The Legend Of Zelda

It's amazing that people can just pull out their phones and play games these days. They are playing games that are either native to the phone such as Angry Birds and Candy Crush Saga or those that are retrofitted as mobile games like Sonic and Super Mario. That wasn't always the case, though. And there was a good reason behind it. Perhaps I'm just being old school or biased here, but the real gaming experience is never as simple as tapping the touch screen repeatedly to play a never ending game without a proper storyline.

There were times when playing games was a mind blowing adventure, not just some activities to pass time. I'm not sure if it's still the same today, but those who went through the ancient era from Atari, Sega to Nintendo would understand this. If you ever played the boring Centipede from Atari then progressed to the likes of Double Dragon, Super Mario or Mega Man, you'll know what I mean. But while they were good games with memorable soundtracks, they paled in comparison to the Legend of Zelda.

Let's not forget that we're talking about the 80s here. Gaming was still in its infancy and Nintendo Entertainment System was the state-of-the-art home video game console. Every game was preloaded into a cartridge which, in turn, would have to be inserted into a NES console. These cartridges generally came in a dull grey color, until one day, I spotted a gold colored one. Very striking and stood out from the rest, it looked like no other. It also introduced a feature that was never seen before: the ability to do save.

And it was a game like no other, too. Before Zelda, what we had was a game play in a restricted environment and there was only so much you could do. Take Super Mario Bros for example. You could grow into Super Mario, jump or go into the pipes, but the game play was pretty standard, ie. for the player to run till the end and raise his flag. With Zelda, you had to solve the puzzles, find your way, uncover secrets, interact with other characters and so forth. In order to do that, you had a seemingly endless world to explore, from mountain, forest, seaside, graveyard, etc. Along the way, you'd obtain items and weapons. You'd fight monsters and dragons. You had a mission, to gather the Triforce and save Princess Zelda. It was a grand adventure worthy of its name and it had a signature soundtrack that couldn't go wrong.

I fell in love with the Legend of Zelda the moment I played it for the first time. It was very engaging but, alas, it was also poorly understood as the clues were all in English (and it could much worse if they were all in Japanese), so playing it was as good as going around with little or no idea at all on what to do next. That would last for few hours until I was told by my parents to stop playing or else there'd be consequences. The fact that the cartridge was rented also didn't help (there was this rental called Asia Video, owned by a Chinese man named Ah Sia, and he charged us IDR 1,500 for two days and one night per cartridge).

I only managed to complete the game much later on. Looking back, it was quite a feat. Imagine a small backwater town where the kids barely knew English. There was no internet or access to any Zelda's walk through then. Yet by exchanging information with one another during the hangout sessions with friends, I finally beat Ganon (remember the Silver Arrow, anybody?). One of the best days in my life, I reckon.

The legend didn’t end there, though. Soon after the original, Nintendo released the Adventure of Link. It was so different than its predecessor and much more difficult, one that would have driven away the fans. Luckily, the next one, A Link to the Past, brought back the game play we were familiar with and it did more by expanding the universe. I was in awe with the game and would bug my friend Leo to play the game (for all I know, he could be the only one in Pontianak who owned it). That was the last Zelda game I played until more than a decade later.

By the time we reached 2010-ish, gaming was already pretty advanced, portable and affordable. I must be feeling a bit nostalgic, therefore I got myself a Nintendo 3DS and picked up the Zelda series again. I started with Spirit Tracks, then took a step back to play its prequel, Phantom Hourglass. Both were brilliant and they made full use of the handheld device. For example, it was brilliant that one had to literally close the 3DS to make the imprint on the map or blow into the microphone to play the Spirit Flute. Quite amusing, really.

After that, there was the re-release of two classics, Ocarina of Time and Majora's Mask. I never played the original versions, but I remember being totally impressed by these two. I could only imagine that when it was first released, Ocarina of Time must be light years ahead of its time. Then along came A Link Between Worlds, a full circle to me. It was A Link to the Past remade into an entirely new game altogether.

The thing with the Zelda series is, if we exclude the horrible Triforce Heroes that doesn't feel like a Zelda game at all, it keeps spawning one legend after another. Final Fantasy is fine, but in the gaming world, there's only one legend, and it's about Zelda and our hero, Link...

The Legend of Zelda.

The Legend of Zelda 

Kita sering melihat orang mengeluarkan telepon genggam dan bermain game sekarang, mulai dari game yang dibuat khusus untuk telepon genggam seperti Angry Birds dan Candy Crush Saga sampai game tempo dulu yang dirancang ulang untuk telepon genggam seperti Sonic dan Super Mario. Walau kebiasaan ini terlihat lumrah sekarang, saya tidak begitu menyukainya. Mungkin saya agak kuno dan bahkan bias, tapi menggesek dan menekan layar telepon berulang kali untuk sebuah game yang tidak jelas ceritanya bukanlah pengalaman bermain game yang sesungguhnya. 

Ada suatu kala dimana bermain game adalah sebuah petualangan, bukan sekedar menghabiskan waktu. Saya tidak tahu apakah masih seperti itu sekarang, tetapi mereka yang memulai dari Atari, Sega sampai Nintendo akan mengerti apa yang saya bicarakan. Jika anda pernah bermain Centipede dari Atari dan kemudian berpindah ke game seperti Double Dragon, Super Mario atau Mega Man, anda pasti tahu maksud saya. Tidak diragukan lagi bahwa yang baru saja disebut tadi adalah game yang bagus pada zamannya, namun hanya ada satu yang benar-benar berbeda dan layak dikenang: the Legend of Zelda.

Jangan lupa bahwa periode yang kita bicarakan di sini adalah era tahun 80an. Game pada saat itu masih sederhana dan Nintendo Entertainment System adalah mesin game yang paling canggih pada saat itu. Di Pontianak, semua game berbentuk seperti kaset berwarna abu-abu dan tiba-tiba ada satu yang berwarna emas! Game ini juga memperkenalkan sebuah fitur yang belum pernah dilihat sebelumnya: kemampuan untuk menyimpan data sehingga kita tidak perlu lagi untuk mulai dari awal. 

Dan game ini juga berbeda permainannya. Sebelum Zelda, semua game yang ada terbatas ruang lingkupnya dan kita hanya perlu bergerak maju. Sebagai referensi, mari kita lihat Super Mario Bros. Sebagai Mario, anda bisa berubah menjadi Super Mario, melompat atau masuk ke dalam pipa, namun permainannya sangat standar: anda cukup berlari sampai akhir dan menaikkan bendera. Zelda jauh lebih kompleks. Anda harus memecahkan teka-teki, mencari jalan yang tepat, menemukan rahasia serta berinteraksi dengan berbagai karakter lainnya. Petualangan ini membawa kita mendaki gunung, menerobos hutan, melewati laut dan sebagainya. Selagi berkelana, kita akan mendapatkan berbagai perlengkapan dan senjata. Kita juga akan bertarung melawan monster dan naga. Misinya pun jelas: kita harus mengumpulkan Triforce dan menolong Putri Zelda. Singkat kata, ini adalah sebuah petualangan kolosal dengan aransemen lagu yang sepadan dengan judulnya. 

Saya menyukai the Legend of Zelda sejak saya memainkan game tersebut untuk pertama kalinya. Permainannya menarik, namun karena semua petunjuknya berbahasa Inggris (akan lebih sulit lagi kalau dalam bahasa Jepang, haha), saya tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Permainan tanpa tujuan jelas ini akan berlangsung selama beberapa jam sampai orang tua saya menyuruh saya berhenti. Fakta bahwa kasetnya disewa di Asia Video seharga Rp. 1500 per malam kian memberikan tantangan bahwa game ini harus ditamatkan dalam dua hari. 

Saya baru berhasil melakukannya bertahun-tahun kemudian. Kalau dilihat kembali, ini adalah sebuah prestasi yang cukup mengagumkan untuk anak dari kota kecil yang tidak mengerti bahasa Inggris. Saat itu belum ada internet dan akses lain untuk mencari tahu tentang jalan yang harus ditempuh untuk mencapai istana musuh yang tersembunyi. Kendati begitu, di dalam komunitas kecil sesama teman dan pemain game, kita saling bertukar informasi dan akhirnya saya berhasil mengalahkan Ganon dengan Panah Perak. 

Legenda game ini tidak berakhir begitu saja. Tidak lama setelah the Legend of Zelda, Nintendo merilis the Adventure of Link. Game kedua ini sangat berbeda dengan pendahulunya dan jauh lebih susah. Untunglah episode berikutnya, A Link to the Past, mempersembahkan kembali pola permainan yang dikenal baik oleh penggemarnya. Saya terkagum-kagum dengan game ini sehingga saya sering meminta teman saya Leo untuk bermain Zelda (sejauh yang saya tahu, dia adalah satu-satunya orang di Pontianak yang memiliki kaset ini). A Link to the Past pun menjadi game Zelda terakhir yang saya mainkan hingga satu dekade kemudian.

Menjelang tahun 2010, game sudah berkembang pesat, lebih praktis untuk dibawa ke mana-mana dan juga terjangkau harganya. Saya mungkin terbawa oleh perasaan nostalgia sehingga saya membeli Nintendo 3DS dan kembali bermain Zelda lagi. Saya mulai dengan Spirit Tracks, kemudian mundur selangkah dan memainkan episode sebelumnya, Phantom Hourglass. Dua-duanya adalah game yang luar biasa dan sepenuhnya memanfaatkan kapasitas Nintendo 3DS, seperti menutup 3DS sehingga peta bisa tercetak dengan sempurna atau meniup ke arah mikropon untuk memainkan Spirit Flute. Sungguh mengesankan. 

Setelah itu, Nintendo merilis ulang dua game klasik dari serial Zelda, Ocarina of Time dan Majora's Mask. Saya tidak bermain game ini sewaktu dirilis di Nintendo 64, tapi saya terpukau oleh dua game zaman dulu ini. Di saat pertama dirilis, Ocarina of Time pastilah sebuah game yang melampaui zamannya. Kemudian, ketika A Link Between Worlds, dirilis, saya pun terkenang lagi dengan masa lalu. Game ini adalah A Link to the Past yang dibuat menjadi sebuah game baru dengan alur cerita yang baru pula.  

Terkecuali Triforce Heroes yang sama sekali tidak terasa seperti sebuah game Zelda, serial ini senantiasa menelurkan game terbaik sepanjang masa. Final Fantasy memang mantap, tapi di dunia game, hanya ada satu legenda. Kisahnya adalah tentang Putri Zelda dan pahlawan berbaju hijau, Link...

Koleksi pribadi.