Total Pageviews

Translate

Tuesday, August 8, 2023

The Macroeconomics

Our group chat hadn't been the same since the incident that happened on 29 December 2022 (oh yes, we do have momentous and historical dates, too, starting last year). We lost the man without fear and, despite our attempts to get him back, he still refused to rejoin. To think that he was known as the king of 10-liners! His absence was sorely missed. 

But still we had him in a smaller group chat and we patiently coaxed him to return. So imagine our surprise when, out of the blue, he suddenly agreed to talk to us after months of incessant persuasion. Finally! A revelation! I mean, we're in our 40s and holding grudges was not really a thing anymore, hence we were wondering why he was so adamant about rejoining the group chat. 

An impromptu Zoom session was quickly set up. The man was slow in technology, so he had to download Zoom on his phone first, haha. Then we heard the familiar voice on the other end of the line. We were excited, but the excitement wasn't justified and it turned sour pretty fast, haha. 

The speech began with the macroeconomics outlook of the world. I was stunned, as I neither expected that nor saw that coming. Still I gave it the benefit of the doubt, thinking that all good speeches used big word and started with something vague before it zoomed into the details. But after few minutes, it was still like listening to a macroeconomics lecture. Then it dawned on me that we must have been experiencing expectations mismatched, haha. 

Then I muted my mic on Zoom and had my dinner instead. God knows how we ended up talking about profiting from digitisation and automation. They bored the hell out of me. One thing did catch my attention, though. It turned out that there were two schools of thought. One was represented by Eday and I, the group of people that dreamt and planned towards it. On the opposite side was those that planned within their means.

Now this piqued my interest. Eday was quick to point out that planning within your means was as good as limiting oneself. I agreed with his assessment. While it seemed to be a safer and more reasonable approach, it was so conventional that it wouldn't get you very far. To put it simply, because you could only afford to go to Thailand, therefore you planned to visit only Thailand.

The dream-based plans, on the other hand, was different. Based on past experiences, I could tell you this much: it always started with a dream. I might not always have the means or know-how, but it was okay, I'd figure it out later. One tiny step at a time, but a step forward nonetheless. And I have done this often enough to know that it works. The recent Japan trip was a good example of how much work and timed spent on a dream-based plan before it really happened.

One, I couldn't remember who, argued that it was only suitable for travelling. I begged to differ. It only seemed that way because the most obvious thing I did lately was travelling. But more than that, the dream-based plans was a concept and a way of life. Didn't Bruce Lee say, "having no limitation as limitation?" So in this context, why limit ourselves by planning within our means?

In all fairness, I do understand that there is no one size that fits all. If you know all your options and you still choose to plan within your means, then I believe you have your reasons. But if you did't know that it's okay to dream big and plan towards it, then perhaps you should start giving it a try. 

By the end of the call, we didn't get what we wanted to hear. But I like the fact that we came out wiser than before. That's the thing with the group chat. More often than not, it was just a laughable crazy talk. But once in a while, we had something epic going on. Very inspiring...

The Zoom call participants.



Ekonomi Makro

Grup SMA di WhatsApp tidak pernah sama lagi sejak insiden yang terjadi tanggal 29 Desember 2022 (oh ya, grup kita ada tanggal-tanggal bersejarah yang mulai dicatat sejak tahun lalu). Grup kehilangan pria tanpa rasa takut dan meskipun kita sudah berulangkali membujuknya, dia selalu menolak untuk bergabung lagi. Padahal dia ini raja 10 baris, jadi grup terasa berbeda karena dia absen. 

Kendati begitu, dia masih aktif di grup kecil dan kita tetap setia menggiringnya kembali walaupun sejauh ini tiada hasil. Jadi bayangkan betapa kagetnya kita ketika dia bersedia untuk bicara setelah dibujuk, didesak dan dipaksa. Akhirnya! Sesuatu akan terkuak! Maksud saya, di usia 40an ini, menyimpan dendam sepertinya adalah perkara kekanak-kanakan, jadi kita merasa penasaran, kenapa dia sangat bersikeras untuk tidak bergabung lagi. 

Sesi Zoom dadakan lekas dibikin. Teman yang satu ini agak lamban dalam teknologi, jadi dia harus mengunduh Zoom di hapenya dulu, haha. Kemudian kita mendengar suara yang tak asing lagi bagi kita. Tegang rasanya, namun ketegangan itu cair dalam sekejap, berubah menjadi kebingungan. 

Pembicaraan kita dibuka dengan ulasan ekonomi makro dunia. Saya jadi heran karena saya tidak menyangka akan mendengar hal ini. Walaupun demikian, saya masih fokus lebih lanjut, soalnya pembicara kadang menggunakan kata-kata yang hebat dan sesuatu yang umum sebelum masuk ke pokok pembahasan. Namun setelah beberapa menit, yang terdengar masih saja seputar ekonomi makro. Lantas saya sadar, sepertinya kita sudah salah paham, haha. 

Lalu saya mematikan mikropon saya di Zoom dan makan malam sambil mendengar saja. Hanya Tuhan yang tahu kenapa kita jadi berbicara tentang mencari keuntungan dari era digital dan otomatisasi. Sungguh membosankan. Namun mendadak ada yang menarik perhatian saya. Dua sudut pandang terlontarkan untuk ditanggapi. Satu adalah tentang sekelompok orang yang bermimpi dan mewujudkannya, satunya lagi adalah mereka yang merencanakan sesuai dengan kemampuannya pada saat itu. 

Topik yang satu ini membuat saya tergelitik. Eday dengan cepat merespon bahwa merencanakan sesuatu sesuai dengan kemampuan sesungguhnya tidak beda dengan membatasi diri sendiri. Saya setuju dengan pendapatnya. Meski cara ini sepertinya lebih aman dan masuk akal, di satu sisi juga begitu konvensional dan hasil akhirnya cenderung biasa-biasa saja. Sebagai contoh, karena kita hanya sanggup ke Thailand, maka kita hanya merencanakan liburan ke Thailand. 

Rencana berbasis impian berbeda dengan ilustrasi di atas. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya bisa jabarkan seperti ini: semuanya selalu berawal dari impian. Saya tidak selalu memiliki kemampuan atau tahu cara mewujudkannya, tapi itu tidak masalah, karena saya akan mencari tahu lebih lanjut. Satu langkah kecil dari waktu ke waktu, tapi langkah yang maju ke depan dan membawa saya mendekati impian. Dan saya sudah sering melakukan hal ini sehingga saya bisa berkata dengan yakin bahwa cara ini terbukti berhasil. Petualangan ke Jepang di awal tahun ini adalah contoh yang baik tentang betapa banyak upaya dan waktu yang kita habiskan sebelum rencana berbasis impian ini terwujud. 

Ada satu orang, saya tidak ingat siapa gerangan, yang berkomentar bahwa sudut pandang ini hanya cocok untuk liburan. Saya tidak setuju dengan hal ini. Rencana berbasis impian ini terlihat seolah-olah hanya cocok untuk liburan karena hal yang paling menonjol dari saya adalah propaganda liburan. Lebih dari itu, rencana berbasis impian adalah sebuah konsep dan jalan hidup. Bukankah Bruce Lee pernah berkata, "gunakan tiada batas sebagai batas?" Jadi dalam konteks ini, kenapa kita justru merencanakan sesuatu hanya berdasarkan kemampuan kita? 

Jujur saya katakan, saya mengerti bahwa tidak ada sesuatu yang cocok untuk diterapkan dalam segala hal. Jika anda tahu semua opsi yang ada dan anda masih memilih untuk merencanakan sesuatu berdasarkan kemampuan anda, saya percaya anda pasti memiliki alasan tersendiri. Tapi jika anda tidak tahu bahwa anda bisa bermimpi dan mulai mengejar impian tersebut, saya sarankan untuk mencoba.

Sampai saat Zoom berakhir, kita tidak mendengar apa yang sesungguhnya ingin kita dengar. Akan tetapi kita menjadi sedikit lebih bijak dari sebelumnya setelah berdiskusi. Ini salah satu hal yang saya sukai dari grup. Isinya bukan saja obrolan gila yang jenaka. Terkadang bisa muncul sesuatu yang epik. Sungguh menginspirasi... 

No comments:

Post a Comment