Total Pageviews

Translate

Sunday, November 7, 2021

The Lupus Generation

This story began about a month ago, when the night was quiet. Out of the blue, as my mind was wandering before I slept, I remembered the short stories called Lupus. Suddenly I wanted to read the first five books again, so I browsed tokopedia.com and send the link to my friend Susan

Not long after that, I received the books from Jakarta. As I read the stories, they brought me back to the time when I first heard of Lupus. It was probably in the early 90s. I was still a primary school student in Pontianak then, definitely too young for Lupus. But I got two cousins who were in high school and another relative I called uncle staying us. One of them must have had the first five novels and that's how I got hold of Lupus.

The novels, a compilation of 10 short stories per book, were very popular among high school students and young adults during its heyday. Lupus, the titular character, was a cool high school student with a hairstyle of John Taylor (the member of Duran Duran) and a habit of chewing bubble gums. The stories, most of them were funny and nonsensical, were about him and his friends.

As I flipped through the pages and enjoyed the stories, I could see why Lupus was charming. There was nothing like it before. Lupus was original. The way Hilman, the author, played with words was unconventional. He made it okay to tell a story the way he liked it, even though it was silly and didn't make any sense at all. He was also brilliant in coming up with hilarious phrases such as died successfully or picnicking everywhere

Years later, when I discovered that I could write, I must have subconsciously remembered all this. The experience of re-reading Lupus was surreal. It felt like recalling the memories from yesteryear only to notice the similarities in my own writing style and tricks. Short stories I did since high school till early 2000s, most notably Crazy Campus, was heavily inspired by Lupus. 

I guess everybody gotta be inspired and start somewhere. As a writer, mine began with this novel, even though my first ever story of this genre would happened in late 1996. Still it was nice to discover my roots. 

With that, came the long overdue recognition and acknowledgement. What Hilman did, if it was never realized before, was a breakthrough. He broke many unwritten rules and boundaries, paving the way and giving the freedom for the next generation. 

In my case, he made writing seem easy and possible, that writing was just about what you wanted to say, not a sophisticated task the teacher taught us at school. From one writer to another, I thank you, Sir, for what you did a long time ago.

The first five novels (book one, two and three are in one book) whereas the fourth and fifth are the original editions. 



Generasi Lupus

Cerita ini bermula kira-kira sebulan yang lalu, di malam yang sunyi. Ketika saya hendak tidur, tiba-tiba saya teringat tentang Lupus. Saya jadi ingin membaca ceritanya lagi, jadi saya pun cek di tokopedia.com dan mengirim link-nya ke teman saya Susan

Tidak lama setelah itu, Susan mengirimkan novel Lupus dari Jakarta. Ketika saya membaca, saya jadi terkenang lagi dengan saat pertama kalinya saya mendengar tentang Lupus di awal dekade 90an. Waktu itu saya masih murid SD di Pontianak dan sebenarnya masih terlalu muda untuk membaca Lupus. Akan tetapi saya memiliki dua sepupu yang sedang menyelesaikan pendidikan SMA dan juga seorang paman yang menumpang tinggal di rumah. Salah di antara mereka pastilah memiliki lima novel pertama Lupus dan dari situlah saya berkesempatan untuk membaca. 

Novel Lupus memiliki 10 cerpen per buku dan saat itu sangat populer di kalangan anak muda. Tokoh utamanya, Lupus, adalah anak muda usia SMA yang hobi mengunyah permen karet dan memiliki gaya rambut John Taylor dari grup musik Duran Duran. Cerpennya yang seringkali lucu dan konyol ini mengisahkan tentang masa remaja Lupus dan teman-temannya. 

Selagi saya menyimak kembali dan menikmati kumpulan ceritanya, saya bisa melihat kenapa Lupus ini terkenal di zamannya. Setahu saya, tidak ada yang seperti ini sebelumnya. Lupus adalah sebuah karya orisinil. Cara Hilman sang pengarang dalam merangkai kata sangat menggelitik. Kreativitasnya dalam bercerita begitu konyol, namun bisa diterima pembaca. Dia juga jenius dalam menciptakan frase lucu seperti tewas dengan sukses atau piknik ke mana-mana.

Bertahun-tahun kemudian, ketika saya menyadari bahwa saya bisa menulis, saya pastilah tanpa sadar mengingat apa yang pernah saya baca dari Lupus. Pengalaman membaca ulang ceritanya baru-baru ini bisa dikatakan unik. Rasanya seperti mengingat kembali cerita lama yang pernah saya ketahui sebelumnya dan mencengangkan rasanya sewaktu menemukan kemiripan antara gaya tulisan saya dan apa yang saya baca. Cerpen yang saya tulis dari masa SMA sampai awal tahun 2000an, terutama Crazy Campus, memiliki pengaruh Lupus yang kental. 

Saya rasa setiap orang pasti terinspirasi oleh sesuatu dan mulai dari inspirasi tersebut. Sebagai penulis, kisah saya dimulai dari novel ini, meskipun cerpen pertama dengan tema serupa baru saya tulis di penghujung tahun 1996. Saya senang bisa menemukan kembali sesuatu yang menjadi asal-mula saya sebagai penulis. 

Dan hal ini berarti dengan jujur mengakui sosok Hilman sebagai penulis. Apa yang Hilman capai adalah sebuah terobosan. Dia mendobrak tradisi yang sudah ada, membuka jalan dan memberikan kebebasan bagi generasi berikutnya.

Bagi saya pribadi, dengan karyanya Hilman membuat menulis itu terlihat gampang dan mungkin untuk ditekuni. Dia meyakinkan saya bahwa menulis itu pada dasarnya hanyalah menuliskan apa yang ingin saya sampaikan, bukan sebuah pekerjaan rumit seperti yang diajarkan guru di sekolah. Dari satu penulis ke penulis lainnya, saya menyampaikan rasa terima kasih atas pembelajaran ini... 

No comments:

Post a Comment