to know how great the emperor was, the Mongol Empire covered part of Europe (Russia included), Persia (that's Iran) and China (even kingdoms as far as Vietnam paid tribute to the Great Khan). So, yeah, Marco literally got a friend in a high place and he offered a glimpse of how history could have been different. 

As mentioned earlier, Nicollò and Maffeo Polo were the first Italians to reach Cathay. The reason why they left was partly because the Great Khan asked them to sent a letter to the Pope. Kublai Khan was curious about Christianity and he requested the Pope to send 100 missionaries, but the problem was, Pope Clement IV already died when the Polo brothers reached Europe. The new Pope was only elected when Nicollò and Maffeo began their journey with Marco, so in a rush, he only managed to secure two friars whom immediately ran for their life in the face of danger.

Years later, if Marco's account was to be trusted, the Great Khan did say that he couldn't be a Christian because unlike any idolaters from India, the Christian people didn't seem to be capable of doing magic. As the Great Khan, Kublai simply couldn't afford to be seen as endorsing the weakest religion. Too bad, eh? If only things went well, it'd be interesting to see how China looked like these days...

The story is ancient, the book is also old!




Ulasan Buku: Perjalanan Marco Polo

Marco Polo bisa dikatakan sebagai blogger pertama tentang kunjungan ke luar negeri, hanya saja dia ternyata tidak menulis sendiri ceritanya. Ya, saya baru tahu setelah saya baca bukunya. Sebagai sesama pelancong, suatu hari saya terpikir untuk membaca karyanya. Setelah saya simak, ternyata buku ini sebenarnya ditulis oleh pengarang yang bernama Rustichello da Pisa. Sewaktu Marco dipenjara di Genoa, Marco mengisahkan petualangannya kepada teman satu sel. Kolaborasi mereka inilah yang akhirnya menjadi buku yang mengguncang Eropa.

Untuk memahami betapa berpengaruhnya buku ini, anda harus bayangkan zaman sebelum Google dan AirAsia. Perjalanan ini terjadi berabad-abad silam di awal tahun 1270an. Saat itu tidak banyak yang nekad untuk pergi sejauh itu ke arah Timur bumi ini, atau Barat, kalau kita lihat Eropa dari sudut pandang orang Asia. Butuh waktu bertahun-tahun lamanya dan bahaya pula perjalanannya. Para pedagang yang berangkat harus melewati banyak padang pasir dan senantiasa dihadang para bandit. Belum lagi kalau mereka terjebak di tengah dua kerajaan yang sedang berperang. Karena sulitnya perjalanan, orang-orang dari dua sisi bumi ini tahu bahwa ada kerajaan lain nun jauh di sana, tapi terselubung oleh misteri karena minimnya kontak. Bagi orang Eropa, bangsa Mongol ini disebut Tartar karena mereka terkenal kejam bagaikan penghuni Tartarus yang berarti neraka dalam mitologi Yunani.

Jika ada beberapa gelintir pengelana yang berhasil mencapai Timur Jauh dan kembali dengan selamat, mereka tidak bercerita atau mengisahkan perjalanan mereka dengan baik. Bahkan Niccolò dan Maffeo Polo, ayah dan paman Marco yang lebih dulu mencapai Cathay (Cina Utara) tidak pernah berpikir untuk menulis buku. Apa yang Marco ceritakan saat berada di penjara menjadi suatu kebetulan yang luar biasa penting dalam mengubah sejarah peradaban manusia. Kisahnya menjadi inspirasi bagi Columbus dan penjelajah yang bermunculan setelahnya.

Nah, setelah mendengarkan ulasan betapa berpengaruhnya buku ini, sebenarnya seperti apa isinya? Jujur saya katakan bahwa buku ini sangat membosankan, haha. Saya berjuang menahan kantuk saat membaca. Penulisannya bersifat deskriptif dan Marco Polo sendiri hanya disinggung secara selintas di beberapa bagian buku. Jadi fokus buku ini lebih kepada kota yang ia kunjungi, misalnya seperti apa budaya kota tersebut (ada yang sopan, ada yang barbar, ada pula yang memiliki tradisi mempersilahkan orang asing untuk berhubungan intim dengan istri dan putrinya) dan juga agama yang dianut penduduk setiap kota (apakah mereka penyembah berhala, Nasrani atau Mahometan alias Islam). Setelah membaca informasi yang sama berulang-ulang, saya jadi cenderung melewati halaman yang kurang lebih sama isinya. 

Terus-terang saja, kalau saya butuh info seperti itu, saya akan cari di Wikipedia. Namun orang Abad Pertengahan tidak memiliki internet dan bagi mereka, buku ini sungguh mencengangkan. Marco bercerita tentang negeri asing di ujung dunia dengan kota-kota yang aneh namanya, seperti Khanbaliq dan Shangdu (yang kemudian lebih dikenal sebagai Xanadu). Kisah setebal 300 halaman ini tidak mungkin hanya sekedar dongeng belaka, bukan? Misteri inilah yang mungkin membuat pembaca terinspirasi. 

Bagi pembaca zaman sekarang seperti saya, yang paling mengesankan adalah petualangan Marco Polo. Dia datang dari Eropa ke Israel, lalu melintasi Armenia, Iran, Afghanistan, Uzbekistan, Tajikistan. Dia berkelana melewati gurun yang paling kering serta gunung yang tinggi dan bersalju sebelum memasuki Cathay dari Xinjiang. Tatkala berada di Cina, dia tak hanya mengunjungi kota-kota di Cathay, tapi juga pergi ke Manzi (Cina Selatan), Tibet dan Myanmar.  

Meskipun mereka yang terpelajar meragukan Marco karena dia tidak pernah berkomentar tentang Tembok Raksasa Cina, apa yang dia kisahkan cukup akurat. Perjalanan pulangnya pun tidak kalah serunya. Dia bercerita tentang negeri di seberang lautan yang bernama Jepang. Dia berlayar dari Cathay ke Vietnam dan Sumatera (dari rutenya, sepertinya Marco tidak singgah ke Jawa, tapi mungkin dia mendengar tentang pulau ini, lalu dimasukkan pula ke dalam ceritanya). Selanjutnya dia meneruskan perjalanan laut ke Sri Lanka, India dan Iran. Dari sini, dia kembali ke Eropa lewat Turki.  

Luar biasa, bukan? Tapi yang lebih dashyat lagi adalah posisinya sebagai tamu kehormatan Kublai Khan yang tersohor. Kalau anda ingin tahu sehebat apa kekuasaan Kublai Khan pada saat itu, Kekaisaran Mongolia mencakup sebagian Rusia dan Eropa, Persia dan seluruh Cina. Bahkan kerajaan sejauh Vietnam pun mengirimkan upeti kepada Kublai Khan. Jadi teman Marco ini bukan teman sembarang teman. 

Di sini Marco mengisahkan sepenggal cerita yang nyaris mengubah Asia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Nicollò and Maffeo Polo adalah orang-orang Italia pertama yang mencapai Cathay. Mereka kembali ke Eropa karena diminta Kublai Khan untuk mengantarkan surat ke Paus di Roma. Khan Agung ini tertarik dengan ajaran Yesus dan di dalam suratnya, ia meminta agar Paus mengirimkan 100 orang misionaris. Masalahnya adalah, sewaktu kakak beradik Polo tiba di Eropa, Paus Clement IV sudah wafat. Penggantinya baru terpilih setelah Nicollò dan Maffeo memulai perjalanan kembali ke Cathay bersama Marco. Karena tergesa-gesa, Paus yang baru ini hanya sempat memanggil dua orang biarawan. Di kala keluarga Polo dihadang bahaya di awal perjalanan, dua biarawan ini lari terbirit-birit meninggalkan mereka.

Beberapa tahun kemudian, berdasarkan cerita Marco, Kublai Khan berkata padanya bahwa dia tidak bisa memeluk agama Nasrani karena penganutnya biasa-biasa saja, tidak seperti pemuja berhala dari India yang bisa sihir. Apa kata dunia kalau seorang Khan memilih agama yang tidak kelihatan sakti? Jika saja sejarah berkata lain, hari ini Cina mungkin menjadi negara Katolik terbesar di dunia... 

No comments:

Post a Comment