Total Pageviews

Translate

Sunday, May 26, 2019

Time To Say Goodbye

Last month, when I first read the news about BBM's plan to shut down its consumer service, it didn't meant a thing to me probably because I hadn't used it for the longest time. BBM is still on my phone simply because I am using a BlackBerry and the mobile app came pre-installed on it. Function-wise, it had been replaced by WhatsApp since few years ago. Little did I know that in the night of May 22, the status quo would be shaken up for one last time.

For those of you who aren't aware of it, 22/05/19 was an ugly day in the history of Indonesia. As losers were rioting, fake news was rampant, too! In order to curb this, WhatsApp, Instagram and Facebook were blocked by the Government of Indonesia. The result was random and you couldn't be really sure if your message was delivered or not. In the midst of the confusion, nobody seemed to be able to contact my brother via any means of communication, including the conventional landline phone, so I tried my luck using BBM. I fired two messages, then observed how the ✔ sign and alphabet D appeared by the end of each line. Suddenly D was replaced by R and the whole thing turned into blue colour.

That only meant that my brother was reading the messages! I called him immediately using BBM and he picked up. It was a just short conversation to make sure that he was okay, but after the call, I ended up staring at the BBM gratefully. I didn't intend to do that. It just happened spontaneously. Then, as it dawned on me that the app is shutting down, all the good old memories came flooding back.

It might be forgotten now, but roughly a decade ago, just like the BlackBerry itself, BBM was the most revolutionary messaging service. When Yahoo! Messenger, MSN and Google Talk were all desk-bound, BBM was the one thing that allowed us to be mobile while staying connected. Yes, the other three would eventually released their own mobile apps, too, but they were too late by then. BBM ruled them all! For many Indonesians, BlackBerry was the right phone and BBM was the way to communicate.

(Picture is owned by bbm.com)

I was a late joiner, but once I converted from Sony Ericsson to become a BlackBerry user, I was hooked. The signature sound of BBM notification was constantly tempting me. And the blinking red light, it was so irresistible that I just had to check the messages at all costs! That's how addictive BBM was during its heyday. It did everything a phone user needed then, from simple chatting to selling bags and other stuff. Long before people were updating status on Facebook, the BBM status update was what we closely monitored back then!

Then came WhatsApp, an app based on phone number. It was rather unusual at that time, when people were still asking what your PIN was. But while BBM was exclusive to BlackBerry devices, WhatsApp was found on any platforms. That's when it gained traction while BBM started to lose its footing. I was clinging dearly to BBM, but I couldn't help feeling that it was a losing battle. When I first noticed that the WhatsApp messages from me suddenly had the double ✔ sign and they turned blue when the recipient read them, I realised that WhatsApp was finally catching up.

From there onwards, whatever that BBM did, even when it decided to become platform agnostic, didn't matter anymore. By the time WhatsApp could tell who in the chat group had read my messages, I knew it had long surpassed BBM. I just had to accept that the BBM days were numbered. Eventually BBM became irrelevant and I stopped using it, too. Apart from occasional messages that were sent by Parno from his BlackBerry Z30, it's safe to say that my BBM had died a quiet death.

And it stayed like that until that fateful night. BBM was once again the little application that worked when everything else failed, just like how it used to be. The unexpected encore felt bittersweet, really. Despite its flaws, BBM was still one of the most beautiful stories ever written in the past ten years of my life. It's coming to an end now. Thanks for all the good memories, BBM! Time to say goodbye...

Chilling out with BBM and Tiger Beer in Clementi. 
Photo was taken by Fendy Lee. 



Waktunya Untuk Berpisah

Bulan lalu, ketika saya membaca tentang rencana BBM untuk mengakhiri layanannya, saya tidak terlalu memikirkannya karena saya sudah lama tidak menggunakan BBM. Satu-satunya alasan kenapa aplikasi ini masih berada di telepon genggam saya adalah karena saya menggunakan BlackBerry dan BBM sudah langsung tersedia. Bicara soal fungsi, WhatsApp sudah menggantikan peran BBM sejak beberapa tahun silam. Siapa sangka pada tanggal 22 Mei malam, BBM terbukti berguna untuk satu kali terakhir? 

Anda tahu apa yang terjadi pada tanggal tersebut. Selagi para pecundang membuat rusuh, berita palsu pun merajalela. Sebagai upaya untuk meredam kekacauan, Pemerintah Indonesia memblokir WhatsApp, Instagram dan Facebook untuk sementara waktu. Banyak kebingungan yang terjadi karena pesan dan telepon dari WhatsApp sepertinya tidak berhasil mencapai orang yang hendak kita tuju. Saat itu pihak keluarga juga berusaha untuk menghubungi adik saya, akan tetapi jangankan WhatsApp, telepon rumah pun tidak diangkat. Saya lantas terpikir untuk mencoba BBM. Setelah saya kirimkan dua pesan, saya perhatikan bahwa tanda ✔ pun muncul dan ada huruf D di sampingnya. Tak lama setelah itu, huruf D berubah menjadi R dan berganti warna menjadi biru. 

Itu berarti adik saya membaca BBM-nya! Saya langsung meneleponnya lewat BBM. Percakapan kami singkat saja, tapi setelah selesai berbincang, tanpa sadar saya menatap BBM dengan rasa syukur. Hal itu terjadi secara spontan. Kemudian, ketika saya teringat dengan berita yang saya baca bulan lalu, semua kenangan manis tentang BBM pun bagaikan berputar kembali. 

Mungkin banyak yang tidak ingat lagi sekarang, namun kira-kira 10 tahun yang lalu, sepertinya halnya BlackBerry, BBM juga merupakan aplikasi chatting yang paling revolusioner. Tatkala Yahoo! Messenger, MSN dan Google Talk hanya bisa digunakan komputer, BBM adalah satu-satunya sarana yang memungkinkan kita untuk mengirimkan pesan selagi kita tidak berada di meja komputer. Ya, tiga aplikasi ternama itu akhirnya mengeluarkan aplikasi versi telepon genggam juga, tapi sudah terlambat. Banyak yang sudah beralih ke BBM. Bagi sebagian besar orang Indonesia, BlackBerry adalah telepon genggam yang paling populer dan BBM adalah bagian dari cara kita berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

PIN BBM yang terakhir.

Saya boleh dikatakan terlambat bergabung, tapi begitu saya berpindah dari Sony Ericsson ke BlackBerry, saya langsung menjadi pengguna berat. Suara notifikasi BBM yang khas senantiasa menggoda konsentrasi saya. Kedap-kedip lampu LED merah yang menandakan pesan masuk sungguh sulit untuk diabaikan. BBM bagaikan candu di masa jayanya. Aplikasi ini adalah memiliki semua fitur yang dibutuhkan oleh para pemakainya pada saat itu, mulai dari perannya yang efektif dalam menggantikan SMS sampai gambar profil yang bisa dipakai untuk berjualan tas. Jauh sebelum orang mulai menulis status di Facebook, status terbaru di BBM adalah apa yang sering kita pantau di zaman tersebut. 

Kemudian muncullah WhatsApp, sebuah aplikasi yang berbasis nomor telepon genggam di era dimana semua masih orang bertanya, apa PIN anda. Saat itu BBM adalah aplikasi eksklusif yang hanya ada di BlackBerry, sedangkan WhatsApp bisa ditemukan di semua platform. Karena inilah WhatsApp mulai merambah sedangkan BBM mulai goyah posisinya. Saya masih tetap mengandalkan BBM, tapi ada rasa cemas bahwa BBM sepertinya mulai kalah bersaing. Ketika saya melihat bahwa WhatsApp mulai menampilkan tanda ✔ ganda yang berubah menjadi biru ketika penerima membaca pesan yang saya kirim, saya menyadari bahwa WhatsApp akhirnya memiliki kemampuan yang setara dengan BBM. 

Semenjak itu, apa pun inovasi yang dilakukan BBM, bahkan ketika BBM akhirnya memutuskan untuk beredar di Android dan iOS, tidak lagi membuat perubahan yang berarti. Saat WhatsApp memiliki fitur dimana kita bisa mengetahui siapa saja anggota grup yang telah membaca pesan kita, saya tahu bahwa aplikasi ini telah jauh melampaui BBM. Saya akhirnya menerima bahwa hari-hari BBM telah berakhir. Lambat-laun saya pun berhenti menggunakan BBM. Kecuali untuk membaca pesan dari Parno yang terkadang dikirimkannya lewat BlackBerry Z30, saya hampir tidak pernah lagi menggunakan BBM.  

Dan ini berlangsung sampai pada tanggal 22 Mei malam. Sekali lagi BBM menjadi apa yang pernah saya kenal suatu ketika di masa silam: sebuah aplikasi yang tepat guna di kala yang lainnya gagal. Ada rasa senang bercampur sedih sewaktu saya usai menggunakan BBM. Pada akhirnya, terlepas dari berbagai kekurangan dan strategi yang salah, BBM adalah sebuah cerita yang indah selama sepuluh tahun terakhir di dalam kehidupan saya. Sekarang semuanya akan berakhir. Terima kasih untuk masa-masa yang menyenangkan, BBM. Waktunya untuk berpisah...

BBM-an setelah makan pagi di Lengkong Tiga. 

No comments:

Post a Comment