Total Pageviews

Translate

Saturday, April 13, 2024

The China Trip: Chengdu

We arrived in Chengdu after a bullet train ride for almost four hours from Xi'An. We went from East Railway Station to Wenshu Monastery and walked to Buddhazen Hotel. Just like Liverpool that is so proud of the Beatles, Chengdu also has the same vibe: the city is teeming with pandas everywhere you look! 

Captain China at the hotel he wanted. 

Buddhazen Hotel is a classic building lifted out from the front page of ancient Chinese history. It has no lift and escalator, so we had to carry the luggages up to third floor. The surrounding area is brimming with shops and eateries. We had our late lunch nearby.

Heading to the tomb of Liu Bei.
Photo by Andiyanto.

The first destination was supposed to be Jinli Street, but I mistook Wuhou Shrine for it. As a result, we accidentally stumbled upon the important site of Three Kingdoms that I never planned for. Surianto, who knew the history best, was loving it. I was a tad disappointed to see Liu Bei's tomb was more of a mound than anything majestic. 

Posing on Jinli Street.
Photo by Surianto. 

We eventually made it to Jinli Street, which happens to be next to Wuhou Shrine. It is what you would call a typical tourist trap. We spent our time exploring the street with the traditional Chinese look and feel. We could have been there longer if not for the drizzle that killed the mood. 

Beer time! 
Photo by Gunawan.

We exited Jinli Street and had the cheapest but delicious dinner throughout the entire trip. Only RMB 262 for nine people! I like the fried water spinach with the wok hei flavor! That night ended with us having one round of beers nearby our hotel. Haven't eaten sunflower seeds in a long while!

Visiting pandas!
Photo by Angela.

When in Chengdu, check out the pandas! Chengdu Research Base for Giant Panda Breeding was the destination of our second day. After our visit, I tend to think that it's slightly overrated, though. I'm dissatisfied with the fact that it is so spacious but has only so little pandas. If not for the four playful juvenile pandas kept in Enclosure 2, the visit would have been a total waste of time. 

Lawrence and Gunawan on Chunxi Road.

We spent about half a day there, then we headed to Chunxi Road. It's Chengdu's answer to Orchard Road and it's huge! As this is Chengdu, of course you got a panda climbing a building and the spot is called Under the Panda's Butt on Swarm, haha.

Coffee break.

But instead of checking out a multitude of shops, we simply passed through them and before long, we found ourselves at Starbucks for a coffee break as we made our way towards Tianfu Square. When we were on the bridge, we could see a statue from afar. Lawrence said it was Chairman Mao while his son Ezra said it was Andy Lau.

Gunawan and Chairman Mao.
Photo by Surianto. 

It turned out that Lawrence's answer was correct one. The statue of Chairman Mao stands tall and his hand gesture presents us the magnificent Tianfu Square that was built based on the yinyang circle. We had a quick glance before heading down to basement for dinner. I was craving for dumpling soup, so the boys and I shared a couple of bowls. 

And there goes the tour leader!
Photo by Gunawan. 

The following day started with me hopping into the metro that closed its doors and took off immediately. The rest were left behind! But that was all right, as we met again at East Railway Station. Booked our bullet train tickets, quicker this time as the station already has our passport data from the previous purchase we made in Xi'An, and off we went to Leshan.

The first half of Leshan Giant Buddha.

The duration was about 46 minutes. Once we arrived at Leshan Station, there was a bus counter that sold bus and admission tickets. 40 minutes later, we arrived at our destination: the Giant Buddha of Leshan!

Guanyin and the admirers.
Photo by Surianto. 

Or so we thought, because it was still quite a long way to go and a lot of staircases to climb before we got there. We passed by the arhats, bodhisattvas and Buddha's statues of many sizes. We saw temptations carved on the wall, reminding us about the path of enlightenment. We were queuing in two rows to "receive" and pay for the blessing in the temple. 

Listening attentively? Not our Captain, I guess. 

And then finally there it was: the Giant Buddha. As we stood on the left of his face, I recalled the scenes from Wind and Cloud manhua. Then I remembered sitting on the staircase, watching the TV series in Pontianak, when my parents and I stayed at a rented house on Gang Kamboja back in Pontianak. The fighting in front of Leshan Giant Buddha, the theme song Yong Yuan Yong Yuan (永远永远), all those memories came rushing back. 

And we made our way down to see Buddha!
Photo by Andiyanto. 

Suddenly there was this urge that I just had to see the Giant Buddha statue in its glorious entirety. We went down the stairs, steep though they were at times, until we came into its mighty presence. The statue I only saw in comics and TV series was right there, towering us. 

The high school friends and the Buddha. 

We took pictures as six high school friends that made it to the Giant Buddha of Leshan. Before we left, I stood there for a while to admire the Buddha as the images from the past were playing in my mind. It's crazy how the real one was now sitting in front of me. My younger self would never have the idea that I'd be here one day. Life has been good indeed.

Cicilia, Captain China and I at the cafe. 

Epilogue: we returned to the train station, passing by the city of Leshan. The locals would refer to it as a small town, but it's still much bigger and more modern than any cities in Indonesia. The night ended with a dinner at Kuanzhaixiangzi Alleys and a walk back to hotel. There was a cafe nearby Buddhazen Hotel and there we were, talking until it was closed...

Once upon a time in front of Buddhazen Hotel. 




Liburan Ke Cina: Chengdu 

Kita tiba di Chengdu setelah menaiki kereta cepat hampir selama empat jam dari Xi'An. Dari East Railway Station, kita menuju ke Wenshu Monastery dan berjalan kaki ke Buddhazen Hotel. Seperti halnya Liverpool yang bangga dengan the Beatles, Chengdu juga memiliki aura yang sama: kota ini penuh dengan panda sejauh mata memandang! 

Kapten Cina di hotel yang diinginkannya.

Buddhazen Hotel memiliki disain bangunan klasik Cina kuno. Hotel ini tidak memiliki lift dan eskalator, jadi koper harus dijinjing naik sendiri. Sekeliling hotel penuh dengan toko dan tempat makan. Kita pun makan siang di sekitar situ.

Menuju makam Liu Bei.
Foto oleh Andiyanto.

Tempat tujuan pertama harusnya Jalan Jinli, tapi saya salah kaprah dan mengira bahwa Kuil Wuhou adalah Jalan Jinli. Kita akhirnya tanpa sengaja masuk ke situs penting Sam Kok. Surianto yang paling paham tentang sejarahnya menyukai kunjungan ini. Saya sendiri agak kecewa karena makam Liu Bei lebih mirip seperti gundukan raksasa daripada kuburan yang megah. 

Berpose di Jalan Jinli.
Foto oleh Surianto. 

Dari Kuil Wuhou, kita akhirnya sampai di Jalan Jinli yang terletak di sebelahnya. Tempat dengan nuansa Tiongkok tradisional ini memang khusus untuk turis yang ingin berbelanja. Kita mengitari tempat ini sampai malam tiba dan bisa saja lebih lama lagi jikalau bukan karena gerimis yang membuat kita berteduh dan beranjak pulang. 

Waktunya bir!
Foto oleh Gunawan.

Keluar dari Jalan Jinli, kita menikmati makan malam yang lezat dan paling murah sepanjang liburan kali ini. Hanya RMB 262 untuk sembilan orang! Saya suka cah kangkung dengan aroma yang menyerupai kangkung asap di Pontianak. Malam pertama di Chengdu pun ditutup dengan satu ronde bir bersama di dekat hotel. Sudah lama rasanya tidak mengunyah kwaci biji bunga matahari!

Mengunjungi panda!
Photo by Angela.

Dan ketika berada di Chengdu, lihatlah panda! Basis Penelitian Chengdu Untuk Pengembangbiakan Panda menjadi tujuan di hari kedua. Setelah kunjungan kita, saya rasa tempatnya agak terlalu komersil tapi tidak sesuai harapan. Luas penangkarannya, namun sedikit pandanya. Bila bukan karena empat ekor panda usia remaja yang lucu, kunjungan kita boleh dikatakan buang waktu. 

Lawrence dan Gunawan di Chunxi Road.

Setelah setengah hari di penangkaran panda, kita menuju ke Chunxi Road yang merupakan tandingan Orchard Road di Singapura! Luasnya memang dahsyat! Dan karena ini adalah Chengdu, ada panda yang memanjat gedung dan di aplikasi Swarm, titik ini namanya Di Bawah Pantat Panda, haha. 

Waktunya ngopi.

Namun kita tidak mengunjungi toko-toko, melainkan melewati semuanya begitu saja. Ada pemberhentian sejenak untuk minum kopi di Starbucks saat kita berjalan menuju Lapangan Tianfu. Dari arah jembatan, terlihat patung dari kejauhan. Lawrence menerka bahwa itu adalah patung Mao sedangkan anaknya asal menjawab Andy Lau. 

Gunawan dan Mao.
Foto oleh Surianto. 

Tentu saja Mao adalah jawaban yang tepat. Patung orang kuat Cina ini berdiri tegak dan gerakan tangannya seperti mempersembahkan Lapangan Tianfu yang dibangun sesuai dengan lingkaran yinyang. Kita berkeliling sejenak, lalu turun ke bawah untuk makan malam. Saya ingin makan sup pangsit, jadi kita pesan beberapa mangkuk dan berbagi. 

Dan pemandu wisatanya kabur duluan!
Foto oleh Gunawan. 

Keesokan harinya dimulai dengan peristiwa masuknya saya ke metro yang langsung menutup pintu dan berjalan. Yang lain pun tertinggal! Tapi tidak ada masalah karena kita tinggal saling mengabarkan untuk bertemu lagi di East Railway Station. Kita pun memesan tiket kereta cepat. Prosesnya lebih cepat sekarang karena data paspor kita sudah tersimpan sejak pembelian tiket di Xi'An. 

Setengah jalan di Budha Raksasa Leshan.

Durasi perjalanan adalah 46 menit. Begitu kita tiba di Stasiun Leshan, ada loket penjualan tiket bis dan tiket masuk wahana. 40 menit kemudian kita pun tiba di tempat tujuan: Budha Raksasa Leshan! 

Kwan Im dan pengunjung yang mengaguminya.
Foto oleh Surianto. 

Akan tetapi perjalanan ternyata masih panjang dan banyak tangga yang masih harus didaki. Kita melewati ukiran arahat, bodisatwa dan patung Budha beraneka ukuran. Ada berbagai pahatan godaan duniawi di tembok yang mengingatkan kita tentang pencerahan sang Budha. Kita bahkan antri untuk "menerima" dan membayar berkat di kuil. 

Mendengarkan dengan seksama? Kapten kelihatan ngantuk. 

Sampai akhirnya terlihatlah Budha Raksasa. Saat berdiri di sisi kiri wajah sang Budha, saya terkenang dengan komik Awan dan Angin. Kemudian saya teringat saat saya duduk di anak tangga rumah sewaan di Pontianak untuk menyaksikan serial TV Awan dan Angin. Adegan pertarungan dan lagu Yong Yuan Yong Yuan (永远永远) dari 20an tahun silam itu bagaikan hadir kembali. 

Turun melihat Budha!
Foto oleh Andiyanto. 

Tiba-tiba ada niat di hati untuk melihat patung Budha secara keseluruhan. Kita turun ke bawah, menapaki ratusan anak tangga, termasuk beberapa yang terkesan curam, sampai akhirnya kita tiba di hadapan Budha. Patung raksasa yang selama ini hanya saya lihat dari komik dan TV kini duduk di depan menaungi saya. 

Teman SMA dan Budha. 

Kita berfoto sebagai enam teman SMA yang berhasil mencapai Budha Raksasa Leshan. Sebelum kita pergi, saya menatap Budha untuk kali terakhir. Berbagai gambaran Budha bermunculan di benak saya. Sungguh sulit untuk dipercaya bahwa akhirnya saya melihat Budha Raksasa Leshan yang asli. Dua dekade silam, sewaktu saya di Pontianak, mana pernah terpikir akan ke sini suatu hari nanti. Hidup ini memang baik. Sangat baik. 

Cicilia, Kapten Cina dan saya.

Epilog: kita kembali ke stasiun kereta, melewati kota Leshan. Warga setempat berkata bahwa Leshan hanyalah kota kecil, tapi terlihat jauh lebih besar dan modern dari berbagai kota di Indonesia. Malam pun berakhir dengan santap malam di Lorong Kuanzhaixiangzi Alleys dan perjalanan pulang ke hotel. Ada kafe di dekat Buddhazen Hotel dan di sanalah kita berada sampai kafe itu tutup... 

No comments:

Post a Comment