Before we get into the story, allow me to open with this unrelated topic: I had been writing for so long that, throughout the years, I wondered if I had repeated something I did before. This one was such a case. Turned out that I did a piece called the Perspective in 2018! But after checking it, I can assure you the one you'll be reading isn't the same thing.
Now, the story here started like many others. It was just another unassuming morning that began with good-natured banter in our group chat. It was pretty normal, until it wasn't and the interaction hit me with an idea. This time it had to do with Taty's comment about not recognizing the Tuas Link MRT Station that she had been before.
And just like that, it sparked an idea. A few years ago, I wrote about why people are different. This one here, it felt like the sequel. A story to be told. That's when the brain started drafting all this. I couldn't help it, really!
Anyway, in Taty's case, she was at the said MRT station once, but she couldn't remember it anymore. She saw it, but subconsciously decided that it wasn't important and therefore it was forgotten. In my case, I immediately thought of the platform at the train station in China as I alighted at Tuas Link. The resemblance was uncanny. It was memorable, hence I remembered it.
My friend Taty and I couldn't be more different. Eday and I, however, were artistic in our own rights. To put it simply, we were somewhat similar in the way we were wired. Due to this, we could see the same thing and appreciate it at the same time and pace. Case in point, the time when Hendra chose vanilla ice cream in Sentosa. We couldn't help laughing in unison while Surianto failed to notice the joke.
While the statistics might be lacking here, it was interesting to note that the habits you had and the things you did regularly, they seemed to shape how you saw something and prioritized it differently. In my case, I had long decided that I wanted to live my life to the fullest. That probably explained why my brain stored memories in the most accessible part of it...
![]() |
From left: Eday, Surianto, Hendra and Taty. |
Tentang Sudut Pandang
Sebelum kita masuk ke cerita kali ini, saya ingin membuka tulisan ini dengan topik yang tidak berhubungan: saya sudah menulis blog ini delapan tahun lamanya, sampai-sampai kadang saya membayangkan apakah saya sudah mengulang apa yang saya tulis sebelumnya. Tulisan kali ini terasa seperti itu. Setelah saya cek, ternyata ada tulisan dengan judul serupa di tahun 2018! Tapi isinya berbeda, jadi saya bisa meyakinkan anda bahwa yang berikut ini bukanlah sesuatu yang pernah anda baca.
Cerita kali ini bermula sama seperti kebanyakan cerita lainnya. Pagi yang normal, yang dibuka dengan obrolan ringan di grup SMA, sampai interaksi yang terjadi tiba-tiba membuahkan ide. Kali ini inspirasi dicetuskan oleh komentar Taty tentang Stasiun MRT yang pernah ia kunjungi, namun tak lagi dikenalinya.
Dan hanya sesederhana itu, ide pun terpantik. Beberapa tahun silam, saya menulis tentang kenapa setiap orang itu berbeda. Yang satu ini terasa seperti lanjutannya. Cerita yang perlu dituangkan. Lalu kerangka cerita pun terbentuk. Semua itu spontan terjadi begitu saja di benak saya.
Kembali ke komentar Taty, dia pernah turun di Stasiun MRT tersebut, tapi dia tidak mengenali foto yang saya tunjukkan. Mungkin karena kesannya hanya sepintas lalu. Dia mampir, tapi alam bawah sadarnya memutuskan bahwa itu tidak penting dan akhirnya terlupakan. Bagi saya yang juga pernah turun sekali di Tuas Link, saya langsung teringat dengan stasiun kereta di Cina begitu melihat disain stasiun tersebut. Begitu mengesankan, sehingga saya ingat selalu.
Teman saya Taty berbeda karakternya dengan saya. Akan halnya saya dan Eday, kita sama-sama memiliki naluri seni, meski berbeda penerapannya. Dengan kata lain, ada kemiripan dalam karakter kita. Karena itu, kita bisa melihat dan mengapresiasi sesuatu secara spontan pada saat bersamaan. Contoh yang saya ingat adalah ketika Hendra memilih es krim vanila di Sentosa. Kita langsung tertawa geli sementara Surianto tidak menyadari apa yang lucu.
Walau statistiknya mungkin tidak memadai, menarik untuk dicatat bahwa kebiasaan dan hobi yang sering kita lakukan sepertinya membentuk pola kita dalam melihat dan memprioritaskan sesuatu. Bagi saya sendiri, saya sudah sejak lama mempraktekkan hidup sepenuhnya selagi bisa. Mungkin ini alasannya kenapa otak saya menyimpan kenangan di bagian yang paling mudah diakses...
No comments:
Post a Comment