Total Pageviews

Translate

Monday, May 12, 2025

Priorities And Effort

This story began last year, when I visited my ex-colleagues at Kalbe Farma in last November. Out of the blue, Yerry video-called Pak Chandra. Upon seeing the wrinkles on his face, I recalled my younger days, too, when he was kind enough to include me in the trip to Bali. At that time, Pak Chandra was roughly about my age now. Two decades had passed since then. 

Visiting Kalbe in November 2024.

Pak Chandra said he'd like to meet me again and I politely said okay. When the conversation ended, his words lingered for a couple of months like an unfulfilled promised. Then came the last push I needed: the death of a doctor that worked together with us before at Kalbe. This got me thinking that if any moment could be our one last time, I might as well take it while I could. As we exited the Pink City in Jaipur, I finally texted Pak Chandra and confirmed that, yes, we should meet in May. 

And since we were going to meet, I thought it'd be fun to throw a few more people in, too. The IT colleagues that used to hang out with Pak Chandra and I. We had good times then, so why didn't we meet again? It had been a long while since the last time we did that, so I formed a group and added the core members in on the same day.

The meet up in 2010. Patno was the one with his face covered.

Thus began the planning. Looking back, it was kinda awkward and typical, though. First reaction was, we were in January and May was still a long way to go. As we headed to May, I asked for meeting places. Only Pak Chandra and Patno responded. It was consistently like that until the day we actually met at Pagi Sore. Only the two of them turned up. 

As we sat down, Pak Chandra mumbled it was too much that none had a courtesy to call and inform their whereabouts. As the only one who suggested where to eat, he said he simply responded to my questions. If the rest thought it was too far for them, they should have said something. And I smiled. That's the GA Manager I knew. Age clearly didn't diminish his outspokenness. 

Probably the only picture of Pak Chandra and I. 

When I stole a glance at my phone, I saw my ex-colleagues texted me. One said he was in office, the other said he was in Bekasi and the restaurant was too far for him. To think that that this was not a last minute plan, so one had easily more than four months to make a necessary arrangement. And I came from another country, if we wanted to talk about the distance.

Anyway, I did achieve what I set out to do. It was nice to listen to the quirky humor of Patno again. Most importantly, I got to meet Pak Chandra. We talked about the past and things that happened after I left. It gave me perspective of how far I had come. It felt good. 

Unexpectedly, I also learned a new lesson: priorities and effort. The experience was an eyeopener that to some who thinks you are a priority, they will make an effort. The same logic is also true for the exact opposite. You know where you stand in term of their priorities.



Prioritas Dan Upaya

Cerita kali ini dimulai tahun lalu, sewaktu saya mengunjungi para mantan kolega di Kalbe Farma pada bulan November. Tiba-tiba saja Yerry menelepon Pak Chandra lewat WhatsApp Video. Saat melihat rambut putih tipis dan kerutan di wajah beliau, saya terkenang masa saya di Kalbe, terutama saat Pak Chandra mengajak saya untuk turut berlibur ke Bali. Pada saat itu Pak Chandra mungkin seumuran dengan saya sekarang. Dua puluh tahun sudah berlalu semenjak itu. 

Mengunjungi Kalbe di bulan November 2024.

Pak Chandra berkata bahwa dia ingin bertemu lagi dengan saya dan permintaannya saya iyakan dengan sopan. Tatkala percakapan berakhir, kata-katanya terngiang tak ubahnya seperti janji yang belum ditepati. Tak berapa lama setelah itu, terjadi satu peristiwa yang mendorong saya untuk mewujudkan pertemuan kita: terdengar kabar bahwa seorang dokter kenalan kita di Kalbe telah meninggal. 

Kejadian ini membuat saya berpikir bahwa bila setiap saat bisa menjadi pertemuan terakhir, maka sudah sepatutnya saya melakukan sesuatu selagi saya bisa. Tatkala mobil yang saya tumpangi keluar dari kawasan Pink City di Jaipur, saya menghubungi Pak Chandra dan konfirmasi bahwa kita akan makan siang di bulan Mei. 

Dan mumpung kita akan bertemu, saya kira akan seru juga bila kita berkumpul lagi bersama para mantan rekan kerja lainnya. Ada banyak masa ceria yang dilalui bersama sewaktu di Kalbe dulu, jadi kenapa kita tidak bertemu lagi? Sudah lama sekali sejak kita berkumpul untuk terakhir kalinya, jadi saya pun lekas membentuk grup dan menambahkan beberapa anggota inti di hari itu juga. 

Pertemuan di tahun 2010. Patno agak ketutupan wajahnya. 

Jadi rencana pun mulai digarap. Namun bila dilihat lagi sekarang, polanya agak janggal dan sungkan. Reaksi pertama adalah, berhubung kita masih di bulan Januari dan Mei masih lama, jadi kenapa tergesa-gesa. Dan ketika bulan mulai silih berganti, saya bertanya lagi, di restoran mana kita akan berkumpul. Hanya Patno dan Pak Chandra yang merespon. Polanya konsisten seperti itu sampai di hari kita bertemu di Pagi Sore. Hanya mereka berdua yang datang. 

Saat kita duduk, Pak Chandra bergumam bahwa seharusnya yang lain memberikan kabar kalau tidak bisa hadir. Sewaktu Pak Chandra mengusulkan aneka restoran, seharusnya pula yang lain berkomentar apabila mereka keberatan. Dan saya tersenyum. Pensiunan manajer bagian Umum ini masih sama seperti dulu. Usia jelas tidak memudarkan gaya bicaranya yang blak-blakan. 

Saat saya mencuri pandang di WhatsApp saya, terlihat dua DM yang masuk. Satu berkata bahwa dia ada di kantor dan yang lain berujar bahwa dia ada di Bekasi dan lokasi restoran yang berada di Alam Sutera terlalu jauh baginya. Padahal kalau dipikirkan lagi, ini bukan rencana dadakan. Setiap orang punya waktu lebih dari empat bulan untuk melakukan persiapan yang diperlukan. Dan saya datang dari luar negeri kalau mau bicara soal jarak jauh yang perlu ditempuh. 

Mungkin satu-satunya foto yang ada Pak Chandra dan saya. 

Terlepas dari itu, saya sendiri mencapai apa yang saya rencanakan: sebuah janji yang terpenuhi. Saya senang mendengar humor Patno lagi. Dan tak kalah pentingnya pula, saya bisa bertemu Pak Chandra lagi. Kita berbicara tentang masa lalu dan apa yang terjadi setelah saya meninggalkan Kalbe. Semua ini memberikan perspektif, betapa jauh sudah saya melangkah dalam hidup. 

Secara tak sengaja, saya juga belajar satu pelajaran baru: tentang prioritas dan upaya. Pengalaman ini membuka wawasan saya bahwa bilamana anda adalah prioritas bagi seseorang, niscaya dia akan berupaya. Konsep yang sama juga berlaku sebaliknya. Anda jadi tahu, di mana sebenarnya posisi anda dalam prioritas orang lain... 

No comments:

Post a Comment