Back in 2018, I ever wrote about friends and colleagues as travel buddies. Recently, a friend of mine listed down the ideal criteria she wanted from her travel buddies. It went like this: unpretentious, not easily offended, speak the same lingo, expressive, went to same school at the same time as us. Now that was specific!
Her remark happened while I was heading to Agra in India with random travel buddies. What I did was the exact opposite of what she just said! Apart from Surianto who was a friend since secondary school, I actually knew nothing my travel buddies! A recipe for disaster, eh?
![]() |
In Bali with Darman, Pak Dul and Hartono. Photo by Pak Chandra. |
It got me thinking. The first time I ever did this was more than two decades ago in 2004, when I went to Bali with a bunch of Kalbe colleagues. Apart from our interaction at work, we didn't really know each other's characters. We were also of different races, age ranges, cultures and religions. But I could tell you that all I remember were good times.
And that, of course, was not the only time I did it. As much as I loved traveling with my high school friends, situation might dictate otherwise. In 2010, only Benny was willing to join me in my trip to Laos. Looking back, I only knew him as Benny the dealer and I knew nothing else about him! However, the trip turned out to be memorable, too.
![]() |
In Yangoon with Joseph, Uncle Eddie and Heng. Photo by Keith. |
The trend of traveling with random travel buddies continued and as far as I could remember, it was the same for the trip to Pontianak in 2016, Myanmar in 2017, Tanjung Balai in 2024 and finally, destination India in 2025. It was fun while it lasted and, while I couldn't speak on their behalf, I'll always cherish the moments we had.
To be frank, I am not sure if I was simply too naive, but I don't mind traveling with colleagues I don't really know. As long as we head to the same destination, we are united by that. Anything else is about adjustment and getting to know each other, which is an adventure by itself.
So far (and a period of 21 years is a long time for statistics) I don't recall any complaints. If there was ever any, the fun must have outweighed the bad that I don't have such recollection at all. Based on my experience, I can safely suggest this: just go! Don't hesitate but give it a try instead!
Teman Seperjalanan Yang Acak
Di tahun 2018, saya pernah menulis tentang teman dan kolega sebagai teman seperjalanan. Baru-baru ini, seorang teman membuat daftar kriteria teman seperjalanan yang ideal. Isinya seperti ini: tidak jaim, tidak sensitif, nyambung, ekspresif, teman angkatan '98. Spesifik nian kriterianya!
Daftar di atas dicetuskan pas ketika saya dalam perjalanan ke Agra di India bersama teman seperjalanan yang acak. Apa yang saya lakukan sungguh bertolak belakang dengan pendapatnya. Selain Surianto yang merupakan teman dari sejak SMP, saya tidak tahu apa-apa tentang dua teman seperjalanan lainnya. Nampaknya gegabah, ya?
Dan ini membuat saya berpikir. Perjalanan serupa untuk pertama kalinya terjadi dua dekade silam di tahun 2004, saat saya ke Bali bersama rekan-rekan kerja dari Kalbe. Selain interaksi kita di kantor, saya tidak tahu apa-apa tentang kebiasaan mereka. Kita juga berasal dari suku, usia, budaya dan agama yang berbeda. Tapi saya bisa katakan bahwa apa yang saya ingat adalah hal-hal yang baik sepanjang perjalanan.
Dan itu bukan sekali-kalinya saya menjalani liburan seperti ini. Meski saya paling suka berlibur bersama teman SMA, ada kalanya saya menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi. Di tahun 2010, hanya Benny yang mau turut serta ke Laos. Kalau saya lihat kembali, saya hanya sebatas tahu profesinya di kantor dan tak pernah mengenalnya dengan baik. Namun liburan ke Laos itu pun berjalan lancar dan berkesan.
Pola berlibur bersama teman seperjalanan yang acak pun berlanjut. Ada lagi liburan ke Pontianak di tahun 2016, Myanmar di tahun 2017, Tanjung Balai di tahun 2024 dan akhirnya destinasi ke India di tahun ini. Semua asyik-asyik saja. Meski saya tidak bisa mewakili apa yang mereka rasakan, saya sendiri akan senantiasa mengenang semua perjalanan ini.
Jujur saya katakan, saya tidak tahu pasti apakah saya yang terlalu naif atau apa, tapi saya tidak keberatan berlibur bersama para kolega yang cuma saya kenal selintas. Selama kita pergi ke tempat tujuan yang sama, maka kita dipersatukan pula oleh destinasi tersebut. Hal-hal lainnya hanya memerlukan penyesuaian dan kita akan mengenali satu sama lain dengan lebih baik, sebuah petualangan tersendiri yang terjadi selama liburan berlangsung.
Sampai sejauh ini (dan 21 tahun adalah rentang waktu yang panjang untuk statistik) saya tidak memiliki keluhan. Jika pernah ada, pastilah asyiknya liburan terasa lebih kentara sehingga saya tidak ingat dengan adanya kesulitan yang mungkin pernah timbul. Berdasarkan pengalaman saya, ini yang bisa saya sampaikan: pergilah berlibur. Jangan ragu, namun cobalah bepergian dengan mereka yang mungkin tidak anda kenal dengan baik.
No comments:
Post a Comment