Total Pageviews

Translate

Saturday, July 22, 2017

Book Review: A Brief History Of Indonesia

I picked up this book when I was at Bandung airport. I never knew what to expect but much to my surprise, this was a great book and an easy reading! It was written chronologically, started from the time the Melanesian and Austronesian came to the Archipelago; the rise and fall of kingdoms such Srivijaya, Majapahit and so many more; the foreign visitors from Ibn Battuta, Zheng He to the likes of Cornelis de Houtman and Raffles; the colonialism, the fight for independence, the birth of a country called Indonesia and what happened afterwards. 

Reading this was a brilliant experience and it was all the more interesting as it was written by a foreigner. It's always good to see our nation's history from another point of view, especially one that doesn't have a reason to be biased. Names of historical characters and places (the writer, Tim Hannigan, did a good job on this as they were pretty accurate) such as Sultan Agung, Diponegoro, Ternate, Mataram and so forth brought back the memories of history lessons that I learnt during school days. 

At the same time, reading such a rich and occasionally bleak history also gives one a perspective of how vast and multicultural Indonesia is. The book does help to show that Indonesia is really a melting pot of cultures, races and religions. It's silly to debate and argue about who are the natives, because what we know today as Javanese, Sundanese, Dayak, etc. were the result of multiple migrations and assimilation. Such process happened from the time the Flores hobbit walked the earth to the arrival of Chinese, Indians and Arab. We had Hinduism and Buddhism flourishing in the form of empires such as Srivijaya and Majapahit, then they gave way to Islam that came later on. We have the cultures that were built upon the cultures from the years gone by. We had different races and religions co-existed for centuries. Through the peace and fighting periods, we learnt the need for tolerance. It's a shame that we seem to forget it these days, when one tries to be louder than another.

My favorite part is when Soekarno appeared. The Archipelago had gone through its fair share of ups and downs when the man himself finally arrived on the scene, paid his dues and proclaimed our independence. It was a simple and short announcement, but it changed the course of our history. Our independence was not given. We seized the moment and Soekarno was at the center of it. Say what you like, but despite the mistakes that he made, he's still our Founding Father and I have only the utmost respect for him! (Long before Duterte, here was the only leader in Southeast Asia who dared to tell the United States to, "go to hell with your aid!" While the statement actually wasn't an achievement for us Indonesians to be proud of, it still never fails to make me smile).

The subsequent pages were bittersweet, describing how the British was puzzled by the unseen red white flags when they came back to the Archipelago. It only goes to show how young our Republic was, with Soekarno and team facing the impossible tasks of getting things in order. Thank God that with a little or no clue at all, they still did a pretty decent job! The downfall and transition was sad and painful, though. The particular chapter in our country's history is rather murky, actually. There's no single source of truth about the coup that happened in 1965, and after the bloody massacres that happened throughout the country (an event that was totally eliminated from the history lessons at school) Soekarno was ousted and left to live the rest of his life under house arrest.

Next, the book tells us about the tale of the Smiling General, Soeharto, and his New Order. Come to think of it, the man was the president for the first 18 years of my life and indeed he always smiled. Younger generations like me, who studied history lessons rewritten towards his advantage, wouldn't suspect that he was behind all that went wrong during the New Order. I mean, he looked like a kind-hearted old man! It was only much later on, after he was toppled, that we got to learn what sort of man he was. In hindsight, given the fact that he did what he could to build the country that was in a mess after Soekarno, let's just say that he stayed too long in power that he was eventually corrupted by the power itself.

Finally, the last few chapters were rushed to bring us up to speed about the successions that happened after Soeharto, from Habibie to Joko Widodo. It ends right there, with the phrase Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity) to remind us again who we are as a nation. Overall, a very good book!

The book and its review.


Ulasan Buku: Sejarah Singkat Indonesia

Saya membeli buku ini ketika saya berada di bandara Bandung. Awalnya saya hanya sekedar ingin memiliki sesuatu untuk dibaca sambil menunggu waktu keberangkatan, namun buku ini ternyata menarik dan gampang dibaca. Ditulis secara kronologis, buku ini mengupas Indonesia dari saat orang-orang Melanesia dan Austronesia datang ke bumi nusantara. Cerita lantas berlanjut dengan bangun dan jatuhnya kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit, dan masih banyak lagi. Kemudian masih ada lagi kisah para pengunjung asing ke Indonesia, mulai dari Ibnu Batuta, Cheng Ho dan Cornelis de Houtman serta Raffles. Setelah penjajah tiba, mulailah era kolonialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan dan lahirnya negara bernama Indonesia. 

Membaca sejarah bangsa adalah sebuah pengalaman yang seru dan menambah pengetahuan. Penting untuk melihat sejarah bangsa kita dari sudut pandang orang asing, sebab penulisnya tentu tidak memiliki alasan untuk bias. Nama-nama tempat dan pelaku sejarah seperti Ternate, Mataram, Sultan Agung, Diponegoro dan lainnya sungguh membuat saya terbawa kembali ke masa sekolah, ketika saya duduk dan mendengarkan pelajaran Sejarah. Sang penulis, Tim Hannigan, bersungguh-sungguh dalam penelitiannya dan nama-nama yang ditulisnya sangat akurat. 

Membaca sejarah yang begitu kaya dan cenderung kelam memberikan perspektif tentang luasnya Indonesia yang mencakup beragam budaya. Buku ini memberikan gambaran bahwa Indonesia benar-benar merupakan tempat bertemunya berbagai budaya, ras dan agama. Rasanya konyol untuk berdebat tentang siapa sesungguhnya pribumi di Indonesia, sebab suku-suku yang kita kenal sekarang, misalnya Jawa, Sunda, Dayak dan lain-lain, adalah hasil dari migrasi dan asimilasi yang terjadi secara berulang selama ratusan tahun. Proses ini dimulai dari sejak era manusia kerdil di Flores sampai dengan tibanya orang Cina, Indian dan Arab. Hindu dan Buddha berkembang pesat di zaman Sriwijaya dan Majapahit, kemudian digantikan dengan Islam yang datang belakangan. Budaya kita dibangun dari budaya-budaya yang datang silih berganti. Kita memiliki beraneka suku dan agama yang hidup berdampingan selama berabad-abad lamanya. Lewat masa damai dan perang, kita belajar tentang pentingnya toleransi. 


Bagian favorit saya adalah ketika Soekarno muncul. Nusantara sudah melalui begitu banyak kesusahan di masa penjajahan ketika sang proklamator lahir. Setelah dipenjara dan diasingkan karena perjuangannya, Soekarno akhirnya membacakan proklamasi kemerdekaan. Saat bersejarah itu berlangsung singkat dan sederhana, tapi mengubah sejarah bangsa kita. Perlu diingat bahwa kemerdekaan bangsa kita tidak diberikan seperti halnya negara-negara tetangga, melainkan diperjuangkan dan diraih ketika tepat saatnya. Soekarno adalah sosok di balik kemerdekaan kita. Anda bisa mencibir dan berkomentar sesuka hati tentang Soekarno, tapi dia tetap merupakan Bapak Bangsa kita dan saya sangat menghormatinya. Jauh sebelum Duterte, dia adalah satu-satunya pemimpin di Asia Tenggara yang berani berkata kepada Amerika Serikat, "persetan dengan segala bantuanmu!" Meski kalimat tersebut bukan hal yang sepatutnya dibanggakan, tapi saya selalu tersenyum karenanya. Presiden kita jelas menjaga kedaulatan dan kehormatan bangsa.

Lembaran halaman setelah kisah kemerdekaan terasa menyentuh dan penuh nostalgia. Inggris kembali ke Indonesia dan merasa bingung saat melihat bendera merah putih yang berkisar di mana-mana. Hal ini mengingatkan saya kembali, betapa mudanya bangsa kita saat itu dan betapa pemerintahan Soekarno menghadapi tugas yang nyaris tidak masuk akal dalam memulai kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa petunjuk dan rambu yang jelas, boleh dikatakan mereka masih terhitung sukses dalam menyelenggarakan pemerintahan. Namun jatuhnya Soekarno dan transisi pemerintahan yang terjadi saat itu sangat pedih dan menyedihkan. Ini adalah salah satu sisi sejarah bangsa kita yang tidak begitu jelas kebenarannya. Tidak ada satu sumber benar-benar bisa dipercaya tentang kudeta yang terjadi di tahun 1965. Setelah pembantaian yang terjadi ketika pemberontakan PKI diatasi (dan bagian ini tidak pernah diajarkan di sekolah), Soekarno digulingkan dan menjalani sisa hidupnya sebagai tahanan rumah. 

Bagian berikutnya adalah tentang Orde Baru dan Soeharto, sang Jenderal yang selalu tersenyum. Kalau dipikirkan lagi, orang ini menjabat sebagai presiden dalam 18 tahun pertama hidup saya. Sebagai generasi muda yang belajar sejarah yang telah ditulis ulang demi kepentingannya, saya tidak pernah menyangka bahwa Soeharto adalah biang dari berbagai permasalahan yang terjadi di era Orde Baru. Bagi saya, Soeharto terlihat seperti orang tua yang baik dan selalu tersenyum! Setelah dia jatuh dari tampuk kekuasaan, barulah boroknya terbongkar. Kalau dilihat kembali, negara sesungguhnya dalam keadaan kacau saat Soeharto mengambil-alih kekuasaan. Setelah pembangunan yang ia lakukan, saya rasa Soeharto bertahta terlalu lama sehingga ia sendiri pun menjadi korup karena terjerumus oleh kekuasaan itu sendiri.  

Bagian akhir terdiri dari beberapa bab yang membawa kita ke peralihan yang terjadi setelah Soeharto, mulai dari Habibie sampai pada masa Joko Widodo. Setelah itu, kisah tentang Indonesia ini ditutup dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengingatkan kita kembali tentang identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Secara keseluruhan, buku yang pantas dibaca!

No comments:

Post a Comment