Total Pageviews

Translate

Sunday, December 11, 2022

The Love-Hate Relationship

I once wrote about the bathroom singer. That's pretty much how I would rate myself as a singer. Never brilliant, but could do well enough to carry a tune. More than that, I loved performing. I liked the sensation of how I was carried away and moved by the music. But yet I always hated the countdown that preceded show. It was dreadful, like a slow walk to the hanging pole. 

The story this time started when Dinner and Dance was announced a while ago, probably back in August. I could roughly tell how my fate would be. It was kind of my thing, so when a department was expected to participate, I knew that it was just a matter of time before I was nominated involuntarily. I knew for sure that the inevitable would come and true enough, closer to the date, that exactly what happened.

I'd grumble and say things like, "it's hard to earn this month's salary," but yet the artistic side of me would rise to the challenge. Observational comedy was what I did best (been doing that since I started writing my second short story back in 1996), long before I knew it was a real thing popularized by Jerry Seinfeld. So I wrote the scenario based on our day-to-day activities and the culture in office. The moral of the story was, if we wanted to make a change, we had to start with ourselves, hence the lyrics from Man in the Mirror were relevant. And since misery loves company, I dragged some colleagues to join the play, haha.

Back with the mic stand on stage!

I went to India for a short break and then came back for the rehearsal twice a week. Each session would last half an hour or 45 minutes. The first one was table read, something that I learnt after watching many comedy series. The actors would read their lines and once they were comfortable with it, I recorded the dialogues. By doing so, they just had to mime and act. There wasn't a need to memorize the lines anymore.

The rehearsal was actually quite fun. Lots of giggling. The craziest thing was, up till the time we tried out the whole thing on stage, we still had members that failed to attend the final rehearsal. The most stressful part had to be those trying times when I coached a fellow colleague to sing. I don't think I did a good job, which was why I resorted to a lousy mixing of pre-recorded vocals for my colleague instead, trying my best to make it less disastrous, haha.

Then came the moment when we took the stage. I remember saying repeatedly to my colleagues that I was 34 the last time I did this. I never expected to do this again in my 40s, when I was so much older than before. I had this mixed feeling. Partially excited but mostly numb after being nervous for too long that I just wanted to get it over and done with.

The playful banter after the show.

Thus began what was dubbed as the longest six minutes of our lives. The skit didn't go pretty well. I was told later on that nobody could actually hear the dialogues and therefore they didn't know what it was all about. But it felt right the moment I stepped onto the stage. I knew this feeling from long ago, so familiar, slowly coming back to me. I sang the first few lines as I looked around, still very much aware of my surroundings. I remember putting the mic on the stand. But then I heard the beats of the drums. The whole thing became so electrifying that I just had to follow the rhythms. 

Some people asked if my act was rehearsed. It wasn't. The performance was spontaneous. When you were a fan spending countless hours imitating your idol in front of the mirror back in your younger days, all this would just come naturally when the music played. You just knew it by heart. And that's what I did.

I couldn't say if I did great. As always, I couldn't even bring myself to watch the video recording again. But I could tell you this much: it was a journey, not necessary to my liking, but by the end of the day, I am glad that we did it. It's just funny how things you disliked could also be rewarding at the same. Apparently there was such a thing called love-hate relationship in life. Strange indeed!

With the whole team.




Antara Suka Dan Benci

Suatu ketika saya pernah menulis tentang penyanyi di kamar mandi. Seperti itulah penilaian saya tentang kapasitas saya sebagai penyanyi. Tidak hebat, tapi tidak sumbang dalam bernyanyi. Lebih dari itu, saya suka aksi panggung ketika tampil di pentas. Ada semacam sensasi yang selalu membuat saya terbuai dan tergerak oleh musik. Masalahnya adalah masa penantian sebelum hari-H. Rasanya tegang dan bikin mual, seperti tengah berjalan pelan menuju ke tiang gantungan. 

Cerita kali ini dimulai ketika acara Dinner and Dance diumumkan beberapa waktu lalu, kalau tidak salah di bulan Agustus. Kira-kira saya sudah bisa menerka nasib saya. Seni pertunjukan adalah sesuatu yang diasosiasikan dengan saya, jadi kalau departemen saya harus berpartisipasi, maka hanya masalah waktu saja sebelum saya ditunjuk untuk menciptakan sesuatu. Saya tahu hari itu akan tiba dan benar saja, ketika acara kian mendekat, apa yang saya khawatirkan pun terjadi. 

Saya pun menggerutu dan bergumam, "gaji bulan ini sungguh susah untuk diperoleh," namun sisi artistik saya sesungguhnya tertantang untuk melakukan sesuatu. Komedi berdasarkan pengamatan adalah sesuatu yang sudah saya lakukan dari sejak saya mulai menulis, jauh sebelum saya tahu bahwa ini ada sesuatu yang dipopulerkan oleh Jerry Seinfeld. Jadi saya pun menulis skenario berdasarkan kehidupan dan budaya di kantor. Moral dari cerita adalah, jika kita ingin membuat perubahan, maka kita harus mulai dari diri sendiri. Oleh karena itulah lirik lagu Man in the Mirror terngiang-ngiang di benak saya. Dan karena penderitaan selalu membutuhkan teman, maka saya libatkan kolega lain untuk turut serta, haha.

Kembali ke panggung lagi setelah delapan tahun!

Saya ke India dalam rangka liburan singkat dan mulai serius menggelar latihan dua minggu sekali setelah saya kembali ke kantor. Setiap sesi berlangsung selama setengah jam atau 45 menit. Yang pertama kita lakukan adalah membaca naskah bersama, suatu proses yang saya pelajari setelah menyaksikan banyak serial komedi. Para pemeran ini membaca dialog mereka dan saya rekam setelah nadanya terdengar seperti percakapan biasa. Dengan demikian mereka cukup berkomat-kamit dan beradegan sesuai dialog. Tak perlu lagi untuk menghafalkan dialog masing-masing.

Latihan ini sebenarnya cukup seru juga. Banyak tawa dan canda. Yang paling sulit untuk dipercaya adalah, sampai saat-saat terakhir mencoba pentas pun masih ada peserta yang tidak hadir. Namun hal yang paling memusingkan adalah melatih kolega untuk bernyanyi. Dari apa yang saya dengar, saya jadi merasa tidak becus jadi pelatih. Akhirnya saya putuskan untuk merekam suaranya dengan vokal asli dari lagu supaya hasilnya tidak terlalu hancur, haha. 

Kemudian tibalah waktunya bagi kita untuk naik ke panggung. Saya ingat saat berguyon degan kolega bahwa terakhir kali saya melakukan pertunjukan serupa adalah delapan tahun silam, saat saya berusia 34 tahun. Tidak terbayang bahwa saya akan kembali lagi ke panggung di usia 40an. Kegelisahan yang berkepanjangan membuat saya kini mati rasa. Pokoknya saya hanya ingin jalani pertunjukan ini secepat mungkin dan segera kembali ke meja makan. 

Obrolan santai setelah pertunjukan.

Kemudian mulailah apa yang saya dan rekan-rekan kerja sebut sebagai enam menit terpanjang dalam hidup kita. Drama yang saya tulis tidak menuai tawa seperti yang saya harapkan. Belakangan ini baru saya ketahui kalau penonton kesulitan mendengar dialognya sehingga mereka tidak paham apa ceritanya. 

Akan tetapi positif rasanya ketika saya melangkah ke panggung. Saya tahu perasaan yang tidak asing ini, seperti sesuatu yang saya kenal dari masa lalu. Ketika saya menyanyikan beberapa baris pertama, saya masih memandang penonton dengan sedikit tegang. Saya tahu bahwa saya akan baik-baik saja saat saya letakkan mikrofon di penyangganya. Lantas saya dengar ketukan drum di lagu. Segala sesuatu mendadak terasa begitu menggetarkan sehingga saya pun bergerak mengikuti lagu. 

Beberapa orang bertanya apakah saya berlatih untuk aksi panggung saya. Jawabannya adalah tidak. Semua itu terjadi secara spontan. Bila anda adalah seorang penggemar Michael Jackson yang di masa mudanya menghabiskan waktu berjam-jam di depan cermin untuk meniru gerakan idola anda, maka anda bisa bergerak tanpa sadar begitu terbawa oleh irama lagu. Itulah yang saya lakukan. 

Bersama para peserta satu tim.

Saya tidak bisa berkomentar apakah penampilan saya memukau. Terus-terang saya bahkan tidak pernah menonton kembali rekaman videonya, sebab konyol rasanya. Tapi saya dengan jujur katakan hal berikut ini: apa yang saya lalui ini adalah sebuah perjalanan yang tidak begitu saya sukai, namun pada akhirnya saya senang semua ini terjadi. Lucu rasanya ada hal yang begitu kontradiktif. Tidak disukai, namun di saat yang sama juga memuaskan. Ternyata ada yang namanya hal di antara rasa suka dan benci... 

No comments:

Post a Comment