Total Pageviews

Translate

Wednesday, December 26, 2018

Kardus, Kardus, Kardus

Saat selesai menonton salah satu program TV favorit, saya merasa ingin juga menuangkan pikiran saya ke dalam tulisan ini. Ini adalah perihal perdebatan tentang kotak suara yang akan digunakan pada Pemilu 2019. Langsung saja ke intinya, dalam perdebatan, ada yang mengatakan ini bukan persoalan kardusnya, tapi ini adalah masalah ketidakkepercayaan publik saat ini. 

Saya setuju sekali akan hal ini, tapi... nah, ada tapi-nya, nih. Masalahnya, kenapa ada sebagian masyarakat yang menjadi tidak percaya? Sebenarnya saya ingin bertanya, namun bertanya kepada siapa? Pertanyaan saya adalah, dari mana rakyat tahu bahwa setelah ada ketentuan UU, KPU membuat kotak penampung suara dari bahan kardus? Rakyat mana yang bisa tahu dan yang mau mengurusi ini? Saya mencoba menjawab sendiri pertanyaan saya. Menurut saya, oknum anggota dewan yang menamakan dirinya sebagai wakil rakyat ini disinyalir ikut dalam memutuskan dan menyetujui usulan KPU dan sudah melihat contohnya saat rapat. Mereka inilah yang pura-pura terkejut dengan kotak suara yang sudah disetujui tersebut. Mereka lantas membuat heboh sehingga sebagian masyarakat ikut dalam perdebatan. 

Harus kita pahami bahwa sebagian kecil dari masyarakat kita mudah diarahkan ataupun diprovokasi. Ada sebagian juga yang lagi 'mabuk cinta', yaitu mereka yang fanatik akan pilihannya sehingga saat pihaknya mengatakan apa pun, bagi mereka itu adalah kebenaran yang tidak perlu diragukan lagi. Nah, inilah yang sebenarnya terjadi. Masyarakat terpicu oleh sandiwara yang ada dan perdebatan pun tak pelak lagi muncul di mana-mana. Setelah polemik terjadi, muncullah para ahli yang mengarahkan pikiran rakyat untuk menyakini bahwa ini adalah kebenaran walaupun sebetulnya sesat. Jika ada yang bertanya, "jadi kenapa bisa begitu?" Jawaban saya yang dungu adalah, "karena ini adalah strategi kampanye." 

Ya, ini adalah strategi kampanye supaya rakyat terbawa emosi di dalam memilih, sehingga tidak lagi memilih berdasarkan program-program yang ditawarkan. Saya akan memberikan ilustrasi bagaimana beberapa ahli mencoba mengarahkan kesesatan pemikiran mereka, seolah-olah apa yang mereka sampaikan itu adalah kebenaran. Logikanya seperti teka-teki ini: A meminjam dari B, C dan D masing-masing sebesar 100.000 rupiah untuk membeli sebuah kardus yang seharga 250.000 rupiah. Nah, karena masih ada sisa 50.000 rupiah, A kemudian mengembalikan kepada B, C dan D masing-masing sejumlah 10.000 rupiah. Sekarang artinya A meminjam 90.000 ke B, C dan D sehingga jumlahnya 270.000. Kalau begitu, kenapa uang yang tersisa di tangan A cuma 20.000? Ke mana hilangnya 10.000 karena awal total pinjaman A adalah 300.000? 

Inilah cara menyesatkan yang bisa membuat orang berpikir kalau ada 10.000 yang hilang. Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang berbahaya jika tidak dimengerti secara logis. By the way, jika mau tahu jawaban dari teka-teki itu, inbox saja 😀😀

Kardus, another quality product...

No comments:

Post a Comment