Total Pageviews

Translate

Sunday, October 18, 2020

Book Review: Tintin

I told you before that comics were quite a permanent fixture in my childhood. In hindsight, the fact that I love reading might be started by this hobby of comics reading. I was lucky that a small town such as Pontianak had so much for kids to read. Back in the 80s and 90s, I read American comics featuring both DC and Marvel superheroes as well as Disney characters like Scrooge McDuck, European comics such as Smurf, Hong Kong manhua that was started by Tiger Wong and a lot of Japanese manga, for example One Piece.
 
During that period, I noticed Tintin, too. I remember browsing through Destination Moon at my cousin's house. However, I wasn't a fan back then. Tintin had too much words to read, haha. Furthermore, it wasn't as funny as Asterix. It was only much later in life that I started to appreciate Tintin. The girl I liked, who turned out to be my wife now, was an avid fan. That's when I began reading Tintin again.

The framed covers Yani bought in Vietnam.

Now, the girlfriend effect aside, Tintin was actually cool. Of course Tintin wasn't as crazy as Asterix (anyway, one was Belgian, the other was French, haha), but he was just as adventurous. When I bought Yani the Adventures of Tintin that collected three stories in one book, I read it, too. I was impressed by the Broken Ear. Even the title sounded mysterious! That's when I found out that Tintin was fascinating, too.

Fast forward to year 2020, I suddenly saw an ad on Facebook that a Tintin box set, collecting stories from Tintin in America to Tintin and the Picaros, was offered at only SGD 55. To think that the usual price is about SGD 210 on bookdepository.com or USD 108 on Amazon.com! Yes, it wasn't a complete box set and I had no idea why Tintin in the Land of the Soviets, Tintin in Congo and Tintin and Alph-Art were excluded. But still it was a good deal, so I grabbed the box set immediately. 

The book I bought for her. It was through this book that I read the Broken Ear for the first time.  

That's how my adventure with Tintin resumed. The first book, Tintin in America, felt very odd and disjointed, but then it got better. The Blue Lotus was an early masterpiece. Chang, the Chinese character in the story, was actually based on Hergé's lifelong friend. He would reappear again 25 years later, this time in a story called Tintin in Tibet. This was also another good entry.

Now, how did I know this background story? Well, every time I finished an episode, I checked it out on Wikipedia. Some of Tintin's adventures, including the Blue Lotus, were very old that they were actually written before World War II. It portrayed events that happened during that period. Early stories felt stereotyping at times, but Hergé did his homework and his writing from the Blue Lotus onwards outgrew this kind of storytelling. 

Our latest Tintin box set and its content!

Apart from this, Hergé's effort in making his story as realistic as possible in the era before internet is also worth noting. Case in point, 15 years before Neil Armstrong became man on the moon, Tintin and friends set foot there and had a mind-blowing adventure. For a comic book, the details and accuracy were quite impressive.

Talk about Tintin's friends, one simply couldn't ignore the fun of having Captain Haddock around. He and his penchant for cursing made the story alive. My favourite is bashi-bazouk! I mean, how's an Ottoman soldier a curse word? Haha. Then there were Thomson and Thompson that provided, to be precise, a hilarious one liner.

Tintin did have a lot of recurring characters, be it bad guys or good guys. This, coupled with adventures such Prisoners of the Sun (another grand title that I like), the Castafiore Emerald (an unusual adventure at home) and Flight 714 to Sydney (Tintin's visit to Jakarta), is what made Tintin great. For a series that is almost 100 years old, it's amazing how Tintin stays readable and relevant. 

When the books are lined up, they spell Tintin!



Ulasan Buku: Tintin

Saya pernah bercerita sebelumnya bahwa komik senantiasa mengisi masa kecil saya. Kalau saya lihat kembali, hobi saya dalam hal membaca mungkin dimulai dengan komik. Saya beruntung karena meski kecil kotanya, Pontianak memiliki aneka komik bagi anak-anak tahun 80an. Saya membaca komik Amerika yang menampilkan para pahlawan super DC dan Marvel. Selain itu ada juga komik Disney seperti Donal Bebek dan Paman Gober. Lalu ada lagi komik Eropa seperti Smurf, komik Hong Kong seperti Tiger Wong dan komik Jepang seperti One Piece
 
Di masa ini saya juga sempat membaca sekilas tentang Tintin. Saya ingat bahwa saudara saya memiliki buku yang berjudul Ekspedisi ke Bulan. Akan tetapi Tintin panjang dialognya sehingga banyak yang harus dibaca, haha. Lagipula Tintin tidak selucu Asterix yang saya gemari pada saat itu. Setelah beranjak dewasa, saya baru kembali menyimak Tintin. Gadis yang saya sukai, yang kemudian menjadi istri saya, adalah penggemar Tintin. Dari sinilah saya mulai membaca Tintin lagi. 

The framed covers Yani bought in Vietnam.

Tanpa efek seorang pacar pun Tintin tetap enak dibaca. Ya, cerita Tintin memang tidak segila Asterix (jelas beda karena satu dari Belgia, satunya lagi dari Perancis, hehe), tapi seperti halnya Asterix, Tintin juga bertualang ke banyak tempat. Ketika saya membeli the Adventures of Tintin untuk Yani, saya juga membaca kisahnya dan terpesona dengan Patung Kuping Belah. Judulnya berkesan misterius! Dari buku inilah saya mulai menyukai Tintin. 

Kira-kira sebulan yang lalu, saya melihat iklan tentang koleksi Tintin di Facebook. Kumpulan ceritanya berawal dari Tintin di Amerika sampai dengan Tintin dan Picaros. Harganya cuma SGD 55 atau sekitar 600 ribu rupiah. Sekedar perbandingan, koleksi Tintin yang serupa dijual seharga SGD 210 (2,3 juta rupiah) di bookdepository.com atau USD 108 (1,6 juta rupiah) di amazon.com. Jadi iklan Tintin yang dijual di Shopee ini benar-benar banting harga. Ya, koleksi yang satu ini tidak menyertakan Tintin di Soviet, Tintin di Kongo dan juga Tintin dan Alph-Art, namun tetap saja menarik dengan harga semurah itu, jadi saya langsung memesan satu set.

Buku yang saya beli untuk Yani.  Lewat buku inilah saya membaca kisah Patung Kuping Belah untuk pertama kalinya.

Saya lantas melanjutkan lagi petualangan bersama Tintin. Kisah pertama, Tintin di Amerika, terasa seperti penggalan cerita yang digabung menjadi satu dan tidak terlalu berkesinambungan. Kendati begitu, Lotus Biru yang merupakan kisah ketiga di buku pertama adalah sebuah karya yang bagus. Chang, bocah Cina yang muncul di tengah cerita, terinspirasi dari teman baik Hergé yang juga sama marganya. Setelah episode ini, Chang muncul lagi 25 tahun kemudian di dalam cerita Tintin di Tibet. Ini juga kisah yang menakjubkan. 

Oh ya, mengapa saya bisa tahu latar belakang Chang? Setiap kali saya menyelesaikan satu cerita, saya membaca tentang sejarahnya di Wikipedia. Beberapa petualangan Tintin, termasuk Lotus Biru, ditulis sebelum Perang Dunia II. Kisah Tintin menampilkan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Ada kalanya karya awal Hergé terkesan stereotip, namun Hergé lantas melakukan riset dan tulisannya mulai sejak Lotus Biru kian menjauhi stereotip pada saat itu. 

Kumpulan kisah Tintin.

Selain itu, upaya Hergé dalam membuat cerita yang akurat dan realistis di era sebelum internet juga menarik untuk dicatat. 15 tahun sebelum Neil Armstrong menjejakkan kaki di bulan, Tintin dan teman-temannya sudah menjelajah permukaan satelit bumi kita ini. Untuk ukuran komik, detil dan keakuratannya sangat mengesankan. 

Berbicara tentang teman-teman Tintin, adalah Kapten Haddock yang membuat cerita menjadi lebih hidup. Saya suka sumpah serapahnya yang tidak karuan dan favorit saya adalah bashi-bazouk. Frase ini sebenarnya berarti prajurit bangsa Ottoman yang berasal dari Turki, haha. Kemudian ada lagi. Thomson dan Thompson, dua detektif yang tidak kompeten dan lucu komentarnya. 

Tintin memiliki banyak tokoh yang muncul berulang kali, baik karakter baik maupun jahat. Hal ini, ditambah lagi dengan petualangan yang menarik seperti Tawanan Dewa Matahari (satu lagi judul yang mistis dan mengesankan), Zamrud Castafiore (satu-satunya petualangan yang terjadi di rumah Kapten Haddock) dan Penerbangan 714 (Tintin mampir ke Jakarta), adalah alasan kenapa Tintin memang memukau. Untuk serial yang hampir berumur 100 tahun, luar biasa rasanya bahwa Tintin masih relevan dan enak dibaca. 

Kalau bukunya diurut, akan tereja nama Tintin!

No comments:

Post a Comment