Total Pageviews

Translate

Tuesday, April 14, 2020

Pontianak Cuisine: Good Or Overrated?

Pontianak cuisine is easily one the most favorite topics that we keep revisiting in our high school chat group. Many of us, especially those who are no longer staying in Pontianak, often crave for the hometown delights. They'd like to eat not only this and that, but all of them if possible, as if what we had for the first 18 years of our lives were the most mouth-watering food on earth. This, eventually, brought me to this very question: in all honesty, is Pontianak cuisine good or overrated? 

Simple and innocent though the question may be, the answer of it may upset the balance of the force. It is a delicate matter, the biggest taboo ever! Any answers other than, "yes, it's good," especially coming from a person who was born and bred in Pontianak, will be deemed as blasphemy. That's how fierce and defensive people can be when it comes to Pontianak cuisine.

The roadside eatery in Pontianak.

Anyway, even though the risk is extremely high, let's have a break from COVID-19 and talk about food from my hometown instead. What you are going to read next is a frank opinion. A bit of a background here, I grew up on Jalan Dokter Setiabudi. Back in the early 90s, this place was like the Mecca for local delights. I had almost everything here, from one end to the other end of the street, and what I didn't have here weren't exactly sold far from where I stayed. I ate outside a lot, be it day or night, so I surely knew a thing or two about Pontianak cuisine.

A plate of Melda rice.

Based on my personal experience, I have this thought that Pontianak food is only good mostly because, first and foremost, you never tried anything better than what you had all this while. Throughout my life in Pontianak, I believed Melda was the best until I tried the real nasi Padang in Jakarta. Another great example would be fried beef kway teow. I never knew there was this cooking style called bun until my friend Andy William brought me to try one in Pademangan, Jakarta, circa 2003. I never looked back since then. If both normal and bun fried were on the menu, I'd go for the latter.

the bun beef kway teow.

Secondly, the cuisine was never that special and we were probably just being nostalgic about that part of our lives in Pontianak. Earlier this year, I had this craving for sweet fried noodles. I seemed to recall that it was so delicious, but when my friend Harry brought me to Jalan Siam for a plate of freshly fried noodles, it wasn't as good as how I remembered it. It felt the same for kwe kia theng. It was alright, but not exactly a must eat. It was more like, if we happened to pass by the stall and someone would like to have it, I wouldn't mind to tag along. Singapore's kway chap tasted quite similar, if not better.

Sweet fried noodles.

Up until here, I realize that to some people, I may sound like an ungrateful bastard, but don't kill me yet, please. While I tend to think that some menus aren't that great, that's not to say that my hometown didn't have anything good at all. Some of the stuff from Pontianak are really legendary. I'd travelled quite a fair bit and sampled the food around the region, but I must say nothing really came close to these few: hekeng, nasi uduk Borobudur, chicken rice.

ngo hiang (left) and hekeng.

It's really a shame that not many have heard of hekeng. You don't know what you have missed. Yes, compared with ngo hiang, its more famous cousin, the prawn-based hekeng is like the elusive one. However, I had tasted both and I can safely tell you that while ngo hiang is nice, hekeng is much, much nicer. It's really a local delicacy that I'm proud of.

The fried chicken of nasi uduk Borobudur.

As for nasi uduk Borobudur, it was so sensational and revolutionary when it first appeared in town. Before long, it became the benchmark of how nasi uduk should be: the rice, the fried chicken, tofu and tempe, the chilli and of course a little something called kremes (it is basically a fried dough). In case you have a hard time imagining what I was describing, think of nasi lemak. Good stuff, eh? Now multiply it by ten and you'll understand what how good nasi uduk Borobudur is.

Pontianak chicken rice.

Then we have the chicken rice that is uniquely Pontianak or West Kalimantan. Apart from branches in Jakarta and Batam, I haven't seen this elsewhere. I also have no answer why it is called chicken rice when it is covered by pork. I can only tell you that it tastes heavenly. I love the Hainanese chicken rice, but our chicken rice will surely blow you away!

Anyway, back to the original question, we can't be eating all this for years and not loving it, right? Based on what I observed, more often than not, only Pontianak people praised the local food. But invite any foreigners and they may not share the same opinion. Even those that told you good, they probably were just being polite to the host. There's also the fact that it is never as popular as nasi Padang or East Java cuisine. My conclusion? Pontianak food is good, but most them are overrated...


Makanan Pontianak: Enak Atau Dilebih-lebihkan?

Makanan Ponti adalah salah satu topik favorit yang paling sering dibahas di grup teman-teman SMA. Banyak di antara kita, terutama yang tidak lagi tinggal di Pontianak, seringkali mengidamkan masakan kampung halaman. Terkadang kita tidak hanya ingin makan ini dan itu, tapi semuanya kalau bisa, seakan-akan apa yang kita santap selama 18 tahun pertama dalam hidup kita adalah makanan yang paling lezat dan menggiurkan. Ini kemudian menimbulkan tanda tanya: kalau kita boleh jujur, sebenarnya makanan Pontianak itu enak atau dilebih-lebihkan enaknya? 

Pertanyaan ini mungkin sederhana, tapi jawabannya bisa menyebabkan huru-hara. Ini adalah perkara yang pelik dan tabu, yang harus ditangani secara hati-hati. Jawaban yang tidak senada dengan, "ya, memang sedap," terutama bila berasal dari orang yang lahir dan dibesarkan di Pontianak, bisa dianggap sebagai penghujatan. Bisa begitu jadinya kalau kita diskusi tentang makanan Pontianak.

Makan di tepi jalan ala Pontianak

Walau tinggi resikonya bila topik ini dilanjutkan, mari kita berhenti sejenak dari topik COVID-19 dan berbicara tentang perihal makanan Pontianak. Apa yang akan anda baca berikut ini adalah sebuah opini yang apa adanya. Sebelum saya mulai, mari saya jelaskan sedikit tentang latar belakang saya sebagai orang yang mengulas tentang hal ini. 

Saya dulu tinggal di Jalan Dokter Setiabudi. Di awal tahun 90an, kawasan ini adalah surganya makanan lokal. Hampir segala jenis makanan tersedia di sini, mulai dari ujung jalan yang berbatasan dengan Jalan Gajah Mada sampai dengan ujung satunya yang berbatasan dengan Jalan Tanjung Pura. Apa yang tidak dijual di sini bisa dibeli tak jauh dari Jalan Dokter Setiabudi. Saya hampir tiap hari makan di luar, baik siang maupun malam, jadi saya tentu tahu tentang makanan Pontianak.

Sepiring nasi Melda.

Berdasarkan pengalaman pribadi saya, masakan Pontianak ini terasa enak, pertama-tama karena kita tidak pernah merasakan yang lebih enak lagi. Sepanjang hidup saya di Pontianak, saya menyangka bahwa nasi yang dijual di Melda itu adalah yang paling nikmat. Saya percaya itu sampai saya akhirnya mencicipi nasi Padang di Jakarta. Contoh lainnya adalah kwetiau sapi goreng. Saya tidak pernah tahu ada yang namanya kwetiau bun, sebab zaman dulu setahu saya tidak ada. Ketika teman saya Andy William membawa saya ke Pademangan untuk mencobanya di tahun 2003, barulah saya tahu betapa sedapnya kwetiau sapi bun. Semenjak itu, bilamana ada pilihan kwetiau sapi goreng biasa dan kwetiau bun, pastilah saya pilih yang bun.

the bun beef kway teow.

Yang kedua, makanan Pontianak terasa istimewa mungkin karena kita bernostalgia tentang masa-masa kita di kampung halaman. Di awal tahun ini, saya sungguh ingin mencicipi mie goreng manis. Di benak saya, rasanya sungguh mantap, namun ketika teman saya Harry membawa saya ke Jalan Siam untuk menyantap sepiring mie goreng manis, rasanya tidak seenak yang saya bayangkan. Sama halnya juga dengan kwe kia theng. Rasanya lumayan, tapi tidak sampai kategori wajib makan. Bagi saya, kalau misalnya kita kebetulan lewat dan ada yang mau makan, saya tidak keberatan untuk turut serta.

Sweet fried noodles.

Sampai di sini, mungkin ada kesan bahwa saya ini seperti kacang lupa kulit, tapi tolong baca lebih lanjut dulu. Saya berpendapat bahwa tidak semua makanan Pontianak itu enak, tapi ini tidak lantas berarti tidak ada yang enak. Beberapa menu Pontianak sangatlah legendaris. Saya sudah berkelana ke cukup banyak tempat dan mencoba makanan di berbagai daerah. Saya berani jamin bahwa tidak ada yang bisa menyaingi makanan-makanan berikut ini: hekeng, nasi uduk Borobudur dan nasi ayam.

ngo hiang (left) and hekeng.

Saya menyayangkan bahwa tidak banyak orang luar yang tahu tentang hekeng. Ya, bila dibandingkan dengan ngo hiang, sepupunya yang lebih terkenal, hekeng yang berbahan dasar udang ini memang kalah tenar. Kendati begitu, saya sudah mencoba dua makanan yang nyaris serupa ini dan bisa saya katakan bahwa ngo hiang memang enak, tapi hekeng lebih enak lagi. Ini adalah makanan khas Pontianak yang sungguh saya banggakan.

The fried chicken of nasi uduk Borobudur.

Akan halnya nasi uduk Borobudur, makanan ini begitu sensational saat pertama kali muncul, sebab tidak ada nasi uduk yang seperti ini sebelumnya. Tidak lama kemudian, nasi uduk Borobudur menjadi standar bagi nasi uduk yang muncul setelahnya: mulai dari nasinya, ayam, tempe dan tahu gorengnya, hingga kremes dan sambalnya.


the bun beef kway teow.

Selain itu ada lagi nasi ayam Pontianak. Selain cabang-cabang yang saya temukan di Jakarta dan Batam, saya tidak pernah melihat menu ini di tempat lain. Terus-terang saya tidak mengerti kenapa menu ini disebut nasi ayam, padahal lebih banyak daging babinya. Saya hanya bisa bersaksi bahwa rasanya teramat sangat nikmat. Saya suka nasi ayam Hainan di Singapura, tapi saya yakin nasi ayam Pontianak lebih dashyat lagi. 

Oh ya, kembali ke pertanyaan semula, saya merasa kecintaan kita pada makanan Pontianak itu karena kita menyantapnya dari sejak kecil. Dari apa yang saya amati, seringkali hanya orang lokal yang memuji masakan Pontianak. Kalau anda undang orang luar daerah atau luar negeri, belum tentu mereka suka. Bahkan mereka yang mengaku suka pun, barangkali hanya sekedar bersikap sopan terhadap anda selaku tuan rumah. Faktanya orang lebih mengenal nasi Padang atau masakan Jawa Timur. Kesimpulan saya? Masakan Pontianak lumayan enak, tapi seringkali terlalu dilebih-lebihkan...

No comments:

Post a Comment