Total Pageviews

Translate

Sunday, February 12, 2023

After Two Times

And I thought I wouldn't do it anymore! It was mentally draining the first time I went through it! But I did it and much to my surprise, I finished it faster than before. I took about six months to read the book. The second time wasn't that tough, though. Finished reading it within a month.

Confused? Let's put things in perspective. About a year ago, a friend of mine came up with the phrase at least twice. This happened after the heated discussion in our group chat. To paraphrase what he said, after reading about 600 books, he was still of the opinion that this was the best, life-changing book ever. But it wasn't easy to read, for it was so controversial. And instead of explaining what the book was all about, he brushed us off by saying we must read it ourselves, at least twice.

I took up the challenge and to a certain extent, he was right about the content of the book. It was hard to read. If you asked me, it felt like reading a badly written multiverse story mixed with the wisdom of ancient Chinese and Buddhism. It was just a bunch of things that I either wasn't interested in, didn't believe or failed to understand. Hence it was quite a torture to continue reading it. 

So why did I pick it up again? It was simply driven by the desire to fulfill what I set out to do the time I took up the challenge: to read it twice. I did promise that and I felt obliged to keep my words, even though I felt like giving up after reading it the time. I also wanted to know if it really made a difference if I read it twice. It also helped that, since I already knew what to expect from the book, it didn't feel overwhelming anymore. The first time I read it, there was this feeling that I couldn't believe I was reading such a mumbo jumbo. 

Anyway, back to whether there would be any differences if I read it twice or not, the answer is no. I didn't believe it the first time and this round, I subconsciously blocked the information that felt like utter nonsense. It just wasn't my cup of tea. Unless there was an epiphany, I doubted that things would be any difference if I read it for the third or fourth time.

However, I did learn two things from reading it twice. First of all, one might have missed some parts of the book that one read half-heartedly. You might have noticed it only if you re-read it again. The second thing was, what we were feeling at the time of reading. Our emotional state played a part here. This is when things suddenly felt relevant, as if they spoke to us directly at that particular moment. 

And this is exactly what the Beatles mean to me. I've listened to the songs not only twice, but many times for the past 27 years. I remember when I was sad and brokenhearted, Let It Be was my favourite. When I felt optimistic, I could relate with Here Comes the Sun. It is ever-changing, depends on the mood. So that's what reading does to us. It's not like the book is so magical that it provides an answer to our problem, but it's our mind that is deliberately finding something to cushion the emotion we are feeling. And this is especially true when we are feeling down.

So no, the controversial book is not doing any wonders. Even a bible is just an ordinary book if you don't believe in it. But the concept of experiencing things twice or more to better understand them is agreeable. But based on the test I just did, I have to add on that it'll only work well if you love it and believe in it. So, to quote the Beatles, all you need is love...

The clarity of it, after two times!




Setelah Dua Kali

Dan saya sempat mengira bahwa saya tidak akan mengulanginya lagi! Rasanya sungguh cape mental saat pertama kali saya membacanya. Namun saya coba lagi dan di luar dugaan, saya selesaikan lebih cepat dari sebelumnya. Sebelumnya saya butuh waktu enam bulan untuk menamatkan buku ini, tapi kali ini cuma kurang-lebih sebulan. 

Bingung? Saya ulangi lagi, kali ini lengkap dengan konteksnya. Kira-kira setahun yang lalu, teman saya memulai istilah minimal dua kali. Ini terjadi setelah diskusi sengit di grup SMA. Kalau saya jabarkan kembali apa yang terjadi, teman saya ini berpendapat bahwa setelah dia membaca sekitar 600 buku, yang satu ini masih merupakan buku terbaik yang bisa mengubah hidup seseorang. Akan tetapi, lanjutnya, buku ini tidak gampang dibaca karena sangat kontroversial. Dan bukannya menjelaskan apa sebenarnya isi buku ini, dia malah bungkam dan bersikeras bahwa kita harus baca sendiri bukunya, minimal dua kali.   

Saya terima tantangan tersebut dan ternyata dia tidak asal bicara tentang isi buku ini. Memang susah untuk dicerna. Menurut saya, rasanya seperti membaca cerita multiverse yang ditulis secara amatiran, lalu dikemas dengan budaya Cina kuno dan Budhisme. Buku ini merupakan perpaduan topik yang tidak menarik perhatian saya, yang juga tidak saya percayai dan sekaligus gagal paham. Ini alasannya kenapa buku ini sulit untuk dibaca.

Lantas kenapa saya baca lagi baru-baru ini? Saya terdorong untuk menyelesaikan apa yang saya mulai tahun lalu: baca dua kali. Singkat kata, walaupun saya sempat merasa tidak sanggup lagi saat saya selesai membaca untuk kali pertama, namun seiring dengan berlalunya waktu, saya jadi tergerak lagi untuk menepati aturan main tersebut. Lebih dari itu, saya juga ingin tahu, apa benar ada bedanya setelah membaca dua kali. Di kali kedua, tak ada lagi rasa sulit percaya bahwa ada yang sampai mengarang buku seperti ini. Pokoknya berbeda dengan kali pertama yang sungguh mengejutkan akal dan pikiran.  

Oh ya, kembali lagi ke rasa ingin tahu saya tentang apakah ada perbedaan setelah membaca dua kali, jawaban saya adalah tidak ada. Saya tidak percaya isi buku ini di kali pertama dan sekarang ini, saya tanpa sadar memblokir informasi yang terasa di luar nalar saya. Saya kini bisa berkesimpulan bahwa ini bukanlah buku yang tepat untuk saya. Tidak ada gunanya membaca berulang-kali. 

Kendati begitu, saya menyadari dua hal saat membaca dua kali. Yang pertama, kita mungkin tanpa sadar melewatkan beberapa bagian buku yang kita baca dengan setengah hati. Bagian ini mungkin baru kita perhatikan setelah kita baca ulang. Yang kedua adalah, apa yang kita rasakan saat sedang membaca. Emosi kita pada saat itu mempengaruhi kita dalam mencerna bacaan. Ini penjelasannya kenapa sesuatu tiba-tiba terasa relevan, seakan-akan kalimat tersebut berbicara langsung pada kita di saat itu juga.

Dan inilah alasannya kenapa the Beatles memiliki arti penting bagi saya. Saya tidak hanya dua kali mendengarkan lagu-lagu tersebut, namun berkali-kali dalam 27 tahun terakhir ini. Ketika saya sedih dan patah hati, saya merasa dihibur oleh lagu Let It Be. Ketika saya merasa optimis, saya merasa tergugah oleh Here Comes the Sun. Semua ini ada momen tersendiri, tergantung perasaan saya pada waktu itu. Hal serupa juga terjadi saat kita membaca. Bukan bukunya yang tiba-tiba menyediakan jawaban untuk masalah yang kita hadapi, tapi pikiran kita yang mencari solusi untuk meringankan beban emosi yang sedang kita rasakan. 

Jadi buku kontroversial ini tidaklah sakti. Bahkan kitab suci pun hanya merupakan buku biasa kalau anda tidak percaya. Akan tetapi konsep mengalami sesuatu minimal dua kali supaya kita lebih mengerti, ini benar adanya. Hanya saja, berdasarkan pengalaman saya ini, saya bisa tambahkan bahwa konsep ini hanya akan berhasil untuk hal-hal yang kita sukai dan percaya. Jadi, kalau boleh saya mengutip the Beatles, all you need is love...


No comments:

Post a Comment