Living abroad for a long time can change one's view and sense of nationality. For me personally, I couldn't care less back then, but I tend to get emotional when I hear or sing Indonesia Raya these days. I try to avoid using the word 'patriotic' here as it is heavy and I'm not sure if I'm worthy of that word, but there must be something that inspires me and makes my eyes teary. Such feeling then reminds me again that I am an Indonesian who make a living in a foreign land since ten years ago.
It all began after Joko Widodo and Ahok took over as the President and the Governor. It's been decades since our Founding Fathers proclaimed our independence. We've been busy growing older as a nation since then, but sadly not for the better. So strong was culture of corruption that for the longest time, it was easier to believe that this culture was a bitter reality of Indonesia. Doing something to change it was totally unthinkable until one day, these two guys showed up and did something that had never been seen before by my generation: they work hard and sincerely for the nation.
I live in Singapore, where the negative news about Malaysia is often heard. Indonesia could have been as bad, if not worse, but thanks to the emergence of these two figures, Jokowi and Ahok, suddenly there seems to be a hope again, even long after we stopped believing in it. Changes are taking places in our country and in all sort of forms. Having said that, whenever it is possible, I also want to contribute. If I could write, then I'll do that, hence this article. I want to share the news that as a nation, we do have hope now. If this is the only time we are given such opportunity, let's make the best out of it.
I have been following the development of Indonesia and Jakarta regularly these days. You and I know how both Jokowi and Ahok are tackled almost on daily basis by those who feel that their personal interests are threatened. It will be a difficult journey, but if we can get through, ten or fifteen years later, we'll look back and be thankful that we had made the right choice.
Now, I'd like to touch on a rather sensitive issue, but I do seriously think that it needs to be clarified. I come from the ethnic Chinese, born and raised in Pontianak. I grew up as a minority and lived through the hell of discrimination, but it does not change the fact that I am an Indonesian and I am proud of it, especially after I got to know great people such as Jokowi and Ahok. I learnt that I may be Chinese, but I'm not a China national. Together with many others from Sabang to Merauke, we are people of Indonesia, and Indonesia is a great nation with very diverse tribes, one of which is ethnic Chinese. It's as simple as that.
Well, why does something like this needs to be addressed, reviewed and emphasized? This is because I still see a lot of people trying to undermine the administration of Governor Ahok for various reasons that are very racist and unreasonable. Is there anything wrong if a Chinese like Pak Ahok does his best for the good of Jakarta? Just because we've never seen anything like this before, it doesn't mean it's wrong. Judge a person based on the character, not skin color, ethnicity or religion! What we should really see is, just like Pak Jokowi, here is another Indonesian who has the same vision and determination to work for the sake of this nation. It just happened that Ahok is Chinese.
We've entered the era of the New Indonesia. What happens now will be the future's history and standards. Let these two people work and set an example for the younger generation, with the hope that someday, their successors will begin with higher standards and bring our nation to a better tomorrow. As for us, if we do not participate and fight the challenges together with our government today, we only have ourselves to blame if the country ends up declining in the future. By then, no amount of tears and regrets are ever enough to say how sorry we are.
Ahok at Indonesia Embassy in Singapore, a historic moment taken by yours truly |
Indonesia Tanah Tumpah Darahku
Tinggal di luar negeri untuk jangka waktu yang lama bisa mengubah pandangan dan rasa kebangsaan seseorang. Bagi saya pribadi, saya sering merasa tergugah saat mendengar atau menyanyikan lagu Indonesia Raya. Saya mencoba menghindari penggunaan kata patriotik karena berat artinya dan saya merasa tidak pantas, tapi lagu Indonesia Raya membuat saya berkaca-kaca. Perasaan yang bergolak saat mendengar lagu kebangsaan itu mengingatkan saya kembali bahwa saya adalah seorang warga Indonesia yang merantau dan hidup di negeri asing sejak satu dekade silam.
Rasa kebangsaan ini bermula setelah Joko Widodo dan Ahok menjabat sebagai Presiden dan Gubernur. Berpuluh-puluh tahun telah berlalu sejak Soekarno-Hatta membacakan naskah proklamasi dan kita sudah tumbuh menjadi bangsa yang cukup berumur sejak kita merdeka, namun belum menjadi bangsa yang maju dan lebih baik. Budaya korupsi begitu merajalela sehingga kita perlahan-lahan percaya bahwa seperti itulah Indonesia. Setelah kita percaya akan hal itu, tiba-tiba muncul Jokowi dan Ahok yang melakukan sesuatu yang tidak pernah kita lihat sebelumnya: mereka bekerja keras dan tulus untuk Indonesia.
Saya tinggal di Singapura dimana sentimen negatif terhadap Malaysia sering terdengar. Indonesia juga sama parahnya atau bahkan lebih buruk, namun munculnya Jokowi dan Ahok membangkitkan kembali harapan terhadap bangsa Indonesia, padahal harapan saya sudah lama pupus. Perubahan yang baik sedang terjadi di negara kita dan di berbagai sektor. Hal positif ini sungguh menjalar sehingga saya pun merasa harus berbuat sesuatu. Karena saya bisa menulis, maka saya menulis. Saya ingin berbagi berita gembira bahwa sebagai negara, kita memiliki harapan sekarang. Jika ini adalah satu-satunya kesempatan kita, maka kita harus memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.
Saya rajin mengikuti perkembangan Indonesia dan Jakarta belakangan ini. Anda dan saya tahu bahwa Jokowi dan Ahok senantiasa dijegal oleh pihak oposisi yang merasa terancam oleh gebrakan dua pemimpin yang bersih ini. Sudah tentu perjalanan mereka akan sangat sulit dan berliku, tapi jika kita bisa melewatinya, 10 atau 15 tahun lagi kita akan melihat kembali dan bersyukur bahwa kita sudah mengambil pilihan yang tepat.
Sekarang saya ingin berbicara tentang isu yang tergolong sensitif, namun perlu diklarifikasi. Saya berasal dari etnis Tionghoa, lahir dan tumbuh dewasa di Pontianak. Sebagai seorang dari kalangan minoritas, saya tidak luput dari diskriminasi, tapi kezaliman tersebut tidak mengubah fakta bahwa saya adalah orang Indonesia dan saya bangga menjadi orang Indonesia, apalagi setelah melihat orang-orang hebat seperti Jokowi dan Ahok. Saya sadar betul bahwa saya memang etnis Tionghoa, tetapi saya bukan orang Cina. Bersama-sama dengan aneka ragam suku dari Sabang sampai Merauke, kita adalah bangsa Indonesia, bangsa yang besar dan majemuk, dimana salah satu etnisnya adalah Tionghoa. Sesederhana itu.
Jadi kenapa hal ini perlu dijelaskan, dipahami dan ditekankan? Ini karena saya melihat masih banyak orang yang ingin mengacau pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama hanya karena alasan yang rasis dan tidak masuk akal. Jadi apa salahnya jika etnis Tionghoa seperti Pak Ahok melakukan yang terbaik untuk Jakarta? Hanya karena kita belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya, ini tidak lantas berarti bahwa ini adalah sesuatu yang keliru. Nilailah seseorang dari karakternya, bukan dari warna kulit, etnis atau agamanya. Apa yang seharusnya kita lihat adalah, seperti halnya Pak Jokowi, Ahok juga seorang pemimpin bangsa yang memiliki visi dan keinginan untuk bekerja demi bangsa ini. Hanya kebetulan saja Pak Ahok itu seorang minoritas.
Kita sudah memasuki era Indonesia Baru. Apa yang terjadi sekarang akan menjadi sejarah dan tolak ukur masa depan. Biarkan dua orang ini bekerja dan memberikan contoh bagi generasi muda. Harapan kita adalah, suatu hari nanti generasi penerus mereka akan memulai dengan standar yang lebih bagus dan membawa bangsa ini menuju hari esok yang lebih baik. Kita sendiri harus berpartisipasi dan Bersama-sama melawan tantangan yang menerpa pemerintahan yang sudah baik ini. Bila kita tidak melakukan sesuatu, adalah salah kita sendiri bahwa bangsa ini akhirnya terpuruk. Saat itu terjadi, tidak akan ada cukup air mata yang bisa ditumpahkan untuk mengungkapkan penyesalan kita karena berdiam diri...
No comments:
Post a Comment