Total Pageviews

Translate

Thursday, November 13, 2025

Time Of Your Life

This had always been on my mind. I had been thinking about it many, many times. But the thought somehow took a back seat, waiting for its right moment. Last week, it resurfaced again at the church – a place that occasionally inspires me – though I couldn't recall what triggered the thought-provoking idea.

You see, for something that can be measured scientifically, time feels pretty fluid. When I was a student in Pontianak, I swear that every year felt very long. But now that I'm a father, it seems to me that my daughters grow up too quickly. Just the other day, my wife posted on Facebook that 12 years had passed since I last carried my daughter in one hand.

I had a similar feeling when I was working in Jakarta. I literally waited for the weekdays to end. Now that I'm in Singapore, I wish I had more time to do things. It got me thinking whether it was due to different cultures and lifestyles. The pace was slower in Indonesia, faster in Singapore. Or perhaps it was simply the time I enjoyed wasting, so that I got busy without realizing it?

I don't know for sure, but I do know this: suddenly a year doesn't feel very long anymore. When I was a kid, it felt like a lifetime to grow into a young adult. But these days, a period of 12 months is very much a blink of an eye. Between work and holidays, all of a sudden, Christmas time is here again. That's how fast it is. As that happens, the kids grow up and the parents grow old. Gradually.

Funny how a year or two of waiting doesn't seem that long now. It's just doable. But for the fact that time passes so quickly, one question becomes obvious and inevitable: given our mortality, how many more years do I have left? It was a question better left unanswered. 

When I was younger, my optimism felt limitless, as if life would go on forever. Now, with age, I find myself cherishing each moment and recognizing the true blessing that time brings. Ultimately, the question I have serves as a reminder to live in the present, focusing on today. Plan all you like for tomorrow, but live for today.

Growing old. From left to right: age 2, 18, 28, 32, 45.




Waktu Dalam Hidup Kita 

Hal ini selalu terlintas di benak saya. Saya sudah memikirkannya berkali-kali. Namun entah kenapa, pikiran itu seolah menepi, menunggu saat yang tepat. Minggu lalu, topik ini terngiang-ngiang lagi saat saya berada di gereja — tempat yang kadang memberi saya inspirasi — meski saya tidak ingat apa yang memicu gagasan yang menggelitik itu.

Begini, untuk sesuatu yang bisa diukur secara ilmiah, waktu terasa sangat fleksibel dan semena-mena. Ketika saya masih pelajar di Pontianak, saya bersumpah setiap tahun terasa sangat panjang. Tapi sekarang, sebagai seorang ayah, rasanya anak-anak saya tumbuh terlalu cepat. Belum lama ini, istri saya menulis di Facebook bahwa sudah 12 tahun berlalu sejak terakhir kali saya menggendong putri saya dengan satu tangan.

Saya juga pernah merasakan hal yang sama saat bekerja di Jakarta. Saya benar-benar menunggu hari kerja segera berakhir. Sekarang, di Singapura, saya justru berharap punya lebih banyak waktu untuk melakukan berbagai hal. Saya jadi bertanya-tanya, apakah ini karena perbedaan budaya dan ritme hidup. Ritmenya lebih lambat di Indonesia, lebih cepat di Singapura. Atau mungkin karena waktu habis karena saya nikmati, sehingga saya sibuk tanpa menyadarinya?

Saya tidak tahu pasti, tapi saya tahu satu hal: tiba-tiba masa satu tahun rasanya sebentar saja. Saat kecil, butuh waktu seolah seumur hidup untuk tumbuh menjadi remaja. Tapi kini, 12 bulan terasa hanya sekejap mata. Antara pekerjaan dan liburan, tiba-tiba Natal sudah datang lagi. Begitu cepat rasanya. Dan seiring waktu berlalu, anak-anak tumbuh besar dan orang tua menua. Perlahan tapi pasti.

Lucu rasanya, menunggu setahun atau dua tahun kini tidak lagi terasa lama. Rasanya bisa dijalani. Namun karena waktu berlalu begitu cepat, satu pertanyaan muncul — jelas dan tak terhindarkan: mengingat bahwa kita fana, berapa banyak tahun lagi yang saya miliki? Sebuah pertanyaan yang sebaiknya tak dijawab.

Ketika saya masih muda, optimisme saya seolah tak terbatas, seakan hidup akan terus berjalan selamanya. Sekarang, seiring bertambahnya usia, saya belajar untuk menghargai setiap momen dan menyadari berkah sejati yang dibawa oleh waktu. Pada akhirnya, pertanyaan saya itu menjadi pengingat untuk hidup di masa kini, fokus pada hari ini. Rencanakanlah untuk esok, tetapi hiduplah untuk hari ini.

Usia yang bertambah. Dari kiri: age 2, 18, 28, 32, 45.

No comments:

Post a Comment