Total Pageviews

Translate

Wednesday, March 1, 2023

The Japan Trip: How It Began

It started with this thought that life began at 40. It got me thinking that for once in my life, I should travel with my high school friends to somewhere farther than Singapore. We decided that we'd go to Da Nang in Vietnam. But COVID-19 happened and we entered the time of corona. Things were uncertain, all plans were scrapped. 

It was during this lockdown period that a man called Parno told us his dream that he'd go to Japan. It sounded like a wishful thinking that we laughed at him, but as I mulled it over, it felt possible. His wish coincided with my dream to explore the world together, hence the grand plan was born.

A man called Parno, during Zoom.

It was originally meant to be a low-cost trip for Parno, therefore it was only planned with the budget of 10 millions rupiah to rule them all. The places we were going to visit were mostly free ones in Tokyo, Kawasaki, Yokohama and, later on, Kamakura (because John Lennon ever had a pancake there). Meals we had in mind was Yoshinoya, alternating with cup noodles (and free hot water from Lawson). No Shinkansen was needed, too. 

The next thing to do was selling the idea. Throughout the years, I'd learnt that if you told them repeatedly, sooner or later some would believe it was doable. In retrospect, after discussing it with some friends who joined, I came to realize that 10 millions rupiah sounded very enticing as a clickbait, haha. It was definitely a much better selling point than the actual amount we ended up with, which was probably three times higher. But, hey, there is a reason for such a jump. We'll get to that later. 

I campaigned relentlessly in our group chat from June 2020 onward. In March 2022, the world started opening up. But Japan was cautious and slow, a very disappointing move for a country many would love to visit. That's why I ended up visiting Kolkata in India instead. While my plan B was in motion, we monitored the update of tourism in Japan. By the time the news we were waiting for was announced, we quickly booked the tickets.

In Kolkata, India.

The date 12 October 2022 was the turning point. By then, the trip had about 14 members. Right before this fateful day, one friend had left the group, citing the reason that he had money but had no time to join. That's one way to exit in style, I reckon, but it irritated another potential participant and prompted him to cause a ruckus. Little did we know that the joke was on him as he, too, failed to join in the end. Oh yes, he dropped out after piling up as many as 37 excuses. So much for the big talk. 

And then there were 13 people who had tickets now. Things should be fine, eh? Not true. We still went through many dramas such as challenging visa application, another friend who suddenly cancelled her trip and half-baked change of PAL flight schedules. But God favored the brave. We faced them all, even if it meant leaving the shop unattended, using steamed rice as the glue or accepting the unpleasant fact that some of us would arrive much later in Tokyo and yet had to depart one day earlier than the original plan. 

Closer to the date, Eday joined and brought the number of participants back to 13. As we carried on discussing, the itinerary was again revised for the umpteenth time, now covering sakura, snow and Mount Fuji in one trip. Suddenly places as far as Kawazu and Niigata were included. On top of that, food was to be enjoyed and shopping was inevitable, so no more skimping. So tell me, you see now why the budget burst? Wahaha.

Eday in Japan. Starting a week earlier than us.

But we had gone so far and we were halfway there now. Turning back was no longer an option, so we shouldered on. JR East Pass was the last big ticket item we bought. Then we waited for the big day: 17 February 2023. First stop: Manila



Liburan Ke Jepang: Asal Mula

Semua ini bermula dari pepatah hidup bermula di usia 40. Hal ini membuat saya berpikir bahwa sekali dalam seumur hidup, saya harus bertualang bersama teman-teman SMA ke tempat yang lebih jauh dari Singapura. Saat itu kita putuskan untuk ke Da Nang di Vietnam. Namun COVID-19 mewabah dan kita pun memasuki era korona. Segala sesuatu menjadi tidak pasti, semua rencana pun dibatalkan.  

Di masa PPKM ini, seorang teman bernama Parno berujar tentang impiannya ke Jepang. Pada awalnya impian ini terasa seperti melantur sehingga kita semua menertawakannya. Akan tetapi, setelah saya pikirkan lagi, rasanya mungkin untuk diwujudkan. Keinginannya berhubungan dengan harapan saya untuk menjelajahi dunia bersama teman. Dari situ lahirlah rencana ke Jepang

Pria bernama Parno, sewaktu Zoom.

Rencana ke Jepang ini awalnya disusun sebagai liburan berbiaya rendah untuk Parno, maka anggarannya pun hanya 10 juta rupiah. Tempat-tempat yang akan kita kunjungi kebanyakan adalah yang gratis di Tokyo, Kawasaki, Yokohama dan Kamakura (karena John Lennon pernah makan pancake di sini). Untuk menghemat uang, menu utama kita adalah Yoshinoya yang murah-meriah, diselingi dengan Pop Mie (dan air panas gratis dari Lawson). Shinkansen pun tidak diperlukan. 

Yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menjual impian ini. Beberapa tahun terakhir, saya belajar bahwa jika anda mengulang sesuatu sesering mungkin, lambat-laun beberapa pendengar akan percaya bahwa ide ini tidaklah mustahil. Kalau diingat kembali, setelah diskusi dengan teman-teman yang ikut, nominal 10 juta rupiah adalah nilai jual yang paling memikat. Kalau saja dari awal diumumkan perlu 30 juta, pasti banyak yang mundur teratur. Tapi nominal yang melambung tiga kali lipat ini ada penyebabnya. Simak terus, nanti akan diceritakan lebih lanjut.

Jadi saya pun kampanye tiada henti di grup SMA dari sejak Juni 2020. Di bulan Maret 2022, dunia pariwisata mulai aktif kembali. Namun Jepang sangat berhati-hati dan lambat perkembangannya, sungguh mengecewakan untuk sebuah negara yang banyak peminatnya. Karena inilah saya akhirnya pergi ke Kolkata. Sambil menjalankan rencana B, kita tetap memantau berita tentang Jepang. Ketika kabar gembira diumumkan, kita lekas membeli tiket. 

Di Kolkata, India.

Tanggal 12 October 2022 bisa dikatakan sebagai hari mulainya persiapan kita. Pada saat itu, kita ada 14 peserta. Sebelum tanggal tersebut, ada seorang teman yang mengundurkan diri dengan alasan ada uang tapi tak ada waktu. Memang gaya yang dahsyat untuk keluar dari grup, tapi juga menjengkelkan seorang teman lain yang lantas kesal dan menggerutu panjang-pendek. Yang ironis adalah, teman yang ini pun akhirnya batal ikut setelah mencetak 37 macam alasan. 

Dan 13 orang yang tersisa kini memiliki tiket. Harusnya aman, bukan? Tapi tidak begitu ceritanya. Masih ada beraneka drama, contohnya aplikasi visa yang menegangkan, seorang teman lain yang membatalkan tiketnya dan juga perubahan jadwal PAL yang berdampak pada rute perjalanan. Tapi Tuhan suka orang-orang yang tekun dalam berusaha. Kita hadapi semuanya, meskipun itu berarti harus meninggalkan toko selagi berjaga, menggunakan nasi untuk merekatkan foto atau menerima kenyataan bahwa beberapa di antara kita akan hadir paling telat di Tokyo dan pergi sehari lebih awal pula.

Eday di Jepang. Dia ke sana seminggu lebih awal.

Menjelang hari-H, Eday turut bergabung dan jumlah peserta pun kembali menjadi 13 orang. Setiap kali kita diskusi, rute perjalanan pun berubah lagi, sampai akhirnya mencakup sakura, salju dan Gunung Fuji. Tiba-tiba tempat sejauh Kawazu dan Niigata pun masuk dalam rute. Selain itu, makan pun kini dicanangkan seenak perut dan belanja juga jadi kewajiban, jadi tidak ada lagi yang namanya berhemat. Jadi coba bayangkan, bisa mengerti sekarang kenapa anggarannya tidak lagi paket sederhana? Wahaha.  

Tapi kita sudah sampai sejauh ini, bahkan lebih dari setengah jalan. JR East Pass yang harganya 18.000 yen adalah satu harga mahal yang terakhir kita bayar. Setelah itu kita pun menghitung mundur ke hari keberangkatan: 17 Februari 2023. Pemberhentian pertama: Manila

No comments:

Post a Comment