Total Pageviews

Translate

Sunday, December 27, 2020

The Coast-to-Coast Trail

A while ago, my friend Eday said that he'd want to try walking from one end to the other end of Singapore. For some strange reason, I seemed to recall that the distance from East to West was 42 km (according to Wikipedia, it was actually 50 km). It somehow felt doable, probably because I had seen my father-in-law completing the marathon run in seven hours back in 2011 at the age of 70, haha. 

Then I had a morning walk with my wife a week ago. When we exited Oasis Terrace, the view was... breathtaking. It was so beautiful that I stopped for a while just to admire the view. The sky, the sunlight, the river, the bridge, the buildings, the greenery blended in perfectly. I've always known that Singapore is a nice place to walk, but it was good to be vividly reminded again.

The view behind Oasis Terrace.

Based on the signage, we were somewhere between Punggol Waterway Park and Coney Island. That's when we also saw that the road leads to Jurong Lake Gardens. It's as far as a taxi ride of roughly SGD 30 from Lakeside to Sengkang, the amount we paid last September. The whole route is 36 km. Crazy, huh? But... what if it wasn't that crazy at all? If 42 km felt doable, 36 km should be doable, right?

When we had our dinner later on that day, I convinced my wife that we should attempt the Coast-to-Coast Trail. It'd be great. It'd be fun. We'd give our best and we'd remember this as our last achievement together in year 2020. She was game, so we did it on Thursday morning. We woke up early and took the train all the way to Lakeside MRT station. 

The Lone Tree.

The weather was cloudy, so it was not hot at all. It was 8am in the morning when we started searching for the Lone Tree in Jurong Lakeside Gardens, a sculpture made of recycled materials. From there, we started following the map on the National Parks app and walked to Bukit Batok Nature Park.

When we began our journey, I was expecting the park connector to be similar as the one I passed by from Kembangan to East Coast, ie. walkways isolated from the main road. However, with the next park 6.5 km away from where we were, I reckon it wasn't possible to do so. On top of that, some parts of the trail were also closed down due to construction work. 

The Coast-to-Coast Trail road sign.
Photo by: Yani Evelyn Robinson.

But Singapore is pedestrian friendly. Let's just say that, as long as you are willing to walk, there's literally a way. The road signs are good and we could find one related to Coast-to-Coast Trail every 200 m. The only problem here was a user problem. For example, right after breakfast, I deliberately ignored the sign in front of me, thinking that I could depend on the map. But I didn't zoom in to see the details. Needless to say, I took the wrong path. One overhead bridge later, the GPS showed that I started deviating, haha.

We reached Bukit Batok Nature Park at 10:51am, almost three hours after we started walking. The next stop, Bukit Timah Nature Reserve, was much nearer. It only took us half an hour to get there. Then it rained, the first time ever for what would become the on-and-off rain that happened for the next two hours. At the same time, my phone was about to die after five hours of infrequent chatting, picture taking and map checking. Google Pixel 4's battery sucks!
 
Checkpoint #2.
Photo by Yani Evelyn Robinson.

We resumed our journey by relying on my wife's iPhone 12 while Pixel was plugged into a power bank. As we looked at the signage and compared with the next checkpoint on the app, I started noticing that they weren't always the same destination. The third checkpoint wasn't Bukit Timah Nature Reserve, but an obscure signage of Hindhede Drive. 

It was a long walk from there to the next one in Adam Road. By making use of umbrella and the shelter on the road, we were able to reach KAP mall. I had never been to this area before! When we passed by King Albert Park MRT train station, it rained heavily, so we cheated a bit by taking a bus, haha. We alighted at Tan Kah Kee MRT Station and walked to Adam Road Food Centre for lunch. It felt good to sit down, but the first few steps after that were painful and wobbly. 

Checkpoint #4.
Photo by: Yani Evelyn Robinson.

Still we managed to complete what would be the last leg of our walk. It brought us to the eerily quiet Kheam Hock Road (we passed by the Chinese graveyard) and then the long and slightly winding Lornie Road. By the time we turned left, we could see the Zig-Zag Bridge of MacRitchie Reservoir. The entrance, however, was still pretty far. 

The fifth checkpoint, Bishan-Ang Mo Kio Park, was even farther. The weather had been kind thus far, but we could feel the afternoon sun now. It happened that there were a couple of SG Bike nearby, so it was about time that we continued by pedalling. 

SG Bike time!

That was the first time I ever cycled in Singapore. In fact, that was probably the first time I ever cycled that far since my school days in Pontianak. The one I rode wasn't a great bike and the chain had already come off when I first unlocked it so I had to fix this first, but it was nice to be riding a bike again. It was faster, but more tiring than walking, haha.

By the time we locked the bikes and walked towards the fifth checkpoint, we decided that it was going to be the end of the line. When we were at Adam Road Food Center, we still discussed about continuing our walk to Sengkang Floating Wetland, which was the seventh checkpoint. When we took this picture below, it was around 4:15pm. If we were to continue, we'd go home quite late at night and we didn't want that. 

The last one. 

So we boarded bus #88 and went home. Before I dozed off in the bus, I looked back and learnt three things that day. One, my wife went through all this with me, be it shine or rain, without a single complaint. Amazing. Two, Singapore is beautiful. This long walk showed me a side of Singapore that I had never seen before. Three, we woke up before 6am and even after we spent eight hours, we only covered 25 km. After going through this, I wished to say to my friend Eday, "walking from one end to another end of Singapore in one day is, perhaps, a tall order and not a very enjoyable idea, haha."



Coast-to-Coast Trail

Beberapa waktu lalu, teman saya Eday berkata bahwa dia ingin menjelajah Singapura dari ujung ke ujung. Mendengar hal itu, saya jadi teringat bahwa jarak dari Timur ke Barat adalah 42 km (jarak yang benar menurut Wikipedia adalah 50 km, hehe). 42 km terasa bisa dijajal, mungkin karena saya pernah melihat bapak mertua saya menyelesaikan maraton dalam tempo tujuh jam di tahun 2011, saat dia berusia 70 tahun, hehe. 

Kira-kira seminggu yang lalu, saya dan istri berjalan pagi. Ketika kita keluar dari Oasis Terrace, pemandangan di belakang gedung terlihat menakjubkan. Tanpa sadar saya berhenti sejenak untuk mengagumi langit, cahaya matahari, sungai, jembatan, gedung dan pepohonan yang menyatu dengan begitu indahnya. Saya tahu bahwa Singapura adalah tempat yang nyaman untuk berjalan kaki, tapi luar biasa rasanya diingatkan kembali secara spontan lewat keindahan di depan mata. 

Pemandangan di belakang gedung Oasis Terrace.

Berdasarkan papan petunjuk di tepi jalan, saya dan istri berada di antara Punggol Waterway Park dan Coney Island. Kita juga melihat bahwa rute ke arah barat akan membawa kita ke Jurong Lake Gardens (berdasarkan pengalaman di bulan September lalu, bila ditempuh dengan taksi dari Lakeside ke Sengkang, harganya kurang lebih SGD 30). Rute dari ujung ke ujung ini sepanjang 36 km. Gila rasanya kalau ditempuh dengan berjalan kaki, ya? Tapi... bagaimana bila kenyataannya tidak segila yang dibayangkan? Jika 42 km terasa mungkin untuk dijajal, harusnya 36 km itu tidak mustahil, bukan? 

Ketika kita bersantap malam, saya pun meyakinkan istri saya bahwa kita harus mencoba Coast-to-Coast Trail. Ini pasti seru. Ini pasti menyenangkan. Kita akan berupaya sebisanya dan ini akan menjadi prestasi bersama yang terakhir di tahun 2020. Istri saya mengiyakan, jadi kita pun sepakat untuk melakukannya di Kamis pagi. Sebelum matahari terbit, kita sudah berada di kereta yang menuju ke Stasiun Lakeside. 

Lone Tree.

Cuaca pagi itu terlihat mendung, jadi tidak panas sama sekali. Jam menunjukkan pukul delapan pagi ketika kita mulai berjalan mencari Lone Tree di Jurong Lakeside Gardens. Lone Tree bukanlah pohon sungguhan, melainkan sebuah karya seni yang dibuat dari bahan daur ulang. Dari Lone Tree, kita mulai menyusuri peta di aplikasi National Parks dan berjalan ke Bukit Batok Nature Park.

Ketika kita memulai penjelajahan ini, saya membayangkan bahwa jalan dari taman ke taman itu mirip seperti jalur yang dulu saya lalui dari Kembangan ke East Coast yang terhubung lewat jalan kecil khusus pejalan kaki yang terpisah dari jalan raya. Akan tetapi, dengan jarak tempuh sejauh 6,5 km dari Jurong Lake Gardens, sepertinya tidaklah mungkin untuk membuat jalan tersendiri seperti yang saya bayangkan. Selain itu, beberapa bagian dari rute juga ditutup karena adanya konstruksi di jalan. 

Petunjuk jalan Coast-to-Coast Trail.
Foto oleh: Yani Evelyn Robinson.

Namun Singapura adalah negara yang ramah bagi pejalan kaki. Selama anda ada tekad untuk berjalan, maka selalu ada trotoar untuk berjalan. Petunjuk jalannya pun bagus. Setiap 200 m, kita bisa melihat petunjuk yang berkaitan dengan Coast-to-Coast Trail. Yang jadi masalah adalah pengguna jalan, hehe. Setelah sarapan pagi, saya mengabaikan petunjuk di depan mata karena merasa bahwa saya bisa mengandalkan peta di aplikasi. Ketika jalan bercabang, saya tidak memperbesar peta untuk melihat detilnya sehingga saya pun salah jalan. Sesudah melewati satu jembatan, akhirnya terlihat di peta bahwa saya sudah menyimpang dari jalur semula, haha. 

Kita tiba di Bukit Batok Nature Park pada pukul 10:51 pagi, setelah kita berjalan hampir tiga jam lamanya. Pemberhentian berikutnya, Bukit Timah Nature Reserve, lebih dekat jaraknya dan hanya membutuhkan waktu setengah jam. Saat kita hampir mencapai tujuan, turun hujan untuk pertama kalinya. Hujan gerimis dan deras turun silih berganti dalam dua jam ke depan. Di saat bersamaan, telepon genggam saya akhirnya kehabisan baterai sesudah digunakan selama lima jam untuk mengambil foto, chatting dan mengecek peta. Google Pixel 4 memang parah baterainya! 

pos ke-2.
Photo by Yani Evelyn Robinson.

Selagi Pixel diopname dengan power bank, perjalanan pun dilanjutkan dengan mengandalkan iPhone 12 milik istri saya. Sewaktu melihat rambu di jalan dan membandingkannya dengan pos berikutnya di aplikasi, saya mengamati bahwa tempat tujuannya tidak selalu sama. Pos ketiga bukanlah Bukit Timah Nature Reserve, melainkan Hindhede Drive. 

Jarak antara Hindhede Drive dan Adam Road adalah 5.6 km. Dengan menggunakan payung dan kanopi di tepi jalan, kita berhasil mencapai KAP mall meski berjalan di tengah hujan. Saya belum pernah ke kawasan ini sebelumnya. Sewaktu kita melewati stasiun MRT King Albert Park, tiba-tiba turun hujan deras, jadi kita pun tergoda untuk naik bis, haha. Kita lantas turun di dekat stasiun MRT Tan Kah Kee dan berjalan ke Adam Road Food Centre untuk makan siang. Enak rasanya duduk di kursi setelah lama berjalan, tapi beberapa langkah pertama setelah itu terasa seperti perjuangan berat karena kaki yang sudah pegal kembali dipaksa untuk berjalan. 

Checkpoint ke-4.
Foto oleh: Yani Evelyn Robinson.
 
Kendati begitu, kita masih bisa menyelesaikan rute berikutnya yang kemudian menjadi rute terakhir kita. Perjalanan ke Macritchie Reservoir membawa kita melewati kuburan cina di Kheam Hock Road dan juga Lornie Road yang panjang dan sepi. Ketika kita tiba di ujung jalan dan berbelok ke kiri, kita bisa melihat Zig-Zag Bridge di MacRitchie Reservoir, namun pintu masuknya masih jauh di depan kita. 

Pos ke lima, Bishan-Ang Mo Kio Park, bahkan lebih jauh lagi. Sampai sejauh ini, cuaca boleh dikatakan tidak panas, namun sekarang kita mulai merasakan cahaya matahari sore. Tepat di tempat kita berada, terlihat beberapa sepeda SG Bike, jadi kita pun melanjutkan perjalanan dengan mengayuh sepeda. 

Waktunya bersepeda!

Ini pertama kalinya saya bersepeda di Singapura. Ini bahkan mungkin pertama kalinya saya bersepeda setelah menyelesaikan pendidikan di Pontianak. SG Bike yang saya pakai bukanlah sepeda yang bagus. Ketika saya mengaktifkan sepedanya, baru saya sadari bahwa rantainya telah copot sehingga saya harus memasangnya kembali, tapi senang rasanya bisa bersepeda lagi. Lebih cepat sampai ke tujuan, tapi lebih melelahkan pula bila dibandingkan dengan berjalan kaki, haha.  

Tatkala saya mengunci sepeda dan berjalan menuju pos ke-5, kita memutuskan bahwa perjalanan akan berakhir di sini. Ya, sewaktu berada di Adam Road Food Center, saya dan istri sempat berdiskusi untuk berjalan hingga Sengkang Floating Wetland yang merupakan pos ke-7. Namun jam sudah menunjukkan pukul 16:13 sore ketika foto terakhir ini diambil. Jika kita tetap lanjut, bisa-bisa kita baru akan sampai di rumah ketika hari sudah larut malam. 

Pos ke-5. 

Akhirnya kita menaiki bis nomor 88 dan pulang. Sebelum tertidur di bis, saya melihat kembali dan belajar tiga hal dari pengalaman hari ini. Pertama, istri saya setia menemani saya di tengah hujan dan panasnya matahari sore tanpa mengeluh sedikit pun. Luar biasa. Kedua, Singapura adalah negara yang indah. Petualangan hari ini menunjukkan sisi Singapura yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Ketiga, kita bangun sebelum jam enam pagi dan setelah berjalan sekitar delapan jam, kita hanya bisa menyelesaikan 25 km. Saya jadi ingin mengatakan hal ini kepada teman saya Eday, "berjalan dari ujung ke ujung di Singapura dalam satu hari sepertinya bukanlah ide yang bagus, haha." 

No comments:

Post a Comment