Total Pageviews

Translate

Saturday, May 22, 2021

The Sadness In Her Eyes

Six years were quite a long time to be in other people's life. Our helper, Siti, had been with us few months before our second daughter was born. She was hard working, smart and honest, hence we had no problems like those stories of helper gone rogue that you might have heard before.

As far as I could remember, house chores were taken care of and the floor was never sticky. Siti was great with our daughters, too. She also cooked when my wife was busy and in doing so, she developed her signature recipe here: the crispy fried shallots, so delicious that it was loved by both sides of our families in Pontianak and Bandung. 

In short, she had been a fantastic help and her stay with us became life as we knew it. When she decided to go back for good, I was wondering how life was like before she came. I found later that there were a lot of washing, sweeping and mopping to be done by me, so frequent that I got a blister on my thumb, haha.

Siti with the kids and my wife...

Back to our story, then came the day when we had to say goodbye. It turned out to be especially hard for my eldest daughter. Linda hugged Siti many times, as if she didn't want to let go. Then it occurred to me that it was the first farewell for the eight-year-old. Even though they bickered from time to time, Siti was still a family-like figure that Linda knew and saw everyday for almost her entire life. At such a young age, she now tried to process the fact she might not see someone she knew dearly anymore. 

Saying goodbye was a raw emotion that she was not familiar with and the sadness only got worse when the reality sank in. When we reached home, Linda cried again and said she wanted her Mbak (auntie) back. We explained to her that Siti had moved on, but we'd probably see her again one day. 

Fast forward to Eid al-Fitr, Linda gave Siti a call and wish her a happy Eid. Linda sounded like her usual self, without a trace of sadness in her voice no more. As I sat in the living room, I couldn't help smiling when I heard how cheerful and cheeky she was. I always knew that she was kind and caring, but as a father, it was kind of assuring to learn that she was tough, too...

Last picture we took at Changi Airport...



Kesedihan Di Matanya

Enam tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menjadi bagian dari hidup orang lain. Pembantu kami, Siti, sudah bekerja di rumah beberapa bulan sebelum putri bungsu kami lahir. Orangnya rajin, pintar dan jujur pula sehingga kami tidak memiliki beraneka masalah pembantu yang pernah anda dengar atau baca.  

Saya ingat bahwa selama ini tugas bersih-bersih rumah dikerjakan dengan baik dan lantai tidak terasa lengket. Siti dekat dengan anak-anak. Dia juga memasak bila istri saya sedang sibuk dan di rumah kita, dia menjadi pakar bawang goreng. Kelezatan bawang goreng buatannya bahkan disukai oleh keluarga besar dua belah pihak, baik yang di Pontianak maupun yang di Bandung.  

Singkata kata, keberadaannya sangat membantu dan membuat hidup menjadi lebih mudah. Sewaktu Siti memutuskan untuk berhenti kerja, saya jadi berusaha mengingat kembali, seperti apa kehidupan kami sebelum Siti datang. Jawabannya adalah banyaknya baju kotor yang harus saya cuci dan jemur sendiri. Demikian juga dengan tugas menyapu dan mengepel yang tiada habisnya sehingga jempol saya sampai menggelembung dan berair, haha... 

Audrey, Siti, Linda dan Yani...

Kembali ke cerita, kemudian tibalah harinya kami mengucapkan selamat berpisah. Ternyata ini tidak mudah bagi putri sulung saya. Linda memeluk Siti berulang kali di bandara, seakan-akan berat baginya untuk melepaskannya. Saya lantas menyadari bahwa ini adalah perpisahan pertama bagi anak yang baru berumur delapan tahun ini. Meski terkadang mereka cekcok karena hal yang sepele, bagaimanapun Siti masih merupakan sosok yang Linda kenal dan berinteraksi setiap hari selama enam tahun terakhir. Di usianya yang masih begitu muda, Linda kini berusaha untuk mengerti bahwa dia mungkin tidak akan bertemu lagi dengan orang yang ia kenal baik ini. 

Perpisahan seperti ini adalah sebuah emosi yang masih asing baginya. Ia kian bertambah sedih setelah perpisahan itu terjadi. Ketika kami sampai di rumah, Linda menangis lagi dan berkata bahwa dia mau mbaknya kembali ke sini. Kami jelaskan padanya bahwa Siti sudah berhenti untuk pulang ke tengah keluarganya, tapi suatu hari nanti kita mungkin akan bertemu dengannya lagi. 

Beberapa hari kemudian, ketika Idul Fitri tiba, Linda menelepon Siti untuk mengucapkan selamat hari raya. Suara Linda terdengar ceria seperti biasanya, tak lagi terdengar kesedihan dalam nada bicaranya. Saya yang sedang duduk tak jauh darinya pun jadi tersenyum sendiri saat mendengar kegembiraan dan keisengannya. Saya tahu bahwa Linda adalah anak yang baik hati dan peduli dengan orang lain, tapi sebagai ayah, saya jadi lega saat mengetahui bahwa dia pun ternyata cukup tangguh dalam menyikapi kesedihannya. Semoga dia tumbuh menjadi gadis yang tegar suatu hari nanti...

Foto bersama terakhir di Bandara Changi...


No comments:

Post a Comment