Total Pageviews

Translate

Tuesday, April 4, 2017

Perlukah Kita Membela Agama?

Ada beberapa orang yang bertanya kepada saya, apakah kita perlu membela agama kita. Saya iyakan bahwa kita perlu membela agama kita, namun kita harus tahu cara yang tepat. Ini sama prinsipnya dengan seorang anak yang harus membela nama baik orang tuanya. Karena anak adalah perwakilan dari keluarga, maka dari itu seorang anak wajib membela orang tuanya.

Ada banyak cara yang digunakan anak-anak dalam membela orang tua mereka. Bagi yang temperamental, kepalan tangannya mulai bekerja saat ia merasakan penghinaan atas nama orang tua mereka. Saya ingat betul ketika saya masih di SDN 29, seringkali banyak murid lain yang suka mengata-ngatai orang tua. Waktu itu, yang saya lakukan adalah mengepalkan tangan saya dan bergegas melayangkan tinju. Dalam seminggu hampir tidak pernah luput dari berantem dengan alasan membela nama orang tua, seakan-akan nama baik orang tua saya tergantung dari penilaian orang lain.

Sekarang, ketika saya memikirkan kembali apakah cara yang saya gunakan untuk membela nama orang tua itu benar atau malah merusak nama mereka, saya jadi merasa bukankah dengan cara begitu saya malah membuat orang tua saya dicap sebagai orang tua yang suka mengajarkan kekerasan? Lebih buruk lagi, bisa jadi orang tua saya dijuluki preman. Dari situ saya sadari, bukankah sebaiknya kita membela nama orang tua kita dengan sikap dan perbuatan baik kita, sehingga orang banyak akan tahu bahwa orang tua kita mengajarkan kelakuan dan perbuatan baik?

Kesabaran yang kita tunjukkan bisa memberikan pengaruh yang baik untuk orang lain. Terkadang banyak keanehan dari sikap-sikap dan pengertian kita yang kita terus pertahankan dari waktu ke waktu. Contohnya saat kita di jalan dan tiba-tiba ada yang memanggil, "hei, bajingan," mood kita yang happy langsung berubah menjadi marah. Jika kita mau berpikir jernih, sebenarnya tidak ada alasan untuk kita untuk marah karena jika sebutan itu bukanlah mencerminkan diri kita, kenapa kita harus marah? Contoh lain yang sederhana, kalau ada yang memanggil saya dengan sebutan alau padahal nama saya adalah Alvin, saya sepatutnya berlalu begitu saja karena yang dipanggil itu bukan saya.

Sungguh aneh tapi nyata, di saat ada kata-kata negatif, kita malah merasa itu adalah diri kita dan menjadi marah. Contoh lain yang terkadang lucu adalah, biasanya saya temukan tulisan yang berbunyi, "dilarang buang sampah disini, anjing." Bukankah ini artinya kalau merasa dirinya anjing, maka tidak boleh membuang sampah di sini. Dengan kata lain, jika tidak buang sampah di sini berarti anjing.

Tentunya saya tidak mendukung inisiatif buang sampah sembarangan. Yang saya mau kita ubah adalah kebiasaan aneh kita yang terus-menerus kita pertahankan. Oleh karena itu, sebaiknya kita tulis, "jangan buang sampah disini, Orang Keren." Jika ada yang bisa disimpulkan dari contoh-contoh ini, kebiasaan aneh yang sering kita pertahankan adalah fakta bahwa kita mudah terprovokasi dari orang lain. Kita seperti robot yang remote control-nya di tangan orang lain sehingga mudah sekali bagi orang lain untuk membuat kita marah.

Dengan pengalaman inilah saya berpikir juga bahwa dalam hal membela agama, jika kita mau jujur, apa daya kita sebagai manusia yang lemah sehingga kita mengganggap diri kita mampu membela agama (Tuhan)? Bukankah Tuhan yang menciptakan kita dan kita percaya Tuhan mampu melakukan apapun? Bukankah Tuhan juga memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya? Tentu saja sebelumnya Tuhan memberitahu mana yang baik dan mana yang buruk melalui agama yang kita anut. Apakah kita berani berpikir bahwa Tuhan tidak mampu membuat manusia semuanya baik dan menganut hanya satu agama saja?

Tuhan mampu melakukan segala sesuatu, namun karena Dia menghargai kebebasan manusia, Tuhan tidak menggunakan kuasa-Nya untuk memerintah manusia seperti layaknya robot. Nah, mari berpikir kembali jika agama (Tuhan) kita dikatakan tidak seperti yang kita yakini, tidak perlu marah. Anggap saja itu karena mereka belum kenal, dan kalau begitu, mari kita kenalkan. Tidak perlu langsung mengepalkan tangan dan mulai membabi buta. Atas nama bela agama apa pun lantas dilakukan. Bukankah jika kita marah terhadap apa yang dikatakan orang lain tanpa kita jelaskan itu artinya kita akui bahwa yang dikatakannya itu benar adanya? Marilah kita berpikir yang logis.

Sekali lagi, apakah kita tidak perlu membela agama kita? Sama halnya seperti seorang anak yang wajib membela orang tuanya, begitu juga dalam hal membela agama, kita wajib membela agama. Menurut saya, caranya yaitu dengan sikap dan perbuatan baik sehingga orang-orang akan tahu bahwa agama (Tuhan) kita adalah Tuhan yang memberikan kasih dan cinta. Bersikap dan berbuatlah sehingga tanpa kita mengatakan apa agama kita, orang-orang sudah mengetahuinya karena perbuatan kita. Seringkali saya berpikir jika saya masih seperti dulu, membela orang tua dengan kepalan tangan, dan kemudian saya terapkan pula dalam membela agama, maka saya bukannya membela agama saya, tapi malah membuat orang-orang menilai bahwa agama (Tuhan) saya yang saya percayai itu mengajarkan kekerasan, tidak menghargai yang lain dan bisa jadi malah Tuhan saya di anggap preman...

Catatan: ini adalah pandangan pribadi, jadi tidak ada yang perlu dipertentangkan. Kalau ada nilai positif, silahkan diambil. Apabila dirasakan tidak ada nilai positif, anggaplah ini tulisan anak kecil yang ingin mengungkapkan pendapatnya. Saya pribadi sangat menghargai perbedaan pandangan dalam berbagai aspek. Di sini saya hanya mencoba memberikan sudut pandang saya tentang apakah perlu kita membela agama yang kita anut.

Kepalan tangan bukanlah jawaban untuk setiap perkara, apalagi perihal bela agama

2 comments:

  1. Perlukah Kita Membela Agama? Jawabannya : Tidak Perlu !

    ReplyDelete
  2. Membela Agama memang dianjurkan,kalau gak setuju lebih baik diam

    ReplyDelete