Total Pageviews

Translate

Sunday, August 14, 2022

Book Review: Zhuan Falun

I would categorise myself as an avid reader. There were times when I happened to read something unusual such as Hotel K and I still ended up finishing it at my regular reading speed, which was about a month per book. But for the first time ever in God knows how long, I actually struggled reading a book that it took me seven months to finish it. I put three new books from my favorite author aside because of this one!

I didn't really follow how this topic came about, but when I joined the conversation in our chat group, they were already talking about the controversial book. My friend Jimmy insisted that it was a good book and he challenged everyone to read it instead of just making comments based on what they might have heard. When I said I would read it, he imposed on me the condition that the book had to be read at least twice. I shot back that he must watch the eight-hour Beatles Anthology series twice as well.

Thus began the deal. The book was easily obtained from amazon.com. Once I got it, I immediately understood why he said many people he knew had had given up after few pages. The book was indeed controversial that it challenged the belief system one might have known his or her entire life. As an example, I had a Catholic background and I believed in Christianity. When we had the introduction of Buddhism during one of my talkshow sessions, I found myself subconsciously resisting what I heard.

This book was much more provoking than that, so the immediate response I had in mind was, "what an utter nonsense!" But we had a deal, so I took the empty glass approach. I knew nothing about this book, but I didn't need to judge it. I'd just read it and see what it was about. Once I adopted this mindset, the experience was not as revolting as before. But still it wasn't a pleasant reading experience. It was not engaging and it tended to be boring at times.

The author was Master Li. Throughout the book, he explained his version of qigong. I often associated this to a slow-moving exercise done by a bunch of old people in the park. Alternatively, I'd think of Jet Li doing some fancy moves in his movies. At the vaguest level, I seem to recall that it was practiced for healing purpose. But according to Master Li, this was a low level understanding of qigong.

His ultimate version of qigong was a very complex stuff involving karma, third eye and many Chinese jargons. Oh yes, he said stuff like de (the good substance), gong (the energy) fashen (the protective aura) and many more. These words were not translated in English that after a while, I just couldn't recall what they actually meant. It just reminded me of the word smurf, which could mean anything.

He then brought it up a notch by referencing heavily on Buddhism, Taoism and Chinese history. He talked about the enlightenment of Shakyamuni, which was all right. But then there were stuff like each Buddha owning one heaven, which meant there were multitudes of heavens. He also told the story about how he defeated the snake demon from Ming Dynasty. On one of the chapters, he talked about the same soul that lived in multiple dimensions and affected one another. Reading all this, I couldn't help thinking of Marvel's multiverse, starring Dr. Strange.

I mentioned earlier that I struggled reading the book. It was this mind-boggling part that deterred me from reading it. Certain parts of his preaching that reminded us not to show off and be righteous, they were fine. But most of the parts, such as the explaining he was the only who could install the wheel of Falun into somebody, were beyond my comprehension. I'm an IT guy and my idea of installation involved the next and install buttons.

It was a relief when I finished reading the book. I wanted to say that it was seven month of my life that I wouldn't get back, but I couldn't. If anything, it had been an unusual journey. Not life-changing like the Beatles, but it was definitely a glimpse of how astonishing that people would actually subscribe to this. But then again, perhaps the same would be said by the non-believers. 

As for our deal, I am quite certain that I'm not going to read it twice. It was, to put mildly, an exhausting experience. I'd like to resume those new books by Sinead Moriarty that I was supposed to read. And talk about the Beatles Anthology, Jimmy didn't watch it. He simply said that I didn't send him the DVD box set. Oh, but I will. Just wait for it! 

Zhuan Falun and the Beatles Anthology.



Ulasan Buku: Zhuan Falun

Saya cenderung berpendapat bahwa saya ini bisa dikatakan tergolong kutu buku. Bahkan di saat membaca buku dengan topik yang bukan pilihan saya pun, misalnya Hotel K, masih juga saya lahap dengan kecepatan membaca yang sama, kira-kira sebulan per buku. Tapi untuk pertama kalinya entah sejak kapan, saya berjuang keras dalam tujuh bulan terakhir untuk menyelesaikan satu buku. Bahkan tiga buku terbaru karangan penulis favorit saya jadi tertunda untuk dibaca karena buku yang satu ini. 

Saya tidak ingat bagaimana asal mula topik ini, namun ketika saya bergabung dalam percakapan yang sedang berlangsung di grup SMA, teman-teman sudah berbicara tentang buku yang kontroversial ini. Teman saya Jimmy bersikeras bahwa ini adalah buku yang bagus dan dia menantang yang lain untuk membaca dulu sebelum berkomentar panjang-lebar hanya karena apa yang mereka dengar. Ketika saya berkata bahwa saya akan membacanya, dia menekankan bahwa saya harus membacanya dua kali. Saya lantas berujar, kalau begitu dia juga harus menonton serial the Beatles Anthology yang berdurasi delapan jam sebanyak dua kali. 

Terjadilah perjanjian baca-nonton ini. Buku ini kemudian saya dapatkan dari amazon.com. Begitu saya terima dan baca, saya langsung menyadari kenapa Jimmy berkata bahwa banyak kenalannya yang menyerah setelah membaca beberapa halaman pertama. Buku ini sungguh kontroversial dalam arti bertolak-belakang dengan apa yang mungkin telah dipercaya pembaca sepanjang hidupnya. Sebagai contoh, saya dibesarkan di lingkungan dan pendidikan Katolik dan saya juga percaya Kristen. Ketika seorang teman berbagi cerita tentang pengenalan agama Budha di acara obrolan santai yang saya selenggarakan, terus-terang saya juga tanpa sadar merasa sulit untuk percaya dengan pemaparannya. 

Dan buku ini jauh lebih provokatif. Apa yang langsung terpikir di benak saya adalah, "omong kosong macam apa ini." Tapi karena kita sudah berjanji, saya lantas menggunakan pendekatan cangkir kosong. Saya beranggapan bahwa saya tidak tahu apa-apa dan saya tidak perlu menghakimi apa yang ditulis di buku. Saya hanya perlu membaca dan mencari tahu, tentang apa buku ini sebenarnya. Begitu saya mengadopsi pemikiran ini, pengalaman membaca buku Zhuan Falun tidak lagi seburuk sebelumnya. Ya, memang masih tidak menyenangkan seperti buku lain yang biasa saya baca, tapi ini cenderung karena terasa membosankan.  

Penulis buku ini adalah Master Li. Lewat buku ini, dia memaparkan tentang qigong menurut versinya. Selama ini saya sering berpikir bahwa qigong ini olahraga pelan yang sering diperagakan sekumpulan orang tua di taman. Selain itu, hal yang sama juga mengingatkan saya tentang film Jet Li. Dan kalau saya tidak salah ingat, sepertinya pernah saya baca bahwa qigong ini semacam pengobatan tradisional yang menyembuhkan. Akan tetapi menurut Master Li, semua itu adalah pemahaman tingkat rendah tentang qigong

Versi qigong menurut Master Li sangatlah kompleks dan melibatkan karma, mata ketiga serta banyak istilah Mandarin. Oh ya, dia menggunakan kata-kata seperti de (substansi baik), gong (energi) fashen (aura pelindung) dan masih banyak lagi. Kata-kata ini, terutama yang jarang muncul, cenderung tak diingat artinya ketika muncul lagi bab berikutnya. Saya justru jadi teringat tentang kata smurf yang bisa berarti apa saja, tergantung kalimatnya.

Master Li kemudian membahas lebih dalam lagi dengan menggunakan banyak referensi Budhisme, Taoisme dan sejarah Cina. Dia berbicara tentang pencerahan yang dialami oleh Sakyamuni dan sampai sejauh ini masih bisa saya terima. Tapi dia kemudian membahas tentang satu Budha memiliki satu surga dan potensi keberadaan begitu banyak surga. Dia juga bercerita tentang bagaimana dia akhirnya memusnahkan siluman ular yang telah hidup dari sejak zaman Dinasti Ming. Di bab lainnya, dia berkisah tentang jiwa manusia yang hidup di berbagai dimensi dan mempengaruhi satu sama lain. Yang terbayang setelah membaca semua itu adalah kisah multiverse yang baru-baru ini muncul di film Marvel dan menampilkan Dr. Strange. 

Saya sampaikan di awal cerita bahwa saya berjuang untuk membaca buku ini. Adalah hal-hal yang mencengangkan di atas yang membuat saya enggan membaca lebih lanjut. Bagian di mana dia menasehati pembaca untuk tidak pamer dan bijak dalam menyikapi hidup adalah sesuatu yang bisa dicerna. Namun lebih banyak hal-hal yang sulit saya pahami, misalnya hanya dia yang bisa melakukan instalasi roda Falun ke tubuh seseorang. Bagi saya yang berprofesi di bidang IT, instalasi bisa dilakukan siapa saja dan hanya melibatkan tombol next dan install

Ada rasa lega setelah usai membaca. Ada pula niat untuk berkata bahwa tujuh bulan ini terbuang sia-sia, tapi sejujurnya tidak begitu. Ini adalah sebuah pengalaman yang unik. Tidak mengubah hidup saya seperti halnya the Beatles, tapi cukup memberikan gambaran tentang kenapa ada saja orang yang bisa percaya hal seperti ini. Di satu sisi, saya jadi berpikir bahwa hal yang sama pun bisa dikatakan oleh mereka yang tidak percaya dengan Yesus. 

Mengenai perjanjian kita di atas, saya tidak melihat kemungkinan bahwa saya akan membaca buku ini lagi untuk kedua kalinya. Bila saya simpulkan, membaca buku ini adalah sebuah pengalaman yang melelahkan. Lebih baik saya lanjut membaca tiga buku karangan Sinead Moriarty yang sudah saya beli. Dan, hei, bicara tentang the Beatles, Jimmy tidak menonton dokumenternya. Alasannya karena saya tidak mengirimkan DVD the Beatles kepadanya. Oh, kalau begitu akan saya kirimkan. Tunggu saja!

No comments:

Post a Comment