Total Pageviews

Translate

Monday, April 16, 2018

Book Review: Ahok And The Untold Stories

When it comes to reading, there are books that I only read at home because they are very touching that I can't help crying after reading it half-way (I'm not a tough man, but in my defence, it's perfectly healthy to cry). I happened to have books from such category. One is books written by Sinead Moriarty (she surely knows how to make me laugh and cry), the others are books about Ahok.

Ahok was like a shooting star. In a very short span of time as a governor of Jakarta, he set examples and touched so many lives, especially Indonesians. He cared for his people and he showed us that things could be done differently. However, for whatever good that he tried to make, he ended up in jail instead. This is why his is such a compelling story. It was so unfair, but yet so inspiring.

This book was written by those interns at city hall. They not only saw the ex-governor with their own eyes, but they worked with him as well. It was based on firsthand observation, therefore I was very curious about it and I immediately got a help from my friend to obtain it. True enough, it didn't disappoint. From the book, I learnt more about what was going on at that time.

I already knew that Ahok was a very capable person. But it was amusing to read how he was willing to teach and be taught by others. The interns often quote him saying, "if you are smart, teach. If you are stupid, listen." This, apparently, was no exception for the man himself. Even though Ahok was publicly known to be loud, he did listen a lot from others, too.

Some of us might also remember the videos of official meeting that were uploaded on YouTube. Ahok was transparent, ever consistent in both words and actions. He was smart and quick in making decisions. Apart from revealing the impact of those videos to the civil servants, it was interesting to note that he wasn't afraid if the video captured him making mistakes. He was fully aware that he wasn't always going to be right all the time and he expected that we'd learn from his mistakes if there were any.

As the governor of Jakarta, he was a busy man. Every morning when he arrived at city hall, Ahok was greeted by the less fortunate people. He walked into all sorts of problems waiting for him to solved and he tackled them all in stride. In office, he simplified the bureaucracy to make it more efficient. The book showcased a blame game between Sanitary Office and the so-called Water Management Office due to the convoluted and overlapping responsibilities between the two. To the uninitiated, the inefficiency was mind blowing. Ahok obliterated such legacies and brought upon us the new era of bureaucracy, for example the consolidated governmental services known as Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Then of course there were chapters about budgeting and corruption. Those who worked with Ahok remembered how he scrutinised each line of the budgeting plan to ensure that it was accountable. Ahok didn't budge even when he was antagonised by the parliament members (some of them were eventually proven guilty by the Corruption Watch). He stood tall against all odds.

I am particularly impressed with Ahok's vision of Jakarta Smart City. It began with his personal habit of reading every SMS sent to him by the people of Jakarta. He was a dedicated man, but with a primitive approach. The interns then built him something that was more viable. It was a computerised system where all the messages could be read, delegated to the relevant team and actioned. If only this is continued by the current governor, Jakarta would have been a really modern city that was once envisioned by Ahok. Too bad it doesn't turn out to be that way. What a loss.

Lastly, there were also few stories about Vero. We know now that their marriage didn't last. But this was back then, when she was the wife of a governor. She did her best in her role. Reading those stories reminded me again that she was only human. Her work should be separated and acknowledged, despite the fact that she failed her marriage. Let's not condemn her but remember her good work instead.

Now, back to Ahok, how is the man not inspiring? We'll remember the good fight he had fought. To quote the words of the intern that wrote the first chapter, "it's all Ahok's fault. He made us fall in love with the government, bureaucracy and our beloved country." Don't ever stop believing...

The legendary remark on the budget planning that says, "your Grandma's understanding."
Illustration from: Ahok dan hal-hal yang belum terungkap.


Ahok Dan Hal-Hal Yang Belum Terungkap

Berbicara tentang bacaan, ada buku-buku tertentu yang hanya saya baca di rumah karena isinya sangat menyentuh dan seringkali membuat saya meneteskan air mata (saya bukan pria tangguh, tapi saya rasa menangis itu berarti sehat secara emosional). Di dalam koleksi buku-buku saya, yang termasuk kategori ini adalah karangan Sinead Moriarty (penulis ini tahu caranya membuat saya tertawa dan menangis) dan tentu saja buku-buku tentang Ahok.

Ahok tidak ubahnya seperti bintang kejora. Di dalam masa jabatannya yang singkat sebagai gubernur, dia telah memberikan banyak teladan dan menyentuh hidup begitu banyak orang, terutama orang Indonesia. Dia peduli akan nasib rakyatnya dan dia menunjukkan bahwa banyak hal bisa dilakukan dengan cara yang berbeda dengan yang selama ini kita yakini. Akan tetapi, untuk segala perubahan yang ia lakukan, kini ia malah mendekam di penjara. Karena inilah kisahnya sangat menggugah. Apa yang ia alami sangat tidak adil, tapi apa yang ia perbuat sangat menginspirasi. 

Buku ini ditulis oleh para karyawan yang magang di balaikota. Mereka tidak saja melihat sepak terjang Ahok dengan mata mereka sendiri, tetapi juga bekerja sama dengannya. Pengalaman langsung dari mereka inilah yang dirangkum menjadi buku, oleh karena itu saya merasa sangat tertarik dan lekas meminta teman saya untuk membelinya. This book was written by those interns at city hall. Hasilnya tidak mengecewakan. Dari buku ini, saya bisa membayangkan apa yang terjadi di kala Ahok menjabat.

Saya sudah tahu bahwa Ahok adalah orang yang berkemampuan. Justru karena itulah makanya fakta bahwa dia bersedia mengajar dan juga diajari terasa menarik. Para karyawan magang ini sering mengutip perkataan Ahok sendiri bahwa, "yang pintar mengajar, yang bodoh nurut." Ahok berbicara apa adanya dan dirinya sendiri pun bukanlah pengecualian. Meski ia terkenal banyak berbicara, siapa sangka dia pun tekun mendengar pendapat orang lain?

Beberapa dari kita juga pasti masih mengingat video-video rapat yang diunggah di Youtube oleh Pemprov DKI. Ahok senantiasa transparan dan konsisten, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Dia cerdas dan cepat dalam mengambil keputusan. Buku ini juga mengisahkan tentang dampak dari video-video ini pada PNS di balaikota. Juga menarik untuk dicatat bahwa Ahok tidak takut bila dia berbuat kesalahan dan terekam oleh kamera. Dia sadar betul bahwa dia tidak selamanya membuat keputusan yang tepat dan dia berharap orang lain juga bisa belajar dari kesalahannya.

Sebagai gubernur Jakarta, Ahok adalah seorang yang sibuk. Di pagi hari saat dia tiba di balaikota, dia sudah disambut oleh mereka yang kurang beruntung nasibnya. Ahok melangkah dalam setiap masalah yang disampaikan padanya dan memberikan solusi. Di kantor, dia juga bekerja keras menyederhanakan birokrasi yang berbelit-belit. Buku ini menyorot tentang bagaimana Dinas Kebersihan dan Dinas Tata Air saling melempar tanggung jawab, suatu pemandangan yang mencengangkan bagi mereka yang tidak terbiasa dengan inefisiensi kantor pemerintah. Salah satu terobosan yang dilakukan Ahok adalah mengubah sistem yang ada, misalnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu. 

Kemudian tentu saja ada bab-bab tentang anggaran dan korupsi. Mereka yang pernah magang dan membantu Ahok ingat tentang bagaimana dia menyisir baris demi baris anggaran untuk memastikan bahwa semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Ahok bahkan tidak takut ketika anggota dewan yang terhormat berupaya menjegalnya dengan berbagai cara (beberapa di antaranya akhirnya terbukti bersalah dan ditangkap KPK). Ahok teguh pada pendiriannya meskipun diserang dari kiri-kanan.  

Saya terkesan terutama dengan visi Ahok tentang Jakarta Smart City. Di buku diceritakan bagaimana Ahok biasa membaca setiap SMS yang dikirim warga Jakarta. Ahok memiliki dedikasi yang tinggi, tapi caranya sangat primitif. Akhirnya tim yang membantunya membuatkan sistem yang bisa menampilkan setiap SMS di layar monitor sehingga bisa dipantau dan ditindak dengan cepat. Jika saja sistem ini masih dilanjutkan oleh gubernur sekarang, tentunya hari ini Jakarta akan selangkah lebih maju. Sayang sekali sebuah sistem dengan konsep seperti ini disia-siakan begitu saja. 

Terakhir, buku ini juga memuat beberapa cerita tentang Vero. Kita tahu sekarang bahwa pernikahan Ahok dan Vero telah bubar. Tapi cerita-cerita ini adalah ketika dia masih menyandang posisi sebagai istri gubernur. Dia melakukan yang terbaik sesuai perannya. Membaca cerita tentang Vero dan mengingat apa yang telah dilakukannya, saya jadi teringat bahwa dia pun manusia biasa. Hasil karyanya pantas dikenang sebagaimana adanya dan tidaklah pantas bila dicampuradukkan dengan masalah pribadi mereka. 

Kembali lagi ke Ahok, semakin dibaca, semakin saya merasa dia sungguh menginspirasi. Dia akan selalu dikenang karena telah memberikan yang terbaik dan menjalani semuanya secara ksatria. Kalau boleh saya mengutip tulisan seorang karyawan magang, "semua ini salah Ahok. Dia membuat kita mencintai pemerintahan, birokrasi dan negara kita yang tercinta..."

Sampul depan.

No comments:

Post a Comment