Total Pageviews

Translate

Sunday, January 23, 2022

Memory And Legacy

When I did my Strava time a few days ago, I walked past the junction where my friend Eday and I once stood late at night, waiting for a cab after the Guns N' Roses concert. I took a picture of the empty junction and shared the memory with my high school group chat. Then, as I continued walking, this story came to me.

I knew this for quite some time now, but I was vividly reminded again that as time passed us by, the only thing we left behind were memories. It came right back to me the moment I saw the junction. I didn't immediately thought of how successful or brilliant Eday was, but what I recalled at that point of time was the moment we shared. A good time with a dear friend. Simple as that. It had been years since it happened, but it felt as fresh as yesterday.

Eventually, regardless what our ambition and our achievement were, it was the memories that would live on. I liked how I cherished those good memories in life. I remember the time when I wanted to be a famous writer, but it seemed like a distant memory now. I carried on writing because I loved it, but it wasn't the most important thing in the world anymore. I am not entirely sure if I lost the drive, but I guess as we grew older, the priorities shifted as well. Anyway, for all the things I'd done and failed to do, I'm pretty sure I had left behind memories that people would smile about. 

And that brought us to the legacy. In a way, it was a memory, but also a more profound body of work that was life-changing and useful to many, I suppose. I remember the conversation I had with Eday. He was riding high and I could sense his excitement when he talked about the legacy he'd one day leave behind. I was proud of him and would definitely support him as much as I could, but as I listened to him sharing his ideas, I realized that perhaps I didn't want the same thing. 

Whatever that we did, I believe, we needed to love it first. Without passion, it'd be a halfhearted attempt. I didn't say I stopped trying new things because I still did the exact opposite, for example with the talkshow I hosted every Saturday night. But it was a big deal to be in our 40s. To me, with people my age or younger dying around me, only God knows how much time I had left, so I'd rather do what I liked. 

It was like, if I were to choose between the time spent to achieve the glory and time spent with family and friends, I'd probably opt for the latter. Unless it was a hobby, something that triggered my interest, then I'd put an effort doing it. Otherwise it'd be just work, and I had given my best eight and a half hours a day (just like what Paul sang in Live and Let Die: when you've got a job to do, you gotta do it well).

it could be me at the crossroads, hence I said the things above. I don't know. I reckon not all of us would leave a certain legacy behind. If I had any, that had to be all the thoughts I'd shared on roadblog101.com. While you might or might not agree with the definitions, I hope it got you thinking about memory and legacy, too. After we were all gone, only these two things would inspire the next generation...

With Eday in Hong Kong.



Kenangan Dan Warisan

Ketika saya berjalan sore menikmati waktu Strava beberapa hari lalu, saya melewati persimpangan jalan di mana saya dan teman saya Eday pernah berdiri menanti taksi di tengah malam setelah konser Guns N' Roses. Saya mengambil foto persimpangan yang sepi itu dan berbagi cerita dengan grup WhatsApp teman-teman SMA. Kemudian, ketika saya lanjut berjalan, topik ini muncul di benak saya. 

Saya sudah tahu hal ini, tapi apa yang saya lihat barusan mengingatkan saya kembali bahwa seiring dengan berlalunya waktu, yang tersisa dari kita hanyalah kenangan. Dan kenangan itu segera muncul kembali begitu saya melihat persimpangan tersebut. Saya tidak langsung berpikir tentang betapa sukses atau jeniusnya Eday, tapi yang terkenang secara spontan adalah momen bersama seorang teman baik. Sesederhana itu. Kejadian itu sudah hampir lima tahun lamanya, tapi bagaikan baru terjadi kemarin. 

Pada akhirnya, terlepas dari segala ambisi dan prestasi kita, kenangan bersama adalah apa yang terngiang di benak kita. Bagi saya, hal ini membuat hidup terasa lebih berarti. Saya ingat waktu saya ingin menjadi penulis ternama, namun sekarang itu rasanya seperti kehidupan sebelumnya. Saya tentu akan terus menulis karena saya menyukai aktivitas ini, tapi menulis tidak lagi merupakan hal paling penting di dunia. Saya tidak tahu apakah saya patah semangat, tapi ketika kita bertambah tua, prioritas pun sepertinya berubah. Kendati begitu, untuk semua hal yang berhasil dan juga gagal saya lakukan, saya cukup yakin bahwa saya telah meninggalkan kenangan yang membuat mereka yang mengenal saya tersenyum.

Dan itu membawa kita ke legacy, yang secara harafiah bisa diterjemahkan sebagai warisan. Ini bisa dikatakan mirip seperti kenangan, tapi juga merupakan karya peninggalan yang mungkin mengubah hidup dan berguna bagi banyak orang. Saya ingat percakapan saya dengan Eday. Dia ini pria sukses dan saya bisa merasakan semangatnya ketika dia berbicara tentang legacy yang suatu hari akan dia tinggalkan. Saya bangga dengannya dan saya siap mendukung idenya sebisa saya, tapi selagi saya menyimak, saya jadi menyadari bahwa saya tidak lagi menginginkan hal serupa untuk saya sendiri. 

Apa pun yang kita kerjakan, saya percaya bahwa sesuatu perlu kita sukai terlebih dahulu. Tanpa semangat yang timbul dari rasa suka, upaya kita akan setengah hati. Ini tidak berarti saya mulai anti ide baru. Justru sebaliknya. Kesimpulan di atas ini berdasarkan apa yang saya rasakan saat mencoba hal baru, misalnya inovasi dan ide baru yang saya coba saat talkshow. Akan tetapi memasuki usia 40an juga besar artinya bagi saya. Begitu banyak orang seusia atau bahkan lebih muda dari saya yang telah meninggal. Hanya Tuhan yang tahu, seberapa banyak lagi waktu saya yang tersisa, jadi sekarang saya lebih memilih untuk mengerjakan apa yang saya sukai.

Konteksnya sekarang adalah seperti memilih, mau menghabiskan waktu untuk mengejar kesuksesan atau waktu bersama keluarga dan teman. Saya cenderung memilih pilihan kedua. Pengecualiannya adalah untuk hobi atau sesuatu yang membuat saya sungguh tertarik, maka saya pun akan meluangkan waktu dan konsentrasi untuk menekuninya. Kalau tidak begitu, rasanya seperti bekerja dan saya sudah memberikan yang terbaik untuk pekerjaan selama delapan setengah jam sehari (persis seperti apa yang dinyanyikan Paul dalam Live and Let Die: when you've got a job to do, you gotta do it well).

Tulisan ini bisa saja merupakan buah pemikiran hidup di persimpangan jalan. Saya tidak tahu. Saya hanya berpikir bahwa mungkin tidak setiap orang akan meninggalkan legacy. Jika saya memiliki satu, mungkin itu adalah pemikiran yang sudah saya bagikan lewat roadblog101.com. Dan meski anda mungkin setuju atau tidak setuju dengan definisi saya ini, saya harap anda juga berpikir tentang kenangan dan warisan juga. Setelah kita tiada, hanya dua hal ini yang tersisa untuk menginspirasi generasi berikutnya... 

No comments:

Post a Comment