Total Pageviews

Translate

Sunday, August 28, 2022

Malaysia Boleh: Johor

If you checked out the Malaysia Boleh series, you'd notice that I only wrote about Kuching, Malacca, Kuala Lumpur and Penang. Despite the fact that it was right to Singapore, I didn't write about Johor. To tell you the truth, it was exactly due to its close proximity that Johor felt... hazy. It was like a place I'd go only for a short getaway, so short that it was often a few hours trip only. 

At City Square, 2009.

As a result, I actually didn't know much about Johor. I did a quick get-in, get-out when I was looking for a job in Singapore. After that, I had a couple of day trips to Johor Bahru. I was at Larkin bus interchange and Senai Airport for a trip to Malacca and Kota Kinabalu in 2009. Then, in 2010, I had my first tandoori chicken in Pasir Gudang. I also had a lunch with Uncle Eddie and other ex-colleagues in Gelang Patah back in 2014. I remember seeing the signboad of Kluang and a glimpse of Segamat when I visited Wiwi in 2017.

But all those moments in Johor came and went like blurry images. I only understood it better this year, when I did the great crossing. That's when I really observed what Johor Bahru was like. Saw the Chinese and the Indian parts of it nearby the customs. Then, as I headed to Puteri Harbour for a Hard Rock moment, it dawned on me that Johor as a state was much more spacious and less compact than Singapore. During the visit with Alvin that happened about two months later, we went to Bukit Indah, a place that I visited two or three times before since I first entered Johor in 2006.

In Bukit Indah with Alvin and Landak.


And the last trip I had brought me to the easternmost tip of Johor: Desaru Coast. I always loved the idea of lazing around at the hotel and this one was exactly that. Between Westin and Hard Rock Hotel, I chose the latter. Wasn't that great, though. The swimming pool reminded me of Wild Wild Wet in Singapore. The hotel was less superior, too. You'd feel that there was nothing special with the beach, especially if you'd been to places like Bali or Boracay. On top of that, the nearest town with a decent food was about 10 KM away, so Desaru Coast was actually quite secluded.

I had never been to the west side of Johor, but Google Maps did show that there was a town called Batu Pahat and it was famous for durians. Now, conclusion? Even I felt that this was a rather uninspiring article, haha. It reflected the feeling I had about Johor. Unlike Penang or Malacca, it lacked character. One would arguably go there because everything was three times cheaper than Singapore, but that was pretty much it. Perhaps it was just hard to be special when the place was located so close to Singapore.

Family trip, 2022.
 


Malaysia Boleh: Johor

Jika anda melihat kembali serial Malaysia Boleh, anda akan menyadari bahwa saya hanya menulis tentang Kuching, Malacca, Kuala Lumpur dan Penang. Meskipun letaknya bersebelahan dengan Singapura, saya tidak menulis tentang Johor. Jujur saya katakan bahwa karena lokasinya yang berdekatan itulah maka Johor terasa tidak jelas. Saya hanya ke sana untuk liburan singkat, bahkan seringkali hanya beberapa jam lamanya di sana. 

Di City Square, 2009.

Alhasil, saya tidak tahu banyak tentang Johor. Saya beberapa kali masuk dan keluar dari Johor sewaktu saya mencari kerja di Singapura. Setelah itu saya, sempat mampir beberapa kali ke Johor Bahru. Saya berada di terminal bis Larkin dan bandara udara Senai untuk berlibur ke Melaka dan Kota Kinabalu di tahun 2009. Kemudian di tahun 2010, saya mencicipi ayam tanduri untuk pertama kalinya di Pasir Gudang. Saya juga makan siang bersama Uncle Eddie dan juga mantan kolega lainnya di Gelang Patah pada tahun 2014. Setelah itu saya sempat melihat papan nama Kluang dan juga melintasi kota Segamat saat mengunjungi Wiwi di Kota Kemuning. 

Tapi semua kenangan ini terasa buram dan kurang berkesan. Baru sekarang saya mulai memahami Johor, tepatnya ketika saya berjalan kaki menyeberang ke sana. Di saat itulah saya baru benar-benar mengamati, seperti apa sesungguhnya Johor Bahru ini. Sempat saya lihat bagian kota bernuansa Cina dan India di dekat perbatasan. Dari situ saya bertolak ke Puteri Harbour untuk membeli kaos Hard Rock. Selama perjalanan ke sana, saya lihat bahwa negara bagian Johor memang lebih luas dan tidak sepadat Singapura. Kunjungan berikutnya bersama Alvin juga membawa saya kembali ke Bukit Indah, tempat yang pernah saya singgahi dua atau tiga kali sebelumnya, sejak saya pertama kali menjejakkan kaki di Johor pada tahun 2006.

Di Bukit Indah bersama Alvin dan Landak.

Dan liburan terakhir pun membawa saya ke ujung timur Johor: Desaru. Saya selalu suka ide bersantai di hotel dan liburan kali ini terwujud persis seperti yang saya harapkan. Antara Westin dan Hard Rock Hotel, tentunya saya pilih Hard Rock. Tapi yang di Desaru ini tidak sebagus hotel serupa yang ada di Sentosa. Kolam renangnya pun mirip Wild Wild Wet di Singapura. Pantainya juga biasa, terutama bila anda sudah pernah berkunjung ke Bali atau Boracay. Selain itu, kota terdekat jaraknya 10 KM dari hotel, jadi lokasi Desaru ini sebenarnya agak terpencil.  

Saya tidak pernah mampir ke sisi barat Johor, tapi dari Google Maps terlihat bahwa ada kota lain yang bernama Batu Pahat dan kota ini terkenal dengan duriannya. Nah, kesimpulannya? Bahkan saya sendiri beropini bahwa tulisan kali ini terasa miskin inspirasi, haha. Tapi inilah yang saya rasakan tentang Johor. Berbeda dengan Penang atau Melaka, Johor terasa kurang berkarakter. Banyak yang ke sana mungkin lebih cenderung karena barang-barangnya tiga kali lebih murah dari Singapura. Mungkin karena lokasinya yang terlalu dekat dengan Singapura, maka Johor terasa tidak istimewa. Lebih enak di Batam!

Family trip, 2022.

No comments:

Post a Comment