Total Pageviews

Translate

Thursday, August 24, 2017

Book Review: Hotel K

Hotel K is like Woodstock in the sense that it has sex, drugs and rock n' roll, except it's a prison, not a concert venue. I first heard of it when I had a drink with an Australian of Indian descent and, as we talked about life and culture, Bali was mentioned. While the two of us agreed that Bali is a paradise island, he told me the dark side of Bali that I never heard of. It was a notorious jail called Kerobokan. A few days later, he passed me the book about it.

It wasn't a kind of book that I would normally pick up, but when a book is crazy enough to open its story with something as extreme as sex night, then it must have enough materials that are engaging enough for one to keep on reading. That was when I learnt about the existence of such a sleazy, corrupt and evil place in Bali. Hotel K is a strange ecosystem where drugs and sex are thriving, where the inmates and their jailers are making use of each other as they co-exist and it's also a place where all sorts of shady characters were locked together.

The book wasted no time to get to the point. After a shocking opening, it went on to introduce who the inmates were, from drug dealers to murderers. It also spent some chapters giving us insight of how drug smuggling was done and how the drug mules were usually captured. It was beyond the sanest mind to ever think of inserting drugs into anus or vagina, or even swallowing them for that matter, only to excrete them out later on. What's more impressive is, these unthinkable methods are actually quite common for those drug dealers, whom could be men or women, locals or foreigners, from white to black and whatever skin colors in between.


Then it talked about the prison itself. It was a chaotic mad house that was over capacity, famous for its cell tikus and run by the sadistic but yet easily-bribed jail guards. It failed to anticipate a prison break back in 1999, but was still used as a prison for the most hated terrorist in Bali, whom successfully orchestrated the bombing in Jimbaran from behind the iron bars. It was also the jail where the inmates, especially those who had money, could check out and check in as they liked, hence the name, Hotel K. It was also the place where one could either ended up at the dirtiest and the most inhumane cell ever or getting what was like a five stars hotel room instead, when he or she was able to pay. It was actually amusing to read about how the guards would sell drugs to the inmates only to catch them using it some other day. It also had women's cell block that never lacked of not-so-girlie antics, especially during the time when the Black Monster was incarcerated. Rape and murder cases also happened from time to time.

It became more like a story, albeit a crazy one, when certain inmates were established as the so-called main characters. These were mainly the foreigners and they were interacting with the forces to reckon with at Hotel K, from likes of Saidin the cold blooded killer, Iwan Thalib who ran a furniture workshop as a camouflage of his drugs factory in prison, Arman the drug lord, the terrorists Amrozi and Imam Samudra, the Bali King, the infamous Bali Nine, the brother of Gordon Ramsay, to the fearsome Laskar Bali, who would rule the jail by overpowering the jail guards. The writer did a good job in making these characters fascinating that as a reader, I would almost care about them as I carry on reading.

Hotel K is an eye-opener and a reminder that a world full of vices and its vicious cycle actually exist. It's in Bali, our doorstep for the world to come in. As an Indonesian, it was a bitter pill for me to swallow (pun intended, I guess) when I read about our law and order. The whole system, from court to jail, can be so unbelievably twisted. The fact that a convict that carried hundreds of pills could be sentenced less severe than those who carried only two pills only goes to show how the justice in Indonesia can fail us sometimes. The moral of the story? Don't do drugs in Bali and don't do drugs ever!

Hotel K, the unusual book that turned out to be fantastic.


Hotel K

Apa yang terjadi di Hotel K boleh dikatakan mirip semboyan Woodstock: seks, obat-obatan dan rock n' roll. Yang membedakan keduanya adalah tempatnya, karena Hotel K adalah penjara, bukan panggung konser. Saya pertama kali mendengar tentang Hotel K saat saya minum dengan seorang Indian berbangsa Australia dan, sewaktu kita berbicara tentang kehidupan dan budaya, pulau Bali pun disebut. Kita berdua setuju bahwa Bali adalah Pulau Dewata, tetapi ternyata ada sisi lain yang tidak saya ketahui sebelumnya. Sisi kelam ini adalah penjara bernama Kerobokan. Beberapa hari kemudian, kolega saya ini pun meminjamkan bukunya kepada saya.

Topik seperti ini tidak pernah masuk dalam daftar buku yang ingin saya baca, tapi ketika sebuah buku cukup gila untuk memulai bab pertamanya dengan sesuatu yang ekstrim seperti pesta seks di malam hari, tentunya buku ini memiliki cukup bahan yang bisa membuat kita sibuk membaca. Dari sinilah saya mengetahui tentang keberadaan penjara yang korup dan penuh perzinahan serta kejahatan. Hotel K adalah sebuah ekosistem yang sangat aneh dimana obat-obatan dan seks merajalela. Berbagai macam pelaku kejahatan ditahan di sana, menjalani hidup bersama sipir penjara dan saling memanfaatkan satu sama lain. 

Buku ini tidak membuang-buang waktu dalam bercerita. Setelah bab pertama yang mengejutkan, bab berikutnya langsung membahas tentang para tahanan, mulai dari pengedar narkoba sampai pembunuh. Bagian selanjutnya memberikan gambaran tentang penyelundupan obat terlarang dan bagaimana para pengedar ini ditangkap. Sebelum ini, saya tidak pernah tahu bahwa obat-obat ini bahkan dimasukkan ke dalam lubang pantat atau vagina. Yang lebih dashyat lagi, kadang kurir narkoba ini bahkan menelan bawaannya yang telah dibungkus secara profesional dan baru dikeluarkan dengan cara buang air besar setelah tiba di tempat tujuan. Apa yang tidak pernah terpikirkan saya ini sebenarnya hal yang biasa di dunia narkoba. Karena teriming-iming oleh uang, banyak pria dan wanita, orang lokal atau asing, kulit putih, hitam atau apa saja, terjerumus menjadi pemakai dan penyelundup. 

Hal selanjutnya yang dideskripsikan dengan detil adalah penjara itu sendiri. Hotel K adalah sebuah tempat yang penuh dengan residivis dan kekacauan, terkenal dengan sel tikusnya yang kecil, sempit dan tidak manusiawi. Penjara terbesar di Bali ini dikelola para penjaga yang sadis tetapi gampang disogok. Penjara ini berhasil dibobol oleh tahanannya di tahun 1999, tapi masih juga digunakan untuk memenjarakan teroris pemboman Bali. Dari balik jeruji besi di penjara ini, para teroris berhasil mengorganisir pemboman di Jimbaran. Yang lebih unik lagi, para tahanan bisa keluar masuk penjara, terutama bila tahanan tersebut sanggup untuk membayar atau tergolong penjahat kelas kakap. Hotel K juga merupakan tempat dimana sel penjara bisa sedemikian kotornya sehingga tidak manusiawi, tapi di satu sisi memiliki sel semewah hotel bintang lima. Para sipir penjara biasa menjual obat bius kepada tahanan kemudian menangkap mereka karena menggunakannya. Hotel K juga memiliki blok penjara wanita dimana berbagai kasus bisa terjadi, terutama saat si Monster Hitam masih dipenjara. Pembunuhan dan pemerkosaan bisa dikatakan lumrah di situ.  

Memasuki pertengahan buku, alur ceritanya kian menyerupai fiksi, terutama karena beberapa tahanan yang sering ditampilkan berulang kali mulai terasa akrab di mata pembaca. Orang-orang ini kebanyakan adalah orang asing dari mancanegara, mulai dari Brazil, Nigeria, Amerika, Inggris, Perancis, Austria sampai Australia, dan mereka berinteraksi dengan para penguasa di penjara serta tokoh-tokoh lainnya, mulai dari Saidin si pembunuh berdarah dingin yang memenggal kepala korbannya, Iwan Thalib yang membuka pabrik mebel sebagai kamuflase dari pabrik obat terlarang, Arman si pengedar nomor satu yang brutal, teroris Amrozi dan Imam Samudra, Raja Bali, Bali Nine, adik dari koki terkenal Gordon Ramsay, sampai dengan Laskar Bali yang terkenal sangar dan akhirnya menguasai penjara. Penulis berhasil menampilkan para karakter ini dengan luar biasa sehingga sebagai pembaca, kita jadi terbawa untuk peduli bagaimana nasib mereka selanjutnya.

Kesimpulannya, Hotel K membuka mata pembaca dan mengingatkan kita kembali bahwa dunia kejahatan seperti ini sungguh nyata dan terjadi di Bali, gerbang pariwisata Indonesia bagi dunia luar. Sebagai orang Indonesia, rasanya pahit untuk membaca tentang sistem pengadilan di negara kita. Korupsinya luar biasa mengakar, mulai dari pengadilan sampai penjara. Fakta bahwa seorang pelaku yang membawa dua ratusan butir pil bisa dihukum lebih ringan dari mereka yang tertangkap membawa dua butir adalah peringatan bagi kita bahwa hukum di Indonesia kadang berpihak pada mereka yang memiliki uang. Moral dari kisah ini? Jangan mau membeli narkoba di Bali dan jangan pernah mau memakai narkoba!
  



1 comment: