Total Pageviews

Translate

Sunday, January 9, 2022

Strava Time!

This story began with an attempt to prank a friend of mine. He was suddenly so keen in living a healthy lifestyle that he kept posting his Strava results to encourage us. I thought of joining this Strava thing just to catch him by surprise, because I'd be the last person he knew that would participate in this. 

Little did I know he'd be the one that had the last laugh. Everything just fell into places that I became enamoured by the Strava exercise. While I was never a fan of jogging, I always enjoyed walking since my younger days in Pontianak. I often did it with my friend Parno back then.

The bright blue sky at the end of Singapore. 

It made even more sense to do it in Singapore, because it was a city built with pedestrians in mind. So nice to walk, so many things to see. And just because I had lived here for the past 16 years, it didn't mean I had seen everything. It turned out that there were things you'd only see if you slowed down to appreciate them. 

Then of course there was the map. I never knew this before, but throughout this exercise, I found that I had this quirky fondness of looking at Google Maps, following the routes and reminiscing what I saw along the trails. For some strange reasons, it felt satisfying and memorable.

Making use of the many routes on Google Maps.

It took some trial and error to get the formula right for me. I first used Google Maps just to make sure that I was on the right track. After that, I realized I could look at the MRT map, choose two stations and check the distance on Google Maps to see if it was roughly about 5KM. If you were wondering why 5KM, that's because it could be covered within one hour of walking, which was just nice. Then, while doing that, I figured out why not following the path shown by Google, too?

it sounded like a plan, huh? But I still lost my way from time to time (if you see a pointy line or two jutting out from the trails, it meant I had taken a wrong turn). Mistakes did happen when I didn't enlarge the map to see the route correctly, haha. But apart from the user problem, I also learnt it the hard way that what Google showed was not always correct or the best route ever. It did show me routes that were meant for private access (the first Kranji trail led me to the front gate of a dormitory and the route to West Coast brought me to Anglo-Chinese Junior College and SIT) and I had to detour. When I was walking to Harbourfront, I decided to walk along Keppel when Google showed another route via Kampong Bahru.

Can you spot where I made the wrong turns?

That minor technical issue aside, it was really nice to walk in Singapore. Some routes such as Woodlands to Canberra and Farrer Park to Serangoon were almost like a straight line, very easy and relaxing. Some were more challenging and they led me to places I had never been before. I walked under the bridges, passed by the park connectors, the residence, the cemetery, the lakes and reservoir, the dams, the hills (and I gasped for air as I hiked), the marina, an island that was still green with forest and even some small alleys that went up and down and somehow reminded me of Hong Kong.

It was quite an experience, I'd say. One that I really loved. But as much as I'd like to say that the pavement was always there for pedestrians, I accidentally figured out that it wasn't true in at least two occasions. Both happened to be nearby new MRT stations for Thomson-East Coast line, Orchard and Great World, that were still under construction. There was suddenly no walkway when reaching these two, haha.

Got lost in Kanji!
Photo by Lawrence.

But in the end, it was about having some exercise that was sorely lacking in my life. At least there was one now that I would do willingly. And the result? I had one T-shirt that I seldom wore because it was too tight. But when I tried it again recently, I remember telling my wife that it fitted much better now. So yeah, it looked like this might continue. Strava time!



Waktunya Strava!

Cerita ini dimulai dari upaya untuk mengerjai teman saya. Dia tiba-tiba beralih ke gaya hidup sehat dan sering mengunggah hasil olahraganya lewat aplikasi Strava untuk mendorong kita berolahraga juga. Saya lantas iseng menggunakan Strava hanya untuk membuatnya kaget, soalnya saya mungkin adalah orang terakhir di benaknya yang bakal turut berolahraga. 

Akan tetapi tidak pernah saya bayangkan kalau dia mungkin yang tertawa paling akhir. Maksud hati mau menggoda teman, tapi malah jadi suka sendiri dengan Strava. Saya bukanlah tipe yang menyukai jogging, tapi saya selalu menikmati aktivitas berjalan kaki dari sejak waktu saya berada di Pontianak. Saya sering berjalan kaki ke mana-mana bersama teman saya Parno dulu. 

Langit biru di ujung Singapura.

Semua ini terasa lebih masuk akal lagi untuk dilakukan di Singapura, sebab kota ini memberikan perhatian khusus bagi pejalan kaki dalam rancangan tata kotanya. Sangat cocok untuk berjalan, sangat banyak pula yang bisa dilihat. Meski saya sudah tinggal di sini selama 16 tahun, ini tidak berarti saya sudah melihat semuanya. Ternyata masih ada banyak yang bisa dilihat jika saya berjalan dan mengamati pemandangan di sekeliling saya. 

Dan tentu saja kita harus berbicara tentang peta. Saya tidak pernah tahu akan hal ini sebelumnya, namun dari aktivitas Strava, saya jadi menyadari bahwa saya memiliki kebiasaan yang agak unik dan aneh. Saya suka melihat Google Maps, mengikuti rutenya dan mengingat kembali apa yang saya lihat selama berjalan kaki. Pengalaman ini terasa memuaskan dan berkesan. 

Menggunakan Google Maps untuk rute Strava.

Proses menggunakan peta ini melibatkan beberapa uji coba sebelum saya menemukan cara yang pas untuk saya. Awalnya saya menggunakan Google Maps untuk memastikan bahwa saya tidak salah jalan. Setelah itu saya sadari bawa saya bisa melihat peta MRT, memilih dua stasiun dan melihat jaraknya di Google Maps, apakah berkisar 5KM. Jika anda ingin tahu kenapa patokan saya adalah 5KM, ini karena jarak tersebut bisa ditempuh dalam satu jam perjalanan dan durasi ini terasa pas bagi saya untuk berolahraga. Dari sini saya lantas berpikir, karena Google tahu jaraknya, jadi saya ikuti saja rutenya. 

Kedengarannya seperti rencana yang bagus, bukan? Namun saya masih saja tersesat dari waktu ke waktu (jika anda melihat garis yang menonjol dan terlihat tidak lazim di rute Strava, itu artinya saya salah jalan). Kesalahan kadang terjadi karena saya tidak memperbesar peta untuk melihat rutenya dengan jelas, haha. Selain kesalahan pengguna, ada kalanya Google sendiri yang tidak beres. Terkadang rutenya melibatkan jalur privat yang tidak bisa diakses (rute pertama Kanji membawa saya ke depan kompleks asrama dan rute ke West Coast mencakup kawasan Anglo-Chinese Junior College dan SIT yang tidak dibuka untuk umum) dan akhirnya saya harus berputar mengambil jalur lain. Ketika saya menuju Harbourfront, saya memutuskan untuk berjalan menyusuri Keppel walaupun Google menunjukkan rute lewat Kampong Bahru.

Bisakah anda lihat dimana saya salah belok?

Terlepas dari masalah teknis di atas, berjalan kaki di Singapura adalah suatu kenikmatan tersendiri. Beberapa rute seperti dari Woodlands ke Canberra dari dari Farrer Park ke Serangoon hampir seperti satu jalur yang lurus, gampang dan santai untuk ditempuh. Ada pula yang lebih menantang dan membawa saya ke tempat-tempat yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Saya melewati kolong jembatan, taman, perumahan, kuburan, danau dan waduk, dam, bukit (dan saya agak terengah-engah saat jalan menanjak), marina, hutan di pulau dan juga gang-gang kecil yang naik turun dan mengingatkan saya dengan Hong Kong.

Ini adalah pengalaman yang menarik. Lewat pengalaman ini, saya juga menyadari bahwa meski saya selalu ingin mengatakan kalau trotoar di Singapura tidak pernah putus bagi pejalan kaki, ternyata asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Setidaknya ada dua kesempatan dimana saya dikejutkan oleh penemuan tak terduga ini. Dua peristiwa ini terjadi dekat stasiun MRT Thomson-East Coast line yang sedang dibangun, Orchard and Great World. Ketika saya sedang berjalan, tiba-tiba trotoarnya hilang, haha. 

Tersesat di tengah hujan di Kranji!
Foto oleh Lawrence.

Pada akhirnya, semua ini adalah tentang olahraga yang benar-benar minim dalam hidup saya. Sekarang minimal ada satu aktivitas yang bisa saya tekuni dengan senang hati. Hasilnya? Saya memiliki sebuah kaos yang jarang saya pakai karena terlalu ketat, namun ketika saya coba lagi baru-baru ini, saya ingat kalau saya bergumam pada istri saya bahwa kaos ini terasa lebih pas sekarang. Jadi, ya, kemungkinan ini akan berlanjut terus. Waktunya Strava! 


No comments:

Post a Comment