Total Pageviews

Translate

Tuesday, February 14, 2017

My Valentine

Do you recall all the well-wishes you received when you got married, congratulating you for the new beginning? Apparently all the honoured guests didn't make that up for the sake of just saying it! It's as real as it gets! Wedding day was indeed just a new beginning, because it's only after that we are in for the reality: the ups and downs, the incompatibility or perhaps the not-so-surprising little fact that your spouse actually farts like you do, too (funny this never happened before prior to this stage!)

The thing with marriage life is, it has to be sustainable for it is a very long journey. For the fact that some can even come up with an analogy that describes it as eating the same dish everyday until you get very sick of it, then there must be certain degrees of truth that this kind of life could be challenging in years ahead. Hence you better read the fine print before you sign up for it!

Just kidding. Let's move on. The paragraph before this is not very encouraging, alright, but I guess it's important to acknowledge that such a problem can happen. We'll try to figure out what to do with it, but prior to that, let's look back at the life when we were in a boyfriend/girlfriend relationship. In general, we just met a couple of hours for a date. There was this spark, this strong feeling that promted you to tell yourself you could hardly wait to see that person again. Remember that?

That particular spark (love in the air or whatever you call it) is what keeps things warm. It's fragile, dies off easily when neglected. The routines in life don't help and to make it worse, there are more and more bloody mundane stuff as the marriage life ages. As we are sucked into the vicious cycle and flowing through motion on daily basis, one may start to believe that perhaps this is what life is all about. As the spark slowly fades away, we start to take things for granted subconsciously, until the day we're silently staring at each other, trying real hard to remember why we were here in the first place.

As much as I enjoy how organized marriage life is as compared with those younger days when I was still single, I never really conform with the routines. I wrote about how I could be an asshole sometimes. You see my wife's less glamorous comments about me on Facebook occasionally, about how I could be spending too much time on chatting and other silly stuff. Nevertheless, it is precisely due to these traits that I can fathom the ugly illustration above. It scares me, and I'm very much aware of how damaging taking things for granted can be.

But here's a little secret that works well for me, the one that keeps the spark alive: regardless how busy we are, I do make time to stop and think again, why I fell in love with my wife many years ago. Long before anything else, we were two unlikely friends who got closer and made it happen against all odds. The tears and laughter that we went through, they were beautiful memories and I'm not going to throw it all away. There are more to comes, definitely, and I'll be waiting.

We may be parents and many things these days, but above all, we're only two children of the world who once made a promise to spend our lives growing old together in good and bad times. I've never mistaken that I'm the lucky one here. I mean, who am I that I can have the privilege of having a beautiful wife who's very understanding, a great mother to my two cute daughters? A blessed one, that's who!

I'm a dreamer and I will always be. And for this occasion, nothing summarizes it better than the lyrics from John Lennon:

"Though I know I'll never lose affection
For people and things that went before
I know I'll often stop and think about them
In my life, I love you more..."


Happy Valentine's day, Dear.

My Valentine.



Hari Valentine

Apakah anda masih ingat dengan ucapan selamat menempuh hidup baru yang anda terima saat menikah? Ternyata para tamu undangan tidak sedang bercanda. Makna menempuh hidup baru ini benar-benar nyata. Hari pernikahan hanyalah permulaan, sebab apa yang terjadi selanjutnya barulah kehidupan sebenarnya, mulai dari nikmatnya sarapan pagi bersama sampai fakta kecil yang mengejutkan namun manusiawi walau tidak pernah terjadi selagi pacaran, misalnya pasangan anda ternyata bisa kentut juga. 

Pernikahan itu tak ubahnya seperti perjalanan panjang yang dilalui bersama, jadi penting bagi kedua belah pihak untuk memiliki yang sesuatu yang membuat pernikahan itu bisa bertahan. Ini bukan perkara mudah, makanya ada perumpamaan bahwa pernikahan itu seperti menikmati menu yang sama setiap hari sampai anda merasa bosan. Hidup seperti ini bisa terasa sangat menantang, oleh karena itu, sebelum anda menikah dan tanda tangan, baca baik-baik apa yang akan anda tanda tangani! 

Hanya bercanda, hehe. Walaupun paragraf di atas terasa tidak mendukung, saya rasa penting bagi kita untuk mengakui bahwa kehidupan pernikahan akan selalu memiliki tantangan. Sebelum kita melihat lebih lanjut, mari lihat kembali saat-saat pacaran. Secara umum, kita hanya bertemu beberapa jam untuk menghabiskan waktu bersama pujaan hati. Di masa ini, ada daya tarik di hati yang membuat anda tidak sabar untuk bertemu dengan si dia lagi. Ingat dengan perasaan ini? 

Sensasi daya tarik inilah yang membuat hubungan terasa membara. Akan tetapi daya tarik ini juga bisa pudar ketika terabaikan. Rutinitas kehidupan ketika pernikahan kian berumur bisa menyebabkan hilangnya daya tarik ini. Tatkala kita terjebak dalam kegiatan sehari-hari yang tiada habisnya dan berulang-ulang, lambat-laun kita mungkin berpikir, jadi kehidupan pernikahan hanya seperti ini? Daya tarik itu perlahan memudar ketika kita tidak lagi berusaha melakukan sesuatu untuk mempertahankannya dan suatu hari nanti kita akan duduk dalam diam sambil saling menatap, berpikir keras untuk mengingat kenapa kita bisa bersama dalam hidup ini.  

Saya sendiri menyukai betapa kehidupan pernikahan ini terasa lebih teratur bila dibandingkan dengan saat saya masih sendiri, namun saya tidak pernah menyukai rutinitas. Saya pernah menulis bahwa terkadang saya bisa menjadi pria yang menjengkelkan, persis seperti komentar istri saya di Facebook, ketika saya menghabiskan terlalu banyak waktu untuk chatting dan hal konyol lainnya. Kendati begitu, justru karena kebiasaan inilah maka saya bisa mengerti ilustrasi mengerikan dari sebuah pernikahan yang kehilangan daya tariknya, seperti yang dipaparkan di atas. Saya terus-terang tidak ingin terjerumus seperti itu. Saya tahu betapa berbahayanya bila kita tidak meluangkan waktu satu sama lain. 

Bagi saya pribadi, terkadang saya berhenti dari semua kesibukan saya, seperti sekarang ini, untuk mengingat kembali kenapa saya jatuh cinta pada pasangan saya bertahun-tahun silam. Jauh sebelum hari ini, kita adalah dua teman yang melewati begitu banyak tawa, canda dan air mata bersama. Setelah apa yang kita lalui, saya tentu tidak akan membuang semua kenangan terindah ini begitu saja. Saya percaya masih banyak yang hal terbaik yang akan terjadi. 

Sekarang kita adalah orang tua, anak, menantu dan masih banyak lagi peran lainnya, namun di luar semua itu, kita hanyalah dua anak manusia yang berjanji untuk menjalani kehidupan di saat susah dan senang. Saya tidak pernah lupa bahwa saya adalah seorang pria yang beruntung. Saya seringkali bertanya dalam hati, siapa sebenarnya saya sampai bisa memiliki istri yang pengertian dan ibu yang luar biasa dari dua anak yang cantik dan lucu? Jawabannya adalah pria yang diberkati, tentunya! 

Saya adalah seorang pemimpi dan akan selalu bermimpi. Pada kesempatan ini, tak ada yang lebih cocok untuk menggambarkan hidup saya selain penggalan lirik lagu John Lennon ini:

"Though I know I'll never lose affection
For people and things that went before
I know I'll often stop and think about them
In my life, I love you more..."


Happy Valentine's day, Dear.

Sunday, February 12, 2017

Liverpool, City Of The Beatles

How far will we go a dream? Shortly after I was married to my husband 5 years ago, he showed me the video called the Beatles Anthology. He was very fond of the band and still is. He has a lot of Beatles’ books and CDs. He knows their songs, the stories behind the songs and the life of each Beatle. He knows almost everything about the Beatles that was already published. He even can recognise each Beatle's voice when they sang together. They are his working class heroes. Visiting Liverpool, the Beatles' hometown, had been his longtime dream. To finally be able to step on the John Lennon International Airport was like a dream came true for him.

When we landed in Liverpool!

We arrived at the John Lennon International Airport in 23 April 2016. There we were, in the hometown of the Beatles. My hubby was so excited although it was freezing cold there. The temperature was 11 degrees Celcius but the wind was so strong it made the 10 minutes walk from Liverpool One to Hard Days Night Hotel feel longer than it actually was. A Hard Day's Night is the title of the Beatles’ first film. For that sentimental reason, my husband made a booking at Hard Days Night Hotel. Located just beside the world famous Cavern Club where the Beatles rose to fame, this hotel is loved by both art and music lovers, especially Beatles fans. A lot of pictures and memorabilia of the Beatles can be found in every corner of the hotel. Beatles' music scores were hung on the ceiling nearby the reception desk. We could also see a handwritten of Yesterday music sheet framed on the wall. The wall beside the stairs from 1st until 5th floor were full of pictures.

The Beatles on the wall.

After check-in, we had lunch and explored the places nearby the hotel. It was Saturday night and there was a football match, Liverpool v. Newcastle. A lot of people were on the street. Liverpudlian, the popular name of Liverpool native, were a very lively bunch. They liked to smile, talk and hang out in groups. The weather was so cold but their smiles were friendly and warm.

One of the must visit places for Beatles fans was Beatles Story museum. We visited that museum early in the morning next day. It is located in Albert Docks, a major tourist attraction in Liverpool. Through all the pictures, recording and documentation, we followed Beatles' journey starting from their childhood, the beginning of their success in 1963, Beatlemania, the breakup of the group in 1970 and the life of each Beatle post break up. There were many bands in Liverpool and in London those days but none was like The Beatles, a band that was very successful not only in England but also in America and all over the world. In music industry, they had started what was known as the British Invasion to America. What makes them even more special is the fact that their fans are across many generations and they inspired a lot of younger musicians until now.

In front of the Beatles Story Museum.

We spend the rest of the day walking around Liverpool One area, having lunch and window shopping. Liverpool One is a shopping and leisure complex in the Liverpool city centre. With around 170 stores and services, Liverpool One is the largest shopping centre in the city and the tenth largest in the United Kingdom. Well-known brands like Debenhams, John Lewis, Next, Mark Spencer, Nike and many others are available in the complex. In almost every corner, we were entertained by a street musician who sang and played guitar. Liverpool loved music as much as they loved football!

Liverpool One.

Liverpool is a vibrant city with great cultural heritage and nice architectural buildings. We still wanted to see more of the city but the weather was really cold that it chilled us to the bone. We couldn't even walk outside for more than half an hour! After a while, we decided to go back to hotel to drink a cup of warm tea.

At night, we visited the Cavern Club in Matthew Street. This is the place where the Beatles began their career long time ago. The pub is located underground, so we had to go downstairs before reaching the pub. It was very small but full of people and most of them enthusiastically listened to the band who sang rock and roll, including Beatles songs. The atmosphere was electrifying. We enjoyed Twist and Shout, I Want to Hold Your Hand and Johnny B. Goode among others. The visitors were not only singing the songs, they also danced to the rhythm of the music!

The Cavern Club.

Inside the club!

Early morning on the next day, we took the Beatles Fab Four Taxi Tour to visit places related with the Beatles. Our tour guide was an ex-musician roughly one generation after the Beatles and he knew many people who were close or linked to the Beatles. He was very friendly and he explained very passionately about the Fab Four.

We went to the neighbourhood where the Beatles spent their childhood, Hope Street, and its surrounding. The first place that we visited was University of Liverpool. The student dorm used to be Maternity Hospital where John Lennon was born 76 years ago. From there, we moved to Falkner Street to visit Brian Epstein’s house. John Lennon used to stay here after he was married to Cynthia. Not too far from there, there is Bass Ye Cracke Bar where John Lennon and Stuart Sutcliffe spent their time drinking beer. The bar is still open and people like to go there. The rain started to come when we visited the Bar and it made the weather even colder.


Our next stop was Liverpool Colleague of Art where John and Stu studied. Just next to it, there was Liverpool Institute of Performing Art previously known as Liverpool Institute of High School for Boys where Paul McCartney and George Harrison studied. In 1985, the City Council closed down the Institute after 2 decades of political dispute. After its closure, the building stood empty and neglected, the roof leaking and the wall crumbling. Sir Paul McCartney determined to save the building. He bought it and in cooperation with Mark Featherstone Witty, he re-opened it as a Liverpool Institute of Performing Art in 1996. It was heartwarming to listen to the story of someone who was already very successful but still cared a great deal and gave back to society. It made us admire Sir Paul even more.

From there we moved to see Ringo's childhood house in Madryn Street. It was a complex for the sailor. A few years back, Liverpool government wanted to demolish the complex but thousands of Beatles fans were against the idea because Ringo Starr’s childhood home was there. They made a demonstration and finally the government cancelled the plan! Ringo and his Mum stayed only for a short period in this area together before moving to Admiral Grove. His home is now filled up with signatures from Beatles fans who came to see the place.



Just a few metres from that place, right across the street, there was Ringo’s second house in Admiral Grove and the bar where his mother used to work as a barmaid. Ringo used the picture of the bar as the cover of his first album post Beatles break up, Sentimental Journey. Life was quite tough for little Ritchie but he managed to become one of the legendary musicians from Liverpool. What an accomplishment!


Standing nearby Admiral Grove!

We continued our tour to Penny Lane. All Beatles fans must be very familiar with this street. Paul McCartney wrote a famous song with the street name as the song title, Penny Lane. The song basically talked about his childhood memories around Penny Lane. The stop where he and George used to wait for the bus, the barber, the Penny Lane cake shop and fish n' chip shop, it was surprising that all those buildings were still there! It looked like time stood still there. Interesting!


Next place we visited was St Peter's Church. John Lennon came to this church and became a choir boy in his teenage years. It was in this garden that John Lennon and his first group, The Quarrymen, performed. In front of the church, there was a building where Paul McCartney met John Lennon for the very first time. There was also a cemetery around there. Most people think it might be the place where Paul McCartney got the inspiration to write Eleanor Rigby.

We continued our tour to Strawberry Field, the inspiration for the famous song Strawberry Fields Forever that was written by John. It was actually a Salvation Army orphanage home. As we learnt from his biography, John Lennon came from a broken home. Since he was very young, his father frequently left him and his mother was busy partying. This might have made him feel close to the orphanage as he felt abandoned by his parents. He liked to visit the garden in the Salvation Army which was near his aunty’s home. Today, Strawberry Field is in state of disrepair even though it is a major tourist attraction for Beatles fans. In 2005, after nearly 70 years as an orphanage, it closed down and all remaining children were transferred to foster families. The iconic red gate from Victorian era was replaced by its replica in 2001.

Let me take you down cause we're going to Strawberry Field.

Our Beatles Fab Four Tour eventually finished after the visits to John and Paul's houses. It was a great tour. We thought we already knew a lot about the Beatles from all books that were written about them. However, visiting the real places and listening to the story from a Liverpudlian who knew many friends of the Beatles gave us a new perspective. To quote my husband's words, looking at the places where they used to live humanized them. Before they became very successful, they used to be “normal” boys like us who liked to play, socialise and work hard to achieve their dream. If they could be very successful, so do we.

Beside the Beatles Fab Four Tour, there is also similar tour but in a bigger group, the Magical Mystery Bus tour. The tour is shorter and not as private as the Beatles Fab Four Tour. If you are a big fans of Beatles, we recommend you to take the Beatles Fab Four tour. You won’t regret it!

The Taxi Tour, in front of John's house.

Most parts of our itinerary were related with the Beatles because that was our main purpose in visiting this city, but Liverpool is not only about the Beatles. If you are a big fan of football, you can visit Liverpool iconic Anfield stadium or Everton FC's stadium, Goodison Park, which is just a short taxi ride from Liverpool city centre. You can also visit Old Trafford in Manchester that is just 1.5 hours by bus from Liverpool. Liverpool also has many remarkable historical sites and landmarks throughout the City Centre. UNESCO awarded 6 World Heritage Sites in Liverpool because of its role in the development of maritime technology and its history as a major trade centre in the 18th and 19th century. A city tour to visit all of those landmarks will be very interesting.

Albert Docks.

Now, back to my first question. How far we will go for a dream? My husband is afraid of long flights. He overcame his feeling to make his dream come true. He also worked hard to save money so both of us could visit Europe. It was not easy considering he was the sole breadwinner in our family and the high living cost in Singapore, but he made it. Some of us may have our own dreams and challenges but do we have enough courage and effort to make our dream come true? Wish his determination inspires all of us to go for our dream, overcome our challenges and be excited when we reach our dreams. Life is too short, anyway.  

Di Manakah Saya? (Part 1)


Mari kita sama-sama belajar membaca tabel:
  • Zona A artinya orang yang mempunyai keberanian tapi tidak disertai dengan kecerdasan sehingga berada di zona NEKAD.
  • Zona B artinya orang yang mempunyai keberanian dan disertai dengan kecerdasan sehingga berada di zona DEWASA.
  • Zona C artinya orang yang tidak mempunyai keberanian sekaligus tidak punya kecerdasan sehingga berada di zona KEKANAK-KANAKAN.
  • Zona D artinya orang yang tidak mempunyai keberanian tapi mempunyai kecerdasan sehingga berada di zona PENGECUT.
Zona-zona tersebut bukan untuk membuat kita sombong, minder ataupun semakin cuek, tapi zona-zona tersebut untuk membuat kita tahu apa yang harus kita lakukan supaya kita bisa ke zona yang seharusnya. Sekarang kita akan bahas satu persatu.

Kita mulai dari lawan tidak berani yaitu takut. Pertanyaannya: apakah ketakutan itu tidak wajar dan tidak normal? Tentu saja ketakutan itu adalah sesuatu yang wajar dan normal. Jika kita tidak pernah merasa takut, itu malah bisa bahaya. Ingatlah bahwa takut akan Tuhan adalah awal dari kebijaksanaan. Tapi saat kita menghadapi suatu masalah dan kita sudah berusaha menyelesaikan masalah itu namun tidak bisa selesai, kita tidak perlu menambahkan ketakutan dalam diri kita karena itu juga tidak bisa membantu tapi malah membuat masalah makin rumit (if a problem is not likely to be solved, do not add concern because it will not help).

Takut adalah energi yang negatif yang bisa menghancurkan energi positif kita. Tapi dalam beberapa hal kita juga bisa jadikan ketakutan itu untuk membangun energi positif sehingga menjadi kekuatan yang luar biasa, kadang dalam bahasa beken kita sebut kepepet. Tentu kita pernah mendengar ada orang yang dicakar oleh kucing karena mengejar kucing sampai kucing tersebut tersudutkan, sehingga kekuatan kucing itu terlihat, dan hasilnya adalah cakaran di orang tersebut. Sama seperti kita, kadang dalam keadaan takut dan kepepet, kita akan memperlihatkan kekuatan kita yang sesungguhnya. Ini adalah cara pertama kita dalam mengatasi ketakutan.

Cara berikut untuk mengatasi ketakutan itu adalah dengan tidak menghindari ketakutan tersebut dalam arti hadapi ketakutan kita, taklukkan yang namanya ketakutan. Terus, apa langkah-langkah atau bagaimana cara kita menghadapinya? Ada banyak cara menghadapi ketakutan itu sendiri, tidak ada rumus khusus. Ada orang yang bisa menghadapi ketakutan dengan mengembangkan rasa percaya yang lebih besar dari ketakutan tersebut sehingga energi negatifnya menghilang. Namun, disini saya akan membagikan cara saya dalam menghadapi ketakutan itu. Ini langkah-langkahnya:

1. Tenang Dulu
Ketenangan dalam menyelesaikan persoalan adalah sangat penting dan sangat berpengaruhi terhadap cara kita memandang masalah kita. Saat ketakutan dan kegelisahan, lebih banyak kita tidak menyelesaikan masalah malah makin membuat masalah makin rumit  dan menambahkannya dengan masalah baru. Namun, teori untuk bilang tenang, itu sangatlah gampang, saat ada masalah, bagaimana bisa kita tenang? Kalau belum bisa tenang, lanjut ke langkah berikutnya.
 
2. Berdoa
Jangan ragu akan kekuatan doa, doa bisa mengubah segalanya. Namun, saat kita ada masalah besar, rasanya susah sekali untuk bisa konsen dalam berdoa, malah yang ada doanya pada ngaco. Cara kedua belum berhasil, kita pakai cara pamungkas.

3. Mengucap Syukur Atau Bernyanyi Untuk Tuhan
Bernyanyi ataupun mengucap syukur kepada Tuhan, itu yang akan membuat kita tenang. Hal yang harus dihindari saat takut adalah jangan mengeluh. Mengeluh akan memperpanjang penderitaan kita sendiri tanpa memberikan solusi. Mengeluh adalah salah satu energi negatif yang harus kita hindari. Menurut salah satu penelitian, mengeluh tidak hanya berakibat buruk sama si pelaku namun juga membuat orang yang sering mendengar menjadi stress dan mengakibatkan tekanan. Karena mengeluh itu banyak efek negatifnya, kita akan bahas sedikit disini.

Dalam buku “ The No Complaining Rule” karya Jon Gordon memberikan kita beberapa cara supaya tidak mengeluh. Berikut ini adalah cara-caranya:

a) Teknik TETAPI
Teknik ini membantu kita mengubah keluhan menjadi pemikiran yang positif, solusi, dan tindakan yang positif. Ini cara kerjanya: ketika kita menyadari bahwa kita sedang mengeluh, gunakan saja kata tetapi, lalu tambahkan pemikiran positif.

Contoh: aku tidak suka belajar untuk menghadapi ujian tetapi aku bersyukur masih bisa bersekolah sehingga aku akan lebih giat belajar. Aku banyak memiliki masalah dalam hidupku tetapi aku bersyukur karena itu artinya aku masih hidup dan diberikan waktu untuk menyelesaikan masalah-masalahku.

b) Ubahlah Keluhan Menjadi Solusi
Ide ini tidak berarti menghapuskan semua keluhan karena dalam hidup, sungguh kita tidak terlepas dari yang namanya keluhan, namun maksudnya adalah untuk menghapuskan keluhan tanpa pemikiran yang tidak memiliki tujuan yang lebih besar. Artinya ketika kita mengeluh tanpa tujuan, kita berfokus pada masalah sehingga itu yang kita hindari.  Tetapi ketika kita mengenali sebuah masalah, keluhan itu akan menggerakkan kita menuju solusi. Setiap keluhan akan mewakili peluang untuk mengubah hal yang negatif menjadi positif. 

Contoh keluhan yang tidak memiliki tujuan: a) Cuaca, kok, panas sekali? b) Kenapa musti hujan, sih?

Contoh keluhan yang memiliki tujuan: a) Badanku kok lemes, yah? Wah, aku musti olah raga dan lebih perhatikan pola makan saya. b) Nilai ujian saya tidak naik-naik, mungkin saya harus mengubah cara belajar saya dengan belajar rutin, tidak sistem kebut semalam suntuk dan lebih banyak bertanya pada guru atau teman yang lebih pintar.

c) Berfokuslah Pada AKAN Bukan HARUS 
Sering kali kita mengeluh dan berfokus pada apa yang harus kita lakukan. Kita mengatakan hal-hal seperti saya harus belajar, saya harus bekerja atau saya harus mengurus anak-anak. Coba kita ubah sudut pandang kita dan sadari bahwa hal ini bukan mengenai keharusan untuk melakukan sesuatu melainkan kita akan melakukan sesuatu. Kita akan belajar sementara banyak orang lain yang ingin belajar namun tidak bisa. Kita akan bekerja sedangkan banyak orang yang sibuk mencari kerja. Kita akan mengurus anak sementara banyak keluarga yang mendambakan anak selama berpuluh-puluh tahun. Berfokuslah pada apa yang akan kita lakukan. Berfokuslah untuk merasa diberkati, bukan tertekan. Berfokuslah untuk mengucapkan syukur.

Biasakan bukan hanya mengucap syukur saat ada kebahagiaan tapi saat kita dalam masalah ataupun kesusahan. Mengucap syukur atau bernyanyi untuk Tuhan akan membuat kita lebih damai di hati. Setelah bernyanyi atau mengucap syukur, lanjutkan dengan berdoa dan setelah itu kita akan merasa tenang. Saat tenang, solusi atau penyelesaian masalah makin jelas. Ini bisa dilihat dalam kehidupan kita sehari-hari. 

Contoh: Saat kita masih kecil, kita bermain di sungai dan ada gelang kita yang jatuh. Di saat yang tidak tenang, kita akan memakai cara-cara kita yang tidak tenang tersebut untuk menemukan solusi, misalnya dengan mengaduk-aduk di sungai. Makin diaduk, ya airnya makin keruh, sehingga kita bisa kehilangan gelang tersebut. Namun saat kita tenang. Kita biarkan airnya tenang dan kembali jernih, gelang tersebut akan kelihatan sendirinya.

Contoh lain dalam menghadapi ketakutan itu (dan ini adalah pengalaman pribadi saya sendiri) adalah sebagai berikut: dulu saya takut sekali untuk berbicara di depan kelas, apalagi di depan umum. Pengalaman pertama di kelas adalah pengalaman pertama saya mengajar. Di hari pertama saya masuk kelas, seperti biasanya kita berkenalan sama murid-murid. Tentu saja saya yang pertama kali mengenalkan diri kepada murid-murid, pertama tidak ada yang terjadi, saya masih bisa mengontrol rasa takut saya dengan kepercayaan diri saya, namun saat saya selesai memperkenalkan diri, saatnya saya memberikan waktu kepada murid-murid untuk bertanya tentang saya dan ketika banyak yang angkat tangan dan ingin bertanya, di saat itulah ketakutan saya semakin besar dan menyebabkan kaki saya gemetaran sehingga saya mencoba menenangkan diri dengan cara duduk di bangku. Di sini saya mencoba mengalahkan ketakutan saya dengan menciptakan kepercayaan diri lebih besar daripada rasa takut saya. Untuk mengalahkan rasa takut tersebut, saya selalu membayangkan hasil yang akan saya capai. Alhasil, ketakutan itu mulai hilang seiring berjalannya waktu.

Intinya adalah, buatlah ketakutan itu menjadi hal yang biasa sehingga kita tidak akan takut lagi karena itu sudah menjadi kebiasaan kita. Bagi saya pribadi, hasilnya sungguh luar biasa, saya jadi terbiasa berbicara di depan orang-orang. Dengan kata lain, saya berhasil mengalahkan ketakutan saya. Oh ya, ketakutan juga bisa merusak kesehatan, lho, tapi kita tidak akan bahas di sini. Yuk, kita lanjutkan.

###

Keberanian adalah salah satu hal yang bisa membuat ketidakmungkinan menjadi mungkin. Keberanian juga yang membuat kita mampu menyelesaikan permasalahan kita dan menunjukkan jalan keluar bagi kita. Keberanian membuat kita bisa melihat kesempatan-kesempatan yang ada. Namun berani bukan berarti melakukan sesuatu tanpa perhitungan.

Someone who is brave won’t jump to well without thinking it, but one will come in slowly with opened eyes after one measures how deep it is.”

Artinya: seseorang yang berani tidak akan langsung melompat ke sumur tanpa berpikir, namun dia akan masuk dengan pelan dengan mata terbuka setelah mengukur berapa dalam kolam tersebut.

Dalam hidup, setidaknya kita harus mempunyai 6 keberanian yaitu :
  1. Berani untuk bermimpi
  2. Berani untuk mencoba
  3. Berani untuk berjuang
  4. Berani untuk gagal
  5. Berani untuk mengiklaskan
  6. Berani untuk sukses
Kita akan membahas satu per satu keberanian yang harus kita miliki.

1. Berani untuk bermimpi
The tragedy of life doesn’t lie in not reaching your dream. The tragedy lies in having no dream to reach.”

Artinya: tragedi dari hidup bukanlah tidak mencapai mimpi kita, melainkan tidak ada mimpi untuk dicapai.

Kenapa ada pesawat terbang? Itu adalah hasil dari mimpi Wright bersaudara yang ingin terbang. Saat pertama kali mereka bilang ingin terbang, hampir semua orang menertawakan ide mereka yang kelihatan tidak mungkin dan agak gila. Tapi mereka tidak patah semangat, mereka terus berusaha berjuang untuk mewujudkan mimpi mereka dan pada akhirnya kita bisa menikmati berpergian dengan pesawat yang bisa menghemat waktu dan menikmati keindahan alam. Pesawat adalah salah satu dari sekian banyak teknologi dari hasil mimpi yang membuat hidup lebih mudah.

Ada kalimat bagus yang patut kita ingat, yaitu the day I stop dreaming is the day I die. Di hari kita berhenti bermimpi, di hari itulah kita meninggal. Setiap dari kita harus mempunyai mimpi. Jika seseorang tidak mempunyai mimpi dalam hidupnya, maka dia sudah mati sebelum waktunya. Kalimat ini kelihatannya kejam tapi benar adanya.

Saat saya menerima tawaran teman saya, Anthony, untuk berpartisipasi menulis di blog-nya dan membagikan tulisan ini, itu karena saya berani untuk bermimpi. Bermimpi suatu saat akan menjadi buku yang bisa diterbitkan, bisa dibaca orang banyak dan bisa bermanfaat terutama untuk para remaja sehingga mereka bisa memberikan citra diri yang baik dan tidak lagi tawuran atau melakukan hal-hal negatif yang lain.

Ide membagikan tulisan ini juga terinspirasi dari murid-murid saya. Saya adalah seorang pendidik dan saya dekat dengan murid-murid saya. Saya kadang menjadi seorang guru ataupun seorang teman untuk sharing dan bertanya jawab. Singkat cerita, dari sharing dengan murid-murid saya, banyak di antara mereka yang tertarik dengan pemikiran saya dan beberapa di antaranya memberikan pendapatnya bagi saya untuk membagikan ide-ide saya melalui tulisan.

Salah satu murid yang memberikan saya inspirasi dalam menulis buku ini adalah Raymond. Saya akan bercerita sedikit tentang hal ini:

Pertama kali saya mengajar dia dan adiknya, bisa dikatakan dia adalah murid yang mempunyai emosi dan kebandelan di atas rata-rata. Kendati begitu, saya selalu percaya bahwa setiap anak pasti mempunyai kelebihannya. Dia bisa dikatakan menjadi eksperimen saya (bercanda sedikit, ya). Karena saya ingin dia menemukan siapa dirinya, saya memutuskan untuk membantu dia.

Ini adalah proses yang panjang namun saya sangat puas dengan hasilnya.  Setiap saya mengajar, saya sering mendiskusikan sesuatu yang baik dan selalu berusaha membangun dirinya untuk lebih baik. Tentunya saya juga memberikan nilai positif terhadap dirinya dan meminta dia banyak membaca. Seperti yang saya bilang, sekarang saya puas dengan hasilnya. Sekarang dia lebih bisa mengontrol emosinya dan kini terbentuk karakter yang lebih baik.

Dia juga pernah bertanya kepada saya, sejak kapan dia mulai berubah, saya mengatakan bahwa saya tidak tahu. Yang saya tahu adalah, jika kita percaya pada kebaikan yang mau kita berikan kepada orang lain, percayalah bahwa kebaikan sekecil apa pun tidak akan sia-sia, semuanya akan berbuah seiring dengan waktu. Setiap ada diskusi, sering dia mengatakan, "wah, ini kalimatnya bagus, saya mau mencatatnya supaya tidak lupa ataupun kata-kata ini membuat saya mudah mengerti, saya mau mencatatnya."

Kalimat-kalimat ini yang menjadi salah satu alasan yang mendorong saya membagikan tulisan saya. Itu cerita singkat tentang salah satu murid saya. Jika anda membaca terus, tentu anda akan menemukan cerita pengalaman tentang saya dengan murid saya yang lain.

Bagi orang tua, investasikan waktu anda untuk anak-anak anda sehingga anda bisa melihat kemampuan atau talenta yang anak-anak anda miliki. Memberikan fasilitas sekolah yang bagus, kursus yang bagus, itu semuanya sah-sah saja, namun akan lebih berlipat bagusnya jika anda memberikan waktu kepada mereka sehingga anda bukan hanya menjadi orang tua tapi bisa menjadi teman. Anda bisa mengenali talenta mereka lebih mudah jika anda dekat dengan mereka. Salah satu hal yang bisa buat anda tahu talenta mereka adalah dengan memperhatikan saat mereka bercerita. Saat bercerita apa yang membuat mereka bersemangat, atau saat melakukan apa mereka menjadi bersemangat dan kelihatan selalu tidak kehilangan energi.

Berikan pujian saat mereka menunjukkan talenta mereka dan dukung mereka untuk menwujudkan talenta tersebut sebagai suatu yang nyata atau berikan pujian saat mereka melakukan suatu kebaikan walau sekecil apapun. Contoh: berikan pujian saat anak-anak anda menunjukkan hasil karya mereka berupa hasil gambar mereka dan berikan mereka penghargaan dengan meminta mereka menggambar sesuatu untuk di tempelkan di depan pintu kamar, misalnya gambar sekeluarga yang saling bergandeng tangan. Dengan bertindak demikian, anda tidak hanya menghargai atau memuji tapi juga mendorong talenta anak anda menjadi suatu yang nyata, bukan lagi kecerdasan teori tapi merupakan kecerdasan performance

Contoh lain: Berikan dukungan anda bagi anak-anak anda untuk membersihkan tempat tidurnya ataupun sekali-sekali membantu mbak-nya mengepel atau pekerjaan rumah. Jangan kira dengan anak anda membersihkan kamar tidur, nilai anak anda akan menjadi turun, dia akan tetap merupakan anak anda. Seperti seorang yang mempunyai pemilik kebun di rumahnya yang besar, apakah saat dia melakukan pekerjaan di kebunnya, dia bukan lagi pemilik kebun tersebut? Tentu tidak, dan dia tetap yaitu pemilik kebun tersebut. Hal-hal kecil tersebut malah bisa melatih anak untuk melakukan kebaikan-kebaikan kecil lainnya.

Seorang psikolog, Henry H. Goddard, melakukan penelitian pada tingkat energi dalam diri anak-anak menggunakan peralatan yang ia sebut ergograph. Penemuannya sangat mengagumkan. Ia menemukan bahwa saat seorang anak yang kelelahan diberi kata-kata pujian atau penguatan, ergograph itu segera menunjukkan bahwa energi dalam diri anak-anak itu melonjak sangat tinggi. Saat mereka dikritik atau dicela, ergograph itu menunjukkan bahwa energi fisik mereka segera tenggelam. Kita mungkin juga pernah merasakan ini; saat seseorang memuji kita, tidakkah kita merasa lebih berenergi? Saat kita dikritik, tidakkah komentar itu membuat kita jatuh? Kata-kata mempunyai kekuatan sangat besar. Mari, mulai dari sekarang, hindari kata-kata negatif yang bisa membuat anak menjadi tidak bersemangat dan yang lebih memprihatinkan lagi, itu bisa menjadi citra diri yang negatif untuk anak tersebut sampai dewasa. Berikan citra yang baik bagi anak-anak anda dan anda akan terkejut dengan kemampuan anak-anak anda. Saya percaya semua anak adalah batu permata yang belum dipoles, maka poleslah anak-anak anda sehingga menjadi permata yang wow. Saya melihat semua anak-anak  murid saya mempunyai talenta yang luar biasa yang tersimpan dalam diri mereka.

Saya akan memberikan contoh salah satunya: saya mempunyai murid dua bersaudari, masing-masing mereka mempunyai talenta yang berbeda, saya akan membahas salah satunya, namanya Tiffany. Sama seperti anak umumnya, dia suka bermain, kadang tidak konsen belajar tapi saya melihat talenta yang tersimpan dalam dirinya, yang sangat disayangkan jika tidak dikembangkan. Dia masih SD kelas 5 dan dia suka menggambar, saya melihat talenta yang dia tunjukkan dalam menggambar sungguh luar biasa. Dia suka menggambar sambil memberikan cerita. Itu adalah suatu yang luar biasa dalam usianya yang masih muda.

Selanjutnya untuk para orang tua juga, saya sangat mengerti anda pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anak anda. Walaupun demikian, apa yang terbaik bagi anda, belum tentu terbaik bagi anak-anak anda. Anda tentu saja boleh membimbing anak-anak anda untuk mencapai mimpi yang anda inginkan dari anak-anak anda dan anda bisa mulai dari sejak mereka masih kecil, dengan memberikan sugesti yang baik tentang mimpi tersebut. Ketika anak-anak anda sudah dewasa, berikan kebebasan untuk mereka untuk memilih mimpi-mimpi mereka.

Jangan memaksakan mereka untuk memilih jurusan yang anda inginkan. Secara tidak sadar anda bisa jadi sudah merampas mimpi-mimpi dari anak-anak anda. Setiap orang bertanggung jawab atas hidupnya dan begitu juga dengan pilihan hidupnya. Anda boleh memberikan masukan-masukan, tapi biarkan anak-anak yang menentukan hidupnya. Banyak sekali pengalaman di awal karir saya dalam mengajar, dimana murid-murid saya mengeluh tentang kehendak orang tua mereka yang harus dituruti dalam memilih jurusan untuk anak-anak mereka.

Tentu kita bisa bayangkan jika kita disuruh melakukan sesuatu yang bukan merupakan pilihan kita. Melakukan sesuatu yang kita tidak suka, hasil yang akan kita dapatkan tentu tidak maksimal. Dari mana energi, kekuatan dan antusiasme kita dalam melakukan sesuatu yang kita tidak suka? Apakah anda masih mau terus menyiksa anak-anak anda dengan mengharuskan mereka memilih jurusan yang anda mau? Itu pilihan anda sendiri karena nanti anda juga yang akan melihat dan merasakan hasilnya.

Dalam bermimpi, kita harus bermimpi yang besar, yang wow! Mari kita lihat contoh berikut ini:

Di suatu kota kecil ada dua sahabat yang masing-masing mempunyai mimpi. Mereka merantau ke kota besar dengan membawa mimpi mereka. Sebelum mereka berangkat, mereka menceritakan mimpi mereka masing-masing. Michael mempunyai mimpi ingin mempunyai 20 truk dalam waktu 10 tahun dan Andy mempunyai mimpi ingin memiliki 4 truk dalam waktu yang sama yaitu dalam 10 tahun.

Setelah 10 tahun, mereka bertemu lagi di kota besar tersebut, dan benar saja mereka sudah sukses. Lalu mereka pun bertukar cerita. Michael bertanya kepada Andy, "Andy, bagaimana dengan mimpimu?" Dengan bangga Andy memberitahukan kepada Michael kalau mimpinya sudah terwujud. Sekarang dia mempunyai 4 truk. Michael senang sekali mendengar berita itu. Tatkala Andy balik bertanya kepada Michael bagaimana mimpinya, Michael pun memberitahukan kepada Andy kalau mimpinya itu hanya tercapai 50%, yaitu memiliki 10 truk.

Nah, dari contoh tersebut, kita bisa menarik kesimpulan bahwa dalam bermimpi, kita harus mempunyai mimpi yang besar. Dan tentu saja kita akan berusaha mencapainya. Kita harus berusaha bukan saja hanya mencapai mimpi kita, tapi melampaui mimpi kita!

2. Berani untuk mencoba
Jika kita mempunyai mimpi, jangan hanya berdiam diri. Apakah kita mau mimpi kita hanya terjadi dalam mimpi? Tentu kita mau membuatnya menjadi kenyataan. Untuk itu, kita harus berani mencoba untuk menwujudkannya dengan melakukan perencanaan, tindakan dan berdoa.  Mimpi adalah bibit, untuk menuai mimpi menjadi kenyataan membutuhkan keringat.

Clear up your mind of can’t. sebelum kita mencoba, jangan bilang tidak mungkin atau tidak bisa.

When we say that it’s impossible, thousand people outside prove that on the other hand. Apakah kita tahu, seringkali kita berkata itu adalah tidak mungkin tapi kenyataannya banyak orang membuktikan itu bisa adanya.

Everything can be, it depends on you, you want it or not. Semuanya mungkin, ini tergantung dari diri kita bagaimana memandang segala sesuatu tersebut.

I never knew a man who was good at making excuse who was good at anything else. Kalau belum berhasil, coba lagi. Jangan mencari alasan. Pepatah mengatakan, bahwa orang yang suka mencari alasan, dia tidak bisa dalam hal lainnya.

Thomas Alva Edison mengatakan: "I have not failed, I’ve just found 10,000 ways that won’t work." Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah gagal, dia hanya belum menemukan cara yang tepat.

Dan Albert Einstein mengatakan, "a person who never made a mistake, never tried anything new." Siapapun yang tidak pernah berbuat salah, tidak pernah mencoba sesuatu yang baru.

Mari kita lihat cerita kehidupan yang dialami oleh Nick Vujisic berikut ini:

Nick Vujicic hidup dalam cacat fisik, tanpa kedua tangan dan kedua kaki, namun bisa melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia normal, bahkan lebih hebat lagi karena dia mempunyai tekad yang kuat. Sekali belum berhasil, ia MENCOBA lagi. Belum berhasil, MENCOBA lagi. Masih belum berhasil, ia MENCOBA lagi sampai bisa melakukan apa yang ia ingin lakukan. Sekarang dia menjadi seorang motivator yang dapat membakar semangat siapa saja yang mendengarkannya saat ia melakukan seminar atau berpidato. Kita juga bisa melihat motivasi yang diberikan oleh Nick Vujicic lewat youtube.com.

Sekarang kita akan mencoba melihat diri kita yang mempunyai kedua tangan dan kedua kaki yang utuh. Bisa dikatakan banyak dari kita tidak mengalami kekurangan fisik yang berarti sehingga kita bisa melakukan apapun yang kita inginkan, tapi apakah kita mempunyai semangat seperti Nick Vujicic yang berani mencoba dan mencoba lagi?

Mari kita belajar dari orang-orang besar ini yang tidak pernah putus asa, selalu penuh dengan harapan. Karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu kita takkan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian. Ingatlah, sekali kita kehilangan harapan, kita kehilangan seluruh kekuatan kita untuk menghadapi dunia.

3. Berani untuk berjuang
Selama hidup, kita tidak boleh berhenti berjuang. Perjuangan dalam hidup yang membuat kita semakin hidup dalam kehidupan kita.  Mencoba terus dan kadang dengan cara yang berbeda, itulah yang kita namakan berjuang.

Sometimes you may have to fight a battle more than once to win it. Kadang untuk mencapai sesuatu, kita harus mencobanya terus dan kadang kita mencobanya dengan cara yang berbeda. Tentu kita masih ingat tentang Thomas Alva Edison yang mengatakan, "I have not failed, I’ve just found 10,000 ways that won’t work."

Mari kita lihat sedikit bagaimana dia menemukan lampu pijar: Edison mengalami kegagalan sebanyak 9.998 kali. Pada percobaannya yang ke 9.999, dia baru berhasil membuat lampu pijarnya menyala, sebuah karya yang akhirnya kita nikmati sampai sekarang ini. Banyak orang-orang bertanya-tanya bagaimana dia berhasil menemukan lampu pijar tersebut, dan ketika  dia ditanya apa kunci kesuksesannya, Edison menjawab, "saya berhasil karena saya telah kehabisan dengan apa yang disebut kegagalan."

Bayangkan perjuangan dia untuk membuat lampu pijarnya menyala. Dia selalu mencoba dan kadang dengan cara yang berbeda sehingga dia mencapai keberhasilannya. Bahkan saat dia ditanya apakah dia tidak bosan dengan kegagalannya, Edison menjawab, "dengan kegagalan-kegagalan tersebut, saya malah mengetahui ribuan cara agar lampu tidak menyala." Sungguh luar biasa bagaimana Thomas Alfa Edison memandang kegagalan dari kacamata yang sangat positif!

Yang tidak kalah pentingnya dan perlu kita ingat adalah pepatah berikut ini: In every single sacrifice, sweat, fight and pain, God will count them. Artinya, Tuhan selalu melihat dan menghitung setiap keringat, perjuangan kita untuk kebaikan. Kita akan coba belajar dari sebuah cerita di bawah ini:

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita bangsa kerang sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu. Sakit sekali, aku tahu itu, anakku, tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat." 

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakitpun makin berkurang, dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.

Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar putih mengkilap dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara. Air matanya berubah menjadi sangat berharga. Hasil derita bertahun-tahun membuat dirinya lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Cerita di atas adalah sebuah paradigma yang menjelaskan bahwa perjuangan menghadapi penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan kerang biasa menjadi kerang luar biasa. Karena itu dapat dipertegas bahwa perjuangan, air mata, kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah ”orang biasa” menjadi ”orang luar biasa”.

Untuk itu haruslah kita mempunyai semangat dan mental seperti seorang pematung. Kita bisa lihat, seorang pematung saat pertama membuat patung dari bongkahan batu yang bentuknya tidak beraturan. Dengan sabar dia membuat bentuk dari batu tersebut dan menjadi semakin bersemangat saat melihat batu tersebut sudah mempunyai bentuk muka. Dia tidak merasakan lelah lagi saat batu tersebut mulai menjadi sebuah patung yang bagus. Saya sangat ingat akan kata guru SMU saya yang mengatakan, "belajarlah dari seorang pematung bukan dari karateka." Banyak sekali karateka yang awalnya semangat sekali tapi semakin lama makin hilang semangatnya.

4. Berani untuk gagal
Kelihatannya aneh untuk keberanian yang satu ini. Namun kita akan melihat kenapa penting sekali bagi kita untuk berani gagal. Di saat kita tidak berani gagal, kita tidak akan berani mencoba. Nah, itulah kegagalan yang sesungguhnya. Dan sebenarnya kegagalan itu tidak ada selama kita tidak berhenti mencoba dan tidak menyerah. Bahasa bekennya, "kegagalan adalah sukses yang tertunda." Yakinlah setiap kali kita mencoba sepenuh hati dalam melakukan sesuatu, walaupun kelihatannya kita tidak berhasil tapi kita pasti mendapatkan bayarannya yaitu pengalaman saat kita mencoba. Ini akan membuat kita tahu bahwa cara yang kita gunakan kurang tepat dan kita bisa mencobanya dengan cara yang lain sampai berhasil.

Kadang kita tidak menyadari bahwa saat kita menyerah, kesuksesan itu sudah dekat dengan kita. Lebih dari itu, lebih baik gagal saat mencoba daripada gagal karena tidak berani mencoba. Kita bisa sukses bukan berarti kita selalu berhasil dalam melakukan sesuatu hal tapi saat belum berhasil, kita masih bisa bangkit dan melakukannya lagi dan kadang dengan cara yang berbeda.

5. Berani untuk mengikhlaskan
Arti dari mengikhlaskan adalah jangan meminta bayaran lebih dari yang sudah kita terima saat apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan rencana. Kadang karena begitu tidak ikhlasnya, kita selalu terjebak di dalam masalah yang sama sebab kita melakukan dengan cara yang sama. Contoh: seorang penjudi yang kalah, karena merasa rugi ataupun ingin menang untuk menjadi kaya, dia terjebak berpuluh-puluh tahun dengan harapan akan menang. Sebenarnya saat dia merasa ada kerugian, dia harus berhenti. Dia harus mengikhlaskan. Itulah bayaran atas apa yang kita lakukan. Jangan meminta lebih. Bayaran atas apa yang kita lakukan tidak hanya selalu menguntungkan kita, ada kalanya itu menyakitkan kita namun yakinlah segala sesuatu terjadi pasti ada alasannya. Kita mesti ingat, maksud baik dengan cara yang salah, itu bisa menjadi hukuman untuk diri kita. Mungkin saja ada maksud baik dari seorang penjudi itu, maksudnya ada keinginan jika menang akan membahagiakan keluarganya, namun caranya salah. Jadi, ikhlaskan saja dan mulai dengan cara lain.

6. Berani untuk sukses
Nah, biasanya ini yang di tunggu-tunggu, yaitu berani sukses. Kita sangat menyukai yang terakhir ini. Tapi kita harus ingat, semuanya ada prosesnya, nikmati setiap proses yang kita lalui untuk menuju sukses.

###

Sekarang kita akan membahas kecerdasan. Sebenarnya di dunia ini tidak ada yang namanya bodoh, yang membedakan adalah rajin atau malas, mau atau tidak. Mau menjadi cerdas itu susah tapi lebih susah lagi kalau tidak ada kecerdasan. Untuk menjadi cerdas, ada banyak cara. Di sini kita akan mendiskusikan beberapa cara, yaitu:

1. Mau mendengarkan
Kita dikaruniakan dua telinga dan satu mulut oleh Tuhan, jadi sudah seharusnya kita mendengarkan dua kali lebih banyak daripada berbicara. Jika seseorang sudah tidak mau mendengarkan orang lain, dia tidak akan belajar apa pun sehingga apa yang dia tahu tidak akan berkembang. Mendengar berbeda dengan mendengarkan. Mendengar itu hanya suara sampai ke telinga kita dan kita tidak mencernanya atau memikirkannya, seperti saat ada suara mobil lewat di depan kita. Mendengarkan artinya suara yang masuk ke telinga kita diolah di otak dalam arti dicerna dan direnungkan. Di samping mendengarkan, ada juga mendengarkan dengan hati. Mendengarkan dengan hati artinya kita turut merasakan atau menempatkan posisi kita di orang tersebut saat orang menceritakan sesuatu kepada kita. Biasanya mendengarkan dengan hati terjadi saat sharing, mamun saya tidak akan bahas lebih lanjut tentang jenis-jenis mendengarkan karena topiknya berbeda.

2. Jangan menjadi orang yang sok tahu
Jika kita tidak tahu, jujur saja dan bertanya kepada orang yang tahu, maka akan banyak orang yang akan memberitahu kita. Dengaan demikian, kita akan lebih tahu dan berkembang. Siapa pun dia, apa pun pekerjaannya, kita pasti bisa mempelajari sesuatu dari orang tersebut. Contoh: kita bisa belajar banyak dari seorang pengemis. Mari lihat sisi positifnya, yaitu bagaimana dia berjuang untuk bertahan hidup. Berapa banyak orang di dunia ini yang bunuh diri hanya karena masalah sepele? Dan dari pengalaman saya, saya pernah belajar dari murid saya:
Jessen saat itu masih SD. Pada suatu hari, saya lagi banyak masalah dan sepertinya masalah selalu datang sebelum yang lain terselesaikan. Hal ini memancing saya untuk mepertanyakan keadilan Tuhan di dalam hati saya. Saya percaya apa yang terjadi berikutnya bukan kebetulan, karena saat saya sampai di rumahnya, sebelum saya berbicara, dia mendadak memulai percakapan:

Jessen: "Sir, you know, life is fair." (hidup ini adil)
Myself: "How can you know that?" (bagaimana kamu tahu itu?)
Jessen: "There are bosses, drivers, employees and we help one another." (ada boss, supir, pekerja dan kita saling membantu).
Myself: "Maybe you can say like that because you’re in your position and you don’t have any problem. How about someone who must work hard for his life?" (kamu bisa bilang begitu karena kamu ada di posisi kamu dan kamu tidak mempunyai masalah. Bagaimana bagi seseorang yang harus bekerja kerja untuk hidupnya?)
Jessen: "You know, just now, before you came, my driver said that. He said life is fair and we always complete one another. Can you imagine if all people in this world are employers? It will be funny if all of us have same position in this world." (Hidup ini adil dan kita selalu melengkapi satu sama lain. Dapatkah kita bayangkan jika semua orang di dunia ini adalah boss? Pasti lucu kalau semua dari kita mempunyai posisi yang sama di dunia ini.)

Nah, saat itu saya belajar dari murid saya. Pertanyaan dalam hati saya mengenai keadilan menjadi sesuatu yang lucu untuk saya pertanyakan lagi.

3. Banyak membaca
Buku adalah jendela dunia. Kita bisa melihat dunia yang luas ini dengan buku. Banyaklah membaca. Ada begitu banyak buku yang bisa mengembangkan diri kita dan membuat kita lebih baik. Mulailah dari sekarang membagi waktu kita untuk membaca, misalnya dari jam menonton tv, kurangin 30 menit atau 45 menit untuk membaca. Kita akan terkejut dengan hasilnya. Ada sesuatu yang kita dapat daripada hanya menonton (dan kadang kita tetap menghabiskan waktu kita dengan menonton walaupun film tersebut sudah kita tonton lebih dari tiga kali). Sekalian, ya, saya ingin menyarankan beberapa buku untuk kalian mulai membaca. Kalian bisa mulai dari The Seven Habits karya Sean Covey, Personality Plus, 25 Ways To Win With People karya John C. Maxwell, dan kalian bisa lanjutkan dengan buku-buku lainnya. Semuanya menarik saat kita sudah mulai membiasakan diri membaca. Selamat membaca dan semangat, ya!

4. Bergaul sama orang yang cerdas
Di mana pun kita berada, tentu saja orang-orang yang ada di sekitar kita membawa pengaruh yang besar. Maka bergaullah lebih banyak dengan orang-orang cerdas supaya kita ketularan cerdasnya. Di sini bukan berarti kita pilih-pilih teman tapi porsi dalam berteman. Adakalanya kita berteman dan cukup say hello saat ketemu, ada juga yang kita memberikan banyak waktu untuk berbincang-bincang. Energi positif dan negatif dari orang sekitar kita bisa menular, jadi jangan terlalu menghabiskan waktu sama orang-orang yang negatif.

Wednesday, February 8, 2017

The Ancient Art Of Sending Postcards

The thing with the internet era is, almost everything is instantaneous and in electronic form. While it's good to be fast, it's also almost unreal, losing both the personal touch and its element of surprises. I mean, do you remember the good old days when you opened your mailbox and received something unexpected that made you smile? It felt good, didn't it?

A friend of mine once lamented that her mailbox had only credit card and other bills these days, then casually asked if we'd like to send her any postcards. It was a rather silly request that I believe she didn't expect anything in return. However, I love silly stuff because that's what makes us human, so I entertained the idea.

The postcards recipient and one of her senders.

And that's how the whole postcards saga started in 2015. I always imagined that it should be easy. The whole activities can be described as finding a postcard, write your message and stick a stamp on it and voilà, we're good to send it. Little did I know that it could be such a daunting task in reality. In countries like Indonesia, postcards are almost extinct that you can't even find it at the post office!

Nevertheless, getting it done is part of the fun and it can be done in many ways. Once postcard is obtained, I scribble a short nonsense and, whenever it is possible, share it with other friends. The trip we had last June was a classic example of collecting messages from as many friends as possible, a journey that brought us crisscrossing Jakarta, Bekasi, Karawang and back to Jakarta again before we sent it out.

One postcard adventure was a rather unlikely one. I was in Yangon, Myanmar, and I thought I was running out of luck in finding postcard until my friend spotted one at Bogyoke Market. It didn't look good, but was still a postcard, so I bought it. Next, I had to find my way to get a stamp and after asking around, I found one on third floor, in a very rundown looking post office. Much to my surprise, it actually had a decent collection of postcards there. Anyway, so there I was, performing the ancient art of sending postcards again. Once done, I dropped it on red mailbox outside the post office. Only God knows if it ever gets delivered.

All this, was it worth the trouble? Well, if I imagine how a friend opens a mailbox on one fine day just to find a nice little surprise among the bills, I think it's worth it. Sometimes in life, it's not always about ourselves, but about sharing a little happiness to others. In today's world where things are fast paced, it is a small gesture like this that gives us time to stop and smell the roses...

The postcard adventure in Myanmar
From top, clockwise: the post office ~ The sign to post office. It's on third floor! ~ The post office entrance, where I dropped the postcard.


Seni Kuno Mengirim Kartu Pos

Masalah dengan era internet adalah, segalanya menjadi instan dan dalam bentuk elektronik. Walau ada bagusnya karena semua menjadi cepat, tetapi efek sampingnya adalah hilangnya sentuhan pribadi dan unsur kejutan. Maksud saya, apakah anda masih ingat rasanya ketika membuka kotak pos dan menemukan sesuatu yang membuat anda tersenyum? Rasanya menyenangkan, bukan?

Seorang teman saya pernah mengeluh bahwa kotak posnya hanya berisi tagihan kartu kredit dan lain-lain sekarang. Dia lalu berujar sekenanya, apakah kami sebagai teman-temannya bersedia mengirimkan kartu pos untuknya. Saya rasa dia hanya sekedar berucap dan tidak berharap bahwa permintaannya akan benar-benar ditanggapi. Akan tetapi saya menyukai hal kecil dan remeh seperti ini karena inilah yang membuat kita manusiawi, jadi saya ladeni idenya.

Dan dari situlah kisah kartu pos bermula. Saya senantiasa membayangkan bahwa semuanya akan lancar dan mudah. Pada dasarnya upaya yang dibutuhkan hanya mencari kartu kartu pos, menuliskan pesan singkat, menempelkan perangko dan akhirnya kartu pos siap untuk dikirimkan. Siapa yang menyangka bahwa prakteknya tidak segampang itu? Di negara seperti Indonesia, kartu pos itu hampir punah dan kita bahkan sulit menemukannya di kantor pos!

Parno mendapatkan kehormatan untuk berpose dan mengirimkan kartu pos pertama di tahun 2015.

Akan tetapi prosesnya cukup seru untuk dikerjakan. Biasanya, setelah mendapatkan kartu pos, saya akan menuliskan kalimat pendek dan membagikannya kepada teman-teman supaya mereka pun bisa turut serta. Liburan yang saya jalani bersama teman-teman Juni lalu adalah contoh klasik di mana kita menggalang partisipasi teman sebanyak mungkin, sebuah petualangan yang membawa kami berkelana dari Jakarta, Bekasi, Karawang dan kembali lagi ke Jakarta sebelum kartu pos dikirim.

Satu petualangan unik yang menarik untuk diceritakan terjadi di awal tahun ini. Saat itu saya berada di Yangon, Myanmar, dan saya mengira saya tidak berhasil menemukan kartu pos, sampai seorang teman seperjalanan melihatnya di Bogyoke Market. Kartu posnya tidak bagus, tapi tetap saja kartu pos, jadi saya beli. Selanjutnya, saya harus mendapatkan perangko dan setelah bertanya sana-sini, saya menemukan satu kantor pos yang tua dan sepi di lantai tiga. Tidak disangka, ternyata adalah koleksi kartu pos yang lumayan bagus di sana. Setelah selesai dengan pesan dan perangko, saya memasukkannya dalam kotak pos merah yang berada di depan pintu kantor pos. Hanya Tuhan yang tahu apakah kartu pos itu terkirim atau tidak.

Mungkin anda berpikir, apakah upaya seperti ini tidak menghabiskan waktu dan sia-sia? Begini, kalau saya bayangkan bagaimana seorang teman membuka kotak posnya dan menemukan suatu kejutan kecil di antara tumpukan tagihan, saya rasa upaya saya tidaklah sia-sia. Kadang, di dalam hidup ini, tidak semuanya adalah tentang diri kita, tetapi bagaimana kita membagikan sedikit kegembiraan kepada orang lain. Di masa kini, dimana semuanya berjalan dengan cepat, ada kalanya kita perlu berhenti sejenak untuk hal kecil seperti ini...

Kartu pos dari London, Inggris, sebelum dikirim.

Monday, February 6, 2017

Fatherhood

Fatherhood is a strange experience, at least in the beginning. I don't recall this being taught at school and not even my wildest imagination (being a writer, to imagine is my kind of thing) would prepare me for it. In fact, I wasn't really prepared at all and, alas, I just had to embrace it.

Luckily for me, the beauty of fatherhood is, it happened gradually. Unlike my wife with her ever ready maternal instinct, I actually had to go through and learn it, both consciously and subconsciously. Consciously means I needed to etch into my mind the fact that I have the addition of new members into my family. Subconsciously is when I held them and such fatherly feeling grew on me, slowly but sure. The process is so natural that it's hard to remember now how life was like before the kids were born. It is as if they've been there forever.

I've been blessed with two beautiful daughters. It's been brilliant. I like coming home to see the kids healthy and happy and I'll tell you what other fathers might have told you as well: the moment your kids run to you as you reach the doorstep, you'll feel rejuvenated again regardless how tired you are. It's magical and yet there is a simple explanation to it: the happiness of children is worth so much more than my hard work that when they smile, a father feels recharged.

I always suspect that children are beautiful in a pure way for a reason: when they are young, they need the parents to love and take care of them, therefore being so innocently beautiful is what melts the hearts of both parents. I'm certainly not immune to that but, admittedly, it took me a while to recognise such quality. When Linda was born, for example, I wasn't sure how to deal with the fact of being a father. I mean, the baby was fragile and didn't do much, hence I wasn't involved much as well. It was only when she could interact more that I started to appreciate fatherhood. Children are so lovely that from time to time your feel the urge to hug and squeeze them for no apparent reason.

Visiting Sentosa with the kids...

Fatherhood is the sum of many things, really. I've told you that you feel happy when they do. It is equally true when the kids fall sick. The feeling of being helpless could be unbearable sometimes. I often use the following description to illustrate this feeling: when it's a computer issue, I will have some ideas on what to do with it. Even if I don't, I can do troubleshooting, reboot it if I must. The same thing is, unfortunately, not applicable when my daughters are ill. The idea of there's only so little I can do while watching them coughing or having high fever is definitely the worst feeling ever. I can only worry so much by sharing the heartfelt pain.

The ups and downs of being a father has been a humbling experience and a very rewarding one at that. At times, it is like looking at the mirror and see part of yourself staring back at you. I see that especially in my elder daughter Linda: a somewhat familiar cheekiness, the same cheerful behaviour and the way she pulls her pranks, those are entirely me, now presented back to me in a smaller, cuter form of me. It's just amusing, but not when it gets too far.

I tend to think that this is where fatherly and motherly love complement each other. A mother's incomparable dedication ensures them to be well loved and taken care of, but a father's stern presence is what shapes their core values in their upbringing. I can't say I'm doing extremely well in my role as a Dad, but there were times when I surprised even myself. I guess being a parent means you'll do the best you can for your children's well being. These includes disciplining them when you have to. Kids need to be reminded time and again why things are not to be done in such a manner.

Eventually, if a life is journey to a full circle, then fatherhood is a phase in the life itself. Do I enjoy it? Well, I can't tell you how it is like to have sons, but I certainly can assure you that daughters will always be the princesses in their father's eyes. You'll smile just by having the thought of them, you miss them when they are not around and you'd like to spoil them rotten in every possible way. You'll be angry with them, you'll be worried sick about them and yet you'll be proud of them, too. You give them their first hugs and you'll be their shoulder to cry on long before other guys come by. Sure, there are responsibilities that come with being a father, but there is also laughter that comes in a way only daughters can think of. By the end of the day, after all is said and done, fatherhood is a lifetime of loving them just the way they are and, judging from what I've gone through so far, I'm okay with that, even when it's not always easy...

Fatherhood means making sure your elder daughter doesn't fall down while trying your best not to strangle the younger one.


Menjadi Seorang Ayah

Menjadi seorang ayah adalah pengalaman yang aneh, paling tidak di saat permulaan. Ini adalah sesuatu yang tidak diajarkan di sekolah dan bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya, padahal melamun adalah kebiasaan saya sebagai penulis, hehe. Saya menjalaninya begitu saja tanpa persiapan apa pun. 

Beruntung bagi saya, menjadi seorang ayah adalah sebuah proses yang terjadi secara perlahan-lahan. Istri saya memiliki naluri keibuan dari sejak awal, tapi saya secara sadar dan tidak sadar mempelajarinya. Secara sadar berarti saya sepenuhnya memahami bahwa tanggung jawab saya bertambah seiring dengan hadirnya anggota baru di keluarga kami. Secara tidak sadar itu ketika saya menggendong bayi mungil ini dan perasaan sayang itu tumbuh. Prosesnya berlangsung alami dan kini saya kesulitan untuk mengingat kembali, seperti apa kehidupan berkeluarga ini sebelum anak-anak lahir. 

Saya diberkati dengan dua orang putri. Ini adalah sebuah pengalaman yang luar biasa. Saya suka saat-saat pulang ke rumah, ketika menyaksikan anak-anak sehat dan gembira. Izinkan saya mengatakan sesuatu yang mungkin sudah pernah diucapkan oleh para ayah yang anda kenal: ketika anak-anak berlari ke pintu menyambut saya, rasanya saya kembali bersemangat, meskipun saya sebenarnya lelah di hari itu. Ajaib rasanya, tapi ada penjelasan sederhana untuk ini: kegembiraan anak-anak sepadan dengan kerja keras seorang ayah sehingga ketika mereka tersenyum bahagia, sang ayah pun terobati letihnya. 

Saya selalu berpikir bahwa anak-anak terlihat cantik apa adanya karena satu alasan berikut ini: ketika mereka masih kecil, mereka memerlukan orang tua untuk mencintai dan merawat mereka, oleh karena itu, mereka dikaruniai dengan kecantikan yang menyentuh hati orang tua. Secara jujur, itu yang saya rasakan, walau butuh waktu bagi saya untuk mengenali perasaan tersebut. Ketika Linda lahir, misalnya, saya tidak tahu bagaimana cara menanggapinya, terutama karena bayi kecil ini hanya berbaring, menangis dan tidur. Namun, tatkala dia mulai bisa berinteraksi, saya mulai menikmati peran saya sebagai seorang ayah. Yang menarik adalah, dari waktu ke waktu, ada perasaan gemas yang mendorong saya untuk memeluk mereka. 

Santai di kolam air laut Canopi, Bintan, 2017.

Menjadi bapak adalah satu pekerjaan yang mencakup banyak hal dan melibatkan beraneka macam emosi. Saya sudah ceritakan bagaimana saya merasa bahagia ketika mereka juga bahagia. Perlu diketahui juga bahwa ketika mereka sakit, perasaan kita pun tidak karuan. Ada rasa tidak berdaya yang terkadang sangat membebani hati. Saya terkadang menggunakan deskripsi ini untuk menjelaskan: kalau yang saya hadapi ini adalah masalah komputer, setidaknya saya tahu bagaimana saya harus menghadapinya. Akan tetapi saya hanya bisa memandang sambil merasa khawatir ketika anak-anak batuk atau demam.

Suka-duka menjadi seorang ayah ini adalah sebuah pengalaman yang bersahaja, yang mengingatkan kembali kita sebagai seorang manusia, dan juga penuh berkah. Terkadang rasanya seperti menatap cermin dan melihat bagian dari diri kita sendiri. Saya melihat ini dalam diri Linda: sifatnya yang humoris riang dan usil, itu adalah sepenuhnya sifat saya. Lucu rasanya, namun tidak terlalu lucu apabila dia mulai berlebihan dengan tingkahnya.

Di saat seperti ini, saya cenderung berpikir bahwa  di sini terlihat jelas bagaimana kasih sayang ibu dan ayah saling melengkapi satu sama lain. Dedikasi seorang ibu tiada duanya, memastikan bahwa anak-anak merasa dicintai dan disayangi, sedangkan keberadaan seorang ayah membentuk karakter mereka. Saya tidak bisa berkata bahwa saya melakukan tugas seorang ayah dengan baik, tapi ada kalanya saya juga terkejut sendiri dengan ketegasan saya dalam mendisiplinkan anak-anak. Kita harus melakukan apa yang harus dilakukan untuk mengingatkan anak-anak, kenapa beberapa hal ada kalanya tidak boleh dilakukan. Hukuman itu perlu, tapi penjelasan tentang kenapa mereka dihukum juga penting.

Pada akhirnya, jika hidup adalah sebuah perjalanan, maka menjadi ayah adalah fase dari kehidupan itu sendiri. Apakah saya menikmatinya? Hmm, saya tidak bisa bercerita bagaimana rasanya memiliki anak laki-laki, tapi saya bisa menjelaskan seperti apa rasanya menjadi ayah dari dua orang putri. Seorang ayah bisa tersenyum saat memikirkan mereka, ada rasa rindu di saat mereka tidak ada dan seringkali saya merasa bahwa yang ingin saya lakukan dalam hidup saya adalah memanjakan mereka. Saya kadang marah, kadang khawatir ketika mereka sakit, tapi kadang juga bangga menjadi ayah dari anak-anak yang cantik ini. Seorang ayah berkesempatan untuk memberikan pelukan pertama dan tempat bersandar bagi mereka untuk menangis, jauh sebelum mereka akhirnya memiliki pasangan sendiri. Ya, tanggung jawab seorang ayah penuh dengan tantangan, tapi itu juga disertai dengan tawa karena lucunya anak-anak. Menjadi seorang ayah tidak ubahnya seperti mencintai mereka apa adanya sepanjang masa dan, berdasarkan apa yang saya alami sejauh ini, saya rasa sangat menarik, walaupun tidak senantiasa mudah...

Linda, Audrey dan Papa di Botanical Garden.