Lingkungan,
masalah dan sesama kita adalah pikiran kita
Lingkungan kita adalah
pikiran kita
Suatu ketika seorang pria menelepon Norman Vincent Peale. Ia tampak
sedih. Tidak ada lagi yang dimilikinya dalam hidup ini. Norman mengundang pria
itu untuk datang ke kantornya.
“Semuanya telah hilang. Tak ada harapan lagi,” kata pria itu. “Aku sekarang hidup dalam kegelapan yang amat dalam. Aku telah
kehilangan hidup ini.”
Norman Vincent Peale, penulis buku the Power of Positive Thinking,
tersenyum penuh simpati. “Mari kita pelajari keadaan anda.”
Pada selembar kertas ia menggambar sebuah garis lurus dari atas ke
bawah tepat di tengah-tengah halaman. Ia menyarankan agar pria
itu menuliskan apa-apa yang telah hilang dari hidupnya pada kolom kiri, sedangkan pada kolom
kanan, ia menulis apa-apa yang masih tersisa.
“Kita tak perlu mengisi kolom sebelah kanan,” tatap pria itu. “Aku sudah tak punya apa-apa lagi.”
“Lalu kapan kau bercerai dari istrimu?” tanya Norman.
“Hei, apa maksudmu? Aku tidak bercerai dari istriku. Ia amat
mencintaiku!”
“Kalau begitu bagus sekali,” sahut Norman dengan penuh antusias.
“Mari kita catat itu sebagai nomor satu di kolom sebelah kanan “Istri
yang amat mencintai.”
“Nah, sekarang kapan anakmu masuk penjara?”
“Anda ini konyol sekali. Tak ada anakku yang masuk penjara!”
“Bagus! Itu nomor dua untuk kolom sebelah kanan “Anak-anak tidak berada
dalam penjara.” kata Norman sambil menuliskannya di atas kertas tadi.
Setelah beberapa pertanyaan dengan nada yang serupa, akhirnya pria itu
menangkap apa maksud Norman dan tertawa pada diri sendiri. “Menggelikan sekali. Betapa segala sesuatunya berubah ketika kita
berpikir dengan cara seperti itu.”
Kata orang bijak, bagi hati yang
sedih, lagu yang riang pun terdengar memilukan. Sedangkan orang bijak lain
berkata, sekali pikiran negatif terlintas di pikiran, duniapun akan terjungkir
balik. Maka mulailah hari dengan selalu berpikir positif.
Tuliskanlah hal-hal positif yang
kita pernah dan sedang miliki dalam hidup ini, bebaskan pikiran-pikiran kita
dari hal-hal negatif yang hanya akan menyedot energi negatif dari luar diri kita.
Dengan berpikir positif, kehidupan ini akan terasa amat indah dan tidaklah
sekejam yang kita bayangkan. Obyek-obyek yang berada di sekitar kita akan
sangatlah tergantung dari bagaimana cara kita memandang dan mempersepsikannya.
Lingkungan kita adalah pikiran kita. Lingkungan akan berbuat positif kepada
kita jika kita mempersepsikannya baik, sebaliknya lingkungan akan berbuat
negatif kepada kita ketika kita mempersepsikan sebaliknya.
Setiap orang mempunyai kelebihan dan
kekurangannya
Di dalam hidup
kita, yang perlu kita ingat adalah setiap orang mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Jangan kita mengharapkan, apalagi mengharuskan seseorang itu
sempurna, begitu pun seseorang yang kita idolakan. Pernahkah anda mengenal orang
yang serba bisa? Yang sempurna? Setiap orang dilahirkan dengan segala kelebihan
dan kekurangannya, tidak ada orang yang sempurna dan tidak ada yang bisa melakukan
semua hal sendirian. Maka dari itu kita manusia disebut makluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri karena kita saling melengkapi satu sama lain. Berpikir positif terhadap orang lain artinya kita melihat kelebihannya dan mencoba
menjadikan kelebihan itu menjadi inspirasi kita untuk lebih baik, bukan
memandang kekurangan seseorang dan merendahkannya.
Kita akan
lihat sebuah cerita di bawah ini yang menggambarkan kelebihan
dan kekurangan setiap orang:
Suatu hari bertemulah dua orang sahabat lama di kampung pesisir sebuah
pantai. Keduanya dulu sahabat di bangku SD dan SMP. Seiring dengan berjalannya waktu
dan kesempatan, maka selepas dari SMP maka mereka menjalani kehidupan
masing-masing, yang satu pergi merantau ke kota untuk meneruskan jenjang
pendidikannya hingga menjadi profesor dan satunya tetap tinggal di kampung
nelayan dan menjalani kehidupan menjadi nelayan sejati.
Setelah waktu beberapa puluh tahun maka suatu hari Sang Profesor
pulang kampung mengunjungi sanak-saudara dan keluarga beserta teman-teman
lamanya. Bertemulah kedua sahabat itu dan kemudian saling melepas kangen.
Sebagai bentuk reuni mereka, teman yang berprofesi sebagai nelayan mengajak
temannya yakni Sang Profesor untuk naik perahu kecil memancing ikan ke tengah
lautan. Dalam perjalanan ke tengah laut terjadilah dialog yang menarik antara
dua kawan lama ini.
“Apa kamu bisa berbahasa inggris?” tanya Sang Profesor kepada si
nelayan.
“Wah, terus terang saja saya tidak sempat belajar bahasa Inggris karena
aku hanya belajar sampai SMP dan kemudian menjadi nelayan setiap pagi dan
sore.” jawab si nelayan dengan ringan dan sedikit malu-malu.
“Rugi sekali kamu tidak bisa bahasa Inggris, dengan bahasa Inggris kamu
bisa mempelajari aneka ilmu, berkeliling dunia, merantau dan bisa menjadikan
kamu kaya raya. Sebaliknya jika kamu tidak bisa bahasa Inggris berarti kamu
sudah kehilangan 50% hidupmu,” kata Sang Profesor dengan nada yang mulai
menampakkan keunggulan dan kesombongannya.
Kemudian profesor itu bertanya lagi, “kalau ilmu matematika kamu bisa, tidak?”
Dengan rasa malu yang kian besar, nelayan itu menjawab
parau, “apalagi ilmu matematika, kamu tentu tahu sendiri, dengan bekalku yang cuma lulusan SMP, pasti tidak tahu banyak tentang matematika.”
Jawaban si nelayan menjadikan Sang Profesor makin besar kepala dan
merasa lebih dari sahabat lamanya. Tiba di tengah laut, mendadak cuaca berubah
menjadi mendung dan ombak hujan bercampur angin lebat menerpa perahu kecil
kedua sahabat tersebut. Melihat kondisi ini Sang Profesor menjadi sangat
ketakutan dan memegang erat-erat tepian perahu.
“Tenang saja, kawan, ombak ini insyaallah tidak akan membinasakan kita.
Ini biasa terjadi kalau cuaca seperti ini,” celetuk si nelayan, memberikan
penerangan kepada Sang Profesor. “Kita tidak usah takut. Jika ombak
menghempaskan perahu ini maka kita tinggal berenang beberapa ratus meter dari
sini dan kita akan sampai ke daratan pantai,” tambah nelayan tersebut.
Mendengar ucapan itu, maka makin takutlah Sang Profesor dan ia mendekap
erat si nelayan. Sang Profesor kemudian berkata dengan penuh ketakutan,
“justru karena saya tidak bisa berenang maka saya takut jika perahu ini
terbalik dan ombak menghempaskan kita di tengah laut.”
“Wah, percuma kamu jadi profesor tapi tidak bisa berenang. Kalau tidak
bisa bahasa Inggris dan Matematika, tadi
kamu katakan akan kehilangan 50% hidupmu, tapi jika saat ini kamu tidak bisa
berenang maka kamu akan kehilangan 100% hidupmu.”
Dari cerita pendek di atas kita
bisa tahu bahwa jika kita mempunyai kelebihan maka kita tidak boleh mencela
dan menghina kekurangan orang lain karena bisa jadi kita banyak kelebihan
di satu sisi tapi banyak juga kekurangan di sisi lainnya. Setiap orang
mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Hiduplah dengan saling mengisi agar kehidupan
ini menjadi saling melengkapi dan semakin indah.
Di dalam setiap jiwa manusia
selalu ada mawar yang tertanam. Tuhan yang menitipkannya kepada kita untuk
dirawat. Tuhan 'lah yang meletakkan kemuliaan itu di setiap kalbu kita. Layaknya
taman-taman berbunga, sesungguhnya di dalam jiwa kita, juga ada tunas mawar dan
duri yang akan merekah.
Namun sayang, banyak dari kita
yang hanya melihat duri yang tumbuh. Banyak dari kita yang hanya melihat sisi
buruk dari orang lain dan diri kita yang akan berkembang. Kita sering menolak
keberadaan orang lain dan diri kita sendiri. Kita kerap kecewa dengan orang
lain maupun diri kita dan tak mau menerimanya. Kita berpikir bahwa hanya
hal-hal yang jelek dan melukai yang akan tumbuh dari kita. Kita menolak untuk
melihat dan menyirami hal-hal baik yang sebenarnya telah ada di dalam orang
lain dan diri kita. Dan akhirnya, kita kembali kecewa, kita tak pernah memahami
potensi orang lain yang bisa membantu kita berkembang dan potensi diri kita
yang kita miliki.
Banyak orang yang tak menyangka,
mereka juga sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwa. Banyak orang
yang tak menyadari, keberadaan mawar itu. Kita sering disibukkan dengan duri-duri
kelemahan orang lain dan diri kita serta onak-onak kepesimisan dalam hati ini.
Kadang kita bukan saja perlu mencatat hal-hal positif yang kita miliki, tapi juga yang orang lain miliki. Seperti yang kita bahas sebelumnya bahwa
lingkungan kita adalah pikiran kita, begitu juga dengan orang-orang sekitar
kita. Mereka akan berbuat positif kepada kita jika kita mempersepsikannya baik,
sebaliknya mereka akan berbuat negatif kepada kita ketika kita mempersepsikan
sebaliknya.
Kita akan membaca ilustrasi
berikut ini :
Suatu ketika, ada seseorang pemuda yang mempunyai sebuah bibit mawar.
Ia ingin sekali menanam mawar itu di kebun belakang rumahnya. Pupuk dan sekop
kecil telah disiapkan. Bergegas disiapkannya pula pot kecil tempat mawar itu
akan tumbuh berkembang. Dipilihnya pot yang terbaik dan diletakkannya pot itu di
sudut yang cukup mendapat sinar matahari. Ia berharap bibit ini dapat tumbuh
dengan sempurna.
Disiraminya bibit mawar itu setiap hari. Dengan tekun dirawatnya pohon
itu. Tak lupa pula jika ada rumput yang menganggu, segera disianginya agar pohon mawar itu terhindar dari kekurangan makanan. Beberapa waktu kemudian, kuncup bunga itu mulai tumbuh. Kelopaknya tampak mulai merekah, walau warnanya belum
terlihat sempurna. Pemuda ini pun senang, kerja kerasnya mulai membuahkan
hasil. Diselidikinya bunga itu dengan hati-hati. Ia tampak heran, sebab tumbuh
pula duri-duri kecil yang menutupi tangkai-tangkainya. Ia menyesalkan mengapa
duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya bunga yang indah ini.
Tentu, duri-duri itu akan menganggu keindahan mawar-mawar miliknya.
Sang pemuda tampak bergumam dalam hati, “Mengapa dari bunga seindah
ini, tumbuh banyak sekali duri yang tajam? Tentu hal ini akan menyulitkanku
untuk merawatnya nanti. Setiap kali kurapikan, selalu saja tanganku terluka.
Selalu saja ada bagian dari kulitku yang tergores. Ah, pekerjaan ini hanya
membuatku sakit. Aku tak akan membiarkan tanganku berdarah karena duri-duri
penganggu ini.”
Lama kelamaan, pemuda ini tampak enggan untuk memperhatikan mawar
miliknya. Ia mulai tak peduli. Mawar itu tak pernah disirami lagi setiap pagi
dan petang. Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu pertumbuhan mawar itu.
Kelopaknya yang dahulu mulai merekah, kini tampak merona sayu. Daun-daun yang
tumbuh di setiap tangkai pun mulai jatuh satu-persatu. Akhirnya, sebelum
berkembang dengan sempurna, bunga itu pun meranggas dan layu.
Apakah kita akan seperti itu? Jika
kita bisa menemukan mawar-mawar indah yang tumbuh dalam diri orang lain, kita
akan dapat mengabaikan duri-duri yang muncul. Kita akan terpacu untuk
membuatnya lebih merekah dan terus
merekah hingga berpuluh-puluh tunas baru akan muncul baik di dalam diri orang
tersebut maupun dalam diri kita. Pada setiap tunas itu, akan berbuah
tunas-tunas kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan memenuhi taman-taman
jiwa kita. Kenikmatan yang terindah adalah saat kita berhasil untuk menunjukkan
diri orang lain dan diri kita tentang mawar-mawar itu dan mengabaikan
duri-duri yang muncul. Mungkin kita akan juga berjumpa dengan onak dan duri
dalam diri orang lain maupun dalam diri kita, tapi janganlah itu membuat kita
berputus asa. Mungkin, tangan-tangan kita akan tergores dan terluka, tapi
janganlah itu membuat kita bersedih nestapa. Itulah perjuangan hidup kita.
Biarkan mawar-mawar indah itu
merekah dalam hati kita. Biarkan kelopaknya memancarkan cahaya kemuliaan-Nya.
Biarkan tangkai-tangkainya memegang teguh harapan dan impian kita. Biarkan
putik-putik yang dikandungnya menjadi bibit dan benih kebahagiaan baru bagi kita.
Sebarkan tunas-tunas itu kepada setiap orang yang kita temui dan biarkan
mereka juga menemukan keindahan mawar-mawar lain dalam jiwa orang lain dan
dalam diri mereka.
Sekali lagi yang perlu kita
ingat adalah setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Terkadang kita
mengagumi orang lain dari sisi kelebihannya ataupun kehebatannya namun ketika
kita kenal lebih dekat dengan orang tersebut, tentu kita akan banyak tahu juga tentang segala kekurangannya. Janganlah segala kekurangannya itu membuat kita melupakan
kelebihannya, seharusnya kita belajar dari kelebihan orang-orang yang kita
kenal bukan berpikir negatif terhadap kekurangannya. Kita akan lihat cerita
di bawah ini yang menggambarkan betapa mudahnya melupakan kelebihan atau
kebaikan orang:
Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana
segera meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun. Saat berjalan di suatu jalan,
ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Ia lantas melewati sebuah kedai bakmi dan ia
mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi
ia tidak mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu
berkata, “Nona,, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”
“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Ana dengan malu-malu.
“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu,” jawab si pemilik kedai. “Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu.”
“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Ana dengan malu-malu.
“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu,” jawab si pemilik kedai. “Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu.”
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi.
Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.
“Ada apa, Nona?” Tanya si pemilik kedai.
“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Ana sambil mengeringkan air matanya. “Bahkan seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi, tetapi ibuku sendiri setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada pemilik kedai.
“Ada apa, Nona?” Tanya si pemilik kedai.
“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Ana sambil mengeringkan air matanya. “Bahkan seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi, tetapi ibuku sendiri setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada pemilik kedai.
Setelah mendengar perkataan Ana, pemilik kedai itu menarik nafas
panjang dan berkata, “Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal
ini. Aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah
memasak bakmi dan nasi untukmu dari sejak kau kecil sampai saat ini, mengapa kau
tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”
Ana terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir
tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku
begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama
bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan
hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”
Segera Ana menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk
segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang
harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat
ibunya yang menampakkan wajah letih dan cemas.
Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulut Sang Ibu adalah, “Ana, kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang.”
ada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.
Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulut Sang Ibu adalah, “Ana, kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang.”
ada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.
Kita bisa lihat dari cerita ini
bahwa betapa mudahnya kita melupakan kelebihan dan kebaikan orang hanya karna
masalah kecil atau melihat sisi negatifnya dan bahkan kadangkala segi negatif
seseorang itu pun kita yang ciptakan dengan kata lain kita yang mengada-gada. Dan
dari cerita di atas pula, saya secara pribadi ingin berpesan kepada kita semua
sebagai anak; janganlah melupakan jasa orangtua kita. Seringkali kita
menganggap pengorbanan mereka merupakan proses alami yang biasa saja, tetapi
kasih dari orang tua kita adalah hadiah yang paling berharga.
Ingatlah, semakin kita mengenal seseorang semakin banyak
kekurangan orang itu yang kita tahu. Saya ulangi lagi kalau setiap orang
mempunyai kekurangan dan kelebihannya. Belajarlah dari kelebihan setiap orang
yang kita kenal. Dan itu bisa terjadi jika kita berpikiran positif terhadap
orang lain terlebih dahulu.
Nah, sebaliknya kalau kita berpikir negatif terus, apa pun yang dilakukan, apapun kebaikannya, kita sudah tidak mau tahu. Terus apa yang bisa kita pelajari? Jadi, berpikirlah positif terhadap orang lain. Tentu saja setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya, jadi mari kita belajar dari kelebihan orang-orang lain untuk mengembangkan diri kita.
Ingat, mengembangkan diri kita bukan berarti untuk membanding-bandingkan dengan kekurangan dalam diri kita. Apa gunanya mengeluhkan kelebihan orang lain dan menyiksa diri sendiri dengan selalu melihat kekurangan dalam diri kita?
Untuk berhasil, kita tidak harus mempunyai segala fasilitas atau kemampuan yang terbaik, tapi menggunakan atau memanfaatkan apa yang ada di dalam diri kita dengan sebaik-baiknya. Contoh: banyak orang selalu berpikir bahwa mereka akan berhasil jika mereka mempunyai papa yang kaya raya atau mempunyai kepintaran yang luar biasa, oleh karena itu mereka hanya mengeluh dengan segala situasi yang ada dalam hidup mereka. Dan mereka mulai dengan berandai-andai dengan kata JIKA: “Jika saya mempunyai papa yang kaya seperti Bill Gates, jika saya pintar seperti Albert Einstein dan lain-lain.”
Terus apa yang akan terjadi? apakah mereka akan berhasil? Tentu saja mereka akan berhasil namun dalam khayalan, tidak dalam kenyataan di dalam hidup mereka. Kalau kita mau berpikir positif dan realitis, kenapa kita tidak mencoba menjadi papa yang kaya raya sehingga anak-anak kita tidak perlu berkhayal untuk mempunyai papa yang kaya raya.
Apa yang tidak mungkin dalam hidup kita selama kita berusaha, berdoa untuk sesuatu yang lebih baik? Semuanya pasti mungkin. Jika kita telusuri dari mana orang mempunyai papa yang kaya raya dan orang yang mempunyai kepintaran lebih, kita akan menemukan semuanya itu adalah dari hasil usaha, kerja keras, perencanaan, doa dan penantian yang tidak kenal putus asa sehingga orang-orang tersebut mencapai apa yang mereka inginkan. Misalnya: ada pertanyaan, darimana orang mempunyai papa yang kaya raya? Jawabannya adalah dari kakeknya, terus kakeknya darimana kaya raya nya? Jawabnya dari papa kakeknya. Jika kita bertanya terus, maka kita akan tahu bahwa itu dari usaha, kerja keras, doa dan penantian yang panjang sehingga dia menjadi papa yang kaya raya.
Nah, sebaliknya kalau kita berpikir negatif terus, apa pun yang dilakukan, apapun kebaikannya, kita sudah tidak mau tahu. Terus apa yang bisa kita pelajari? Jadi, berpikirlah positif terhadap orang lain. Tentu saja setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya, jadi mari kita belajar dari kelebihan orang-orang lain untuk mengembangkan diri kita.
Ingat, mengembangkan diri kita bukan berarti untuk membanding-bandingkan dengan kekurangan dalam diri kita. Apa gunanya mengeluhkan kelebihan orang lain dan menyiksa diri sendiri dengan selalu melihat kekurangan dalam diri kita?
Untuk berhasil, kita tidak harus mempunyai segala fasilitas atau kemampuan yang terbaik, tapi menggunakan atau memanfaatkan apa yang ada di dalam diri kita dengan sebaik-baiknya. Contoh: banyak orang selalu berpikir bahwa mereka akan berhasil jika mereka mempunyai papa yang kaya raya atau mempunyai kepintaran yang luar biasa, oleh karena itu mereka hanya mengeluh dengan segala situasi yang ada dalam hidup mereka. Dan mereka mulai dengan berandai-andai dengan kata JIKA: “Jika saya mempunyai papa yang kaya seperti Bill Gates, jika saya pintar seperti Albert Einstein dan lain-lain.”
Terus apa yang akan terjadi? apakah mereka akan berhasil? Tentu saja mereka akan berhasil namun dalam khayalan, tidak dalam kenyataan di dalam hidup mereka. Kalau kita mau berpikir positif dan realitis, kenapa kita tidak mencoba menjadi papa yang kaya raya sehingga anak-anak kita tidak perlu berkhayal untuk mempunyai papa yang kaya raya.
Apa yang tidak mungkin dalam hidup kita selama kita berusaha, berdoa untuk sesuatu yang lebih baik? Semuanya pasti mungkin. Jika kita telusuri dari mana orang mempunyai papa yang kaya raya dan orang yang mempunyai kepintaran lebih, kita akan menemukan semuanya itu adalah dari hasil usaha, kerja keras, perencanaan, doa dan penantian yang tidak kenal putus asa sehingga orang-orang tersebut mencapai apa yang mereka inginkan. Misalnya: ada pertanyaan, darimana orang mempunyai papa yang kaya raya? Jawabannya adalah dari kakeknya, terus kakeknya darimana kaya raya nya? Jawabnya dari papa kakeknya. Jika kita bertanya terus, maka kita akan tahu bahwa itu dari usaha, kerja keras, doa dan penantian yang panjang sehingga dia menjadi papa yang kaya raya.
Bagi sebagian orang, anak-anak adalah masalah, tapi sebenarnya mereka adalah anugerah. |
No comments:
Post a Comment