Total Pageviews

Translate

Friday, August 31, 2018

Wonderful Indonesia: West Java

I first realised that Indonesia is a beautiful country when I traveled from Jakarta to Bali. At that time, as we passed by West Java, we took the South Route that led to towns such as Singaparna (the name stuck in my mind because it sounded like a localised version of Singapura and Patno used to joke about it) and Tasikmalaya before we reached Majenang in Central Java. I was amazed by the spectacular view that I saw during the road trip. The scenery was green, mountainous, with gorges here and there. Breathtaking.

While I never repeated such an adventure anymore, I had returned to West Java numerous times since then. Visited several destinations, to be precise. Having said that, here are some places that I'd been to: Karawang, Tasikmalaya and Pangandaran. Bandung is intentionally excluded this round. The way I look at it, I'd been to the capital city of West Java so often that the only way I can cover the entire experience is by writing a standalone story about it.

Let's start with Karawang first. Located more or less 50km away from Jakarta, I don't think the town is ever a tourist destination. That's not to say there's nothing good there. Visited the town twice. The first visit was to see where Tommy, my ex-housemate from Singapore, lived. I recall eating the wet spring roll, playing Zelda on Nintendo Wii and having pepes on the following day.

When we had the famous pepes in Karawang!

The second time was a proper visit with a group of high school friends and that's when I had a good look at the town. After visiting an old friend in Bekasi, we continued our journey to Karawang and stayed at Mercure Karawang. Not only it was a nice hotel, but the location was good, too. There were shopping malls there and we went to the one across the street, passing by a rather memorable view: there were two aeroplanes parking next to the mall, converted as one bizarre looking restaurant. Now that's something you don't see everyday! The next morning, before we left the town, we went to Pepes Jambal Bapak Emin in Walahar. Now, just in case you are curious after hearing the word pepes twice, it's a famous local delicacy. It could be anything, ranging from fish, tofu to mushrooms, wrapped in banana leaf and cooked. Not exactly my favorite, but it is edible, haha.

Next, about three hours away from Bandung, there's this town called Tasikmalaya. You can get there via Nagreg then Tjiawi or detour a bit via Garut. Now, the Tjiawi route may be slightly faster, but Garut is a town worth visiting. It's famous for dodol, a sweet sugar palm-based confection. I loved it and I used to buy it when I was in Pontianak, so imagine how delighted I was when I stepped into a shop full of dodol. Elsewhere, you'd see boxes of dodol stacking up nicely at the supermarket, but here, you'd see the same brand being piled up and sold per kg! It was a mind-blowing, no, an overwhelming experience to see dodol everywhere I turned my head to!

Riding becak in Tasik with my daughter. 

Talk about Tasikmalaya, I tend to think that the town is an unlikely destination for tourists, but one can definitely stop here for a short break before continuing the journey to Pangandaran. The reason why I ended up there was because that's where my wife came from. When I was there, I couldn't help feeling that the atmosphere was very much Islamic and Sundanese. The downtown area is small but very busy! I reckon no tourist will go to Tasikmalaya for the shopping malls, but the food is alright, especially the soto Tasik and yamien. I remember being amused by my first bowl of soto Tasik, because the scoop of rice was already soaking inside the bowl of soup. Prior to this, I always had the impression that the meal was served separately as a plate of rice and a bowl of soto. Yamien, basically noodles with either salty or sweet taste, is abundant! My brother-in-law also owns a noodles shop called Lucky Mie.

Now, for people of Tasik, Pangandaran is a popular destination for holiday. The distance is roughly three hours from the town. People will go there for the seafood and the beach. While it is no Bali, it is the nearest and, in a way, the most affordable. Along the way, one can also go to Green Canyon (a very cool name for a place otherwise known as Cukang Taneuh). I had never been there myself, but I went to the second best spot called Cikupa. The environment was still rather pristine and it had a decent waterfall for us to get wet. 

To summarise, in West Java, one has to manage the expectation. The land of Sundanese is definitely not a world class standard, but the places are modestly charming and not so commercialised. Here's one destination waiting for you to discover its natural beauty and the simplicity of life...

When we were visiting Cikupa. 


Indonesia Yang Menakjubkan: Jawa Barat

Perjalanan saya dari Jakarta ke Bali adalah pertama kalinya saya menyadari betapa indahnya Indonesia. Saat itu kita melintasi jalur selatan yang membawa kita ke arah kota-kota kecil di Jawa Barat seperti Singaparna (saya ingat betul nama kota yang mirip dengan Singapura ini karena teman saya Patno sering menyebutnya saat bercanda) dan Tasikmalaya sebelum kita mencapai Majenang di Jawa Tengah. Di dalam mobil, saya dibuat takjub oleh pemandangan alam yang hijau, bergunung-gunung dan diselingi ngarai.

Walau saya tidak pernah lagi mengulangi perjalanan serupa, saya telah berulang kali kembali ke Jawa Barat dan mengunjungi beberapa kota dan tempat wisata di sana, mulai dari Karawang, Tasikmalaya sampai Pangandaran. Oh ya, Bandung sengaja tidak disebutkan di sini karena saya merasa bahwa saya perlu menulis satu cerita tersendiri tentang kota ini.

Karawang difoto dari arah Hotel Mercure.
Foto oleh Endrico Richard. 

Mari kita mulai dulu dengan Karawang. Kota ini berjarak kira-kira 50km jauhnya dari Jakarta. Saya rasa kota ini bukanlah tujuan wisata yang lazim, namun ini tidak berarti bahwa tidak ada yang bagus di sini. Saya sendiri pernah ke sana dua kali. Kunjungan pertama saya cukup spontan. Saya ikut dengan Tommy di suatu malam untuk melihat seperti apa tempat yang didiaminya setelah dia pindah dari Singapura dan kembali ke Indonesia. Waktu itu kita sempat bersantai di tepi jalan sambil menikmati lumpia basah, lalu pulang ke tempatnya dan bermain Zelda. Kita lantas bersantap pepes pada keesokan harinya. 

Ketika saya kembali ke Karawang untuk kedua kalinya, saya berangkat bersama teman-teman sekolah untuk mengunjungi kawan-kawan lama yang tinggal di sana. Kita bertolak dari Bekasi setelah makan di Bebek Kaleyo, lalu meneruskan perjalanan ke Karawang dan menginap di Hotel Mercure. Hotel ini bukan saja bagus, tapi juga strategis lokasinya karena dikelilingi oleh banyak pusat perbelanjaan. Dua buah pesawat terparkir di sebidang tanah kosong tepat di seberang hotel dan konon dialihfungsikan sebagai restoran. Sungguh unik sekali! Di pagi berikutnya, sebelum kembali ke Jakarta, kita sarapan di Pepes Jambal Bapak Emin di Walahar. Bagi anda yang penasaran setelah mendengar kata pepes yang muncul dua kali sampai sejauh ini, pepes adalah masakan lokal yang terkenal di Karawang. Isinya beragam, mulai dari ikan, tahu, jamur dan lain-lain, yang kemudian dibungkus dengan daun pisang sebelum dimasak. Saya tidak terlalu suka, tapi tidak keberatan untuk menikmatinya bersama-sama, haha.

Kota berikutnya, yang bisa ditempuh dalam tiga jam dari Bandung, adalah Tasikmalaya. Ada dua jalur menuju Tasik. Dari Nagreg, kita bisa mengambil jalur ke arah Tjiawi atau putar sedikit melalui Garut. Arah Tjiawi mungkin saja sedikit lebih cepat, tapi Garut layak untuk dikunjungi karena kota ini terkenal dengan dodol. Saya suka dodol Garut dan sering membeli cemilan ini di Ligo Mitra saat di tinggal di Pontianak dulu, jadi bayangkan betapa bersuka-citanya saya saat memasuki toko yang dipenuhi dodol. Di tempat lain, dodol Garut biasa dijumpai dalam kemasan kotak yang ditumpuk dengan rapi di supermarket, tapi di sini, merek yang sama tumpah-ruah di meja dan dijual secara kiloan.

Yamien di Lucky Mie.
Foto oleh Liu Junius. 

Akan halnya kota Tasikmalaya, kota ini juga tidak terkenal sebagai tempat pariwisata, tetapi layak dikunjungi bagi mereka yang ingin beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Pangandaran. Bagi saya sendiri, saya terkadang pergi ke Tasik karena istri saya berasal dari kota ini. Berbeda dengan kota-kota lain yang pernah saya kunjungi, Tasik memiliki nuansa Islami dan budaya Sunda yang kental. Pusat kotanya kecil, tapi sangat ramai. Saya rasa tidak ada yang mengunjungi Tasik karena pusat perbelanjaannya (Bandung jelas lebih menarik), tapi makanannya cukup lezat, misalnya soto Tasik dan yamien. Saya ingat saat pertama kalinya saya melihat soto Tasik. Nasinya disajikan di dalam mangkok soto dalam kondisi terendam. Ini terasa janggal bagi saya yang selalu memiliki persepsi bahwa nasi dan soto dihidangkan secara terpisah. Makanan lainnya, yamien, adalah mie yang bisa disajikan dalam dua pilihan, asin atau manis. Yamien bisa ditemukan di setiap pelosok kota. Adik ipar saya pun memiliki toko yamien bernama Lucky Mie, dimana ia terjun langsung sebagai koki, mulai dari membuat mie sampai siap saji bagi pelanggan. 

Bagi warga Tasik, Pangandaran adalah tempat wisata yang populer untuk liburan. Jarak tempuhnya berdurasi tiga jam dari Tasik. Di Pangandaran, kita bisa menikmati makanan laut dan pantai. Pangandaran tentu saja bukan Bali, tapi jaraknya tidak terlalu jauh dan terjangkau harganya. Tidak jauh dari sana, kita juga bisa mampir ke Green Canyon (nama yang kebarat-baratan untuk tempat yang aslinya bernama Cukang Taneuh). Saya belum pernah ke Green Canyon, tapi saya pernah mampir ke Cikupa yang terletak tidak jauh dari sana. Lingkungannya masih asri dan ada sebuah air terjun kecil bagi mereka yang ingin berbasah-ria. 

Bilamana seseorang ingin berlibur di Jawa Barat, saya kira harapannya harus disesuaikan. Tanah Sunda ini bukanlah tempat wisata kelas dunia, tapi menarik karena pesonanya yang sederhana dan tidak terlalu komersial. Singkat kata, ini adalah tempat-tempat yang menanti anda untuk menemukan keindahan alami dan gaya hidup yang lebih santai...

Pangandaran

No comments:

Post a Comment