Total Pageviews

Translate

Tuesday, January 31, 2017

The Return Of The CDs

I remember going to Jakarta with my comrades Jun Fui and Parno a day after my graduation, getting a job in Jakarta and, for a while, I thought I'd be settling down there. With that in mind, I brought my treasures with me: the CDs I bought online from the US.

This was back in the early 2000s, when purchasing from online stores was entirely a new thing in Pontianak. Dial-up internet access itself was only started in 1998, more like a leisure thing rather than a basic household requirement then, and available only at internet cafes. That was when I first discovered Google, which I preferred over Yahoo! due to its much simpler homepage design and, after one link to another, I found Amazon.

Even then Amazon.com offered a vast collection of stuff, so amazing that I wrote about the online retailer for my mid-semester assignment. What caught my attention, however, was the Beatles related CDs it was selling. I was a five years old Beatles convert at that time and Pontianak was not exactly an ideal place for a Beatles fan: one could only find a decent collection of Beatles cassettes (minus Yellow Submarine) and a John Lennon compilation or two.

In order to do online transaction, one was required to have a credit card, so with the payslip of only IDR 600K (SGD 60), I applied one and got approved (and it triggered my lifelong interest in applying all sorts of credit cards, even the obscure ones such as Diners, UnionPay or JCB). Now that I was fully equipped with Master (I remember applying for Master because they used the song Money (that's what I want), which was covered by the Beatles), imagine my excitement when I browsed Amazon.com, carefully selecting the CD based on the rating and price, then adding on the shipping fee and converting the total price to IDR (see the amount stated on the payslip above? I had to do it right or else I'd burst my savings!). When all was set, I clicked the Place Order button, but guess what happened? Shortly after that, what was supposed to be my first online purchase ended with a cancelation of order. Amazon.com declined to process it because credit cards issued by banks in Indonesia were notorious for being involved in fraudulent cases.

After going through so much to do my first online purchase, this was a truly devastating experience. Only after browsing and trying around, I eventually managed to purchase from other website which I can't remember the name now. I waited for a month and finally received my first CD from overseas: The Anthology... So Far, by Ringo Starr and His All Starr Band. I bought it because it had three CDs inside, not really because of the songs that I like, haha. I did a couple of purchases afterwards, getting Ringo, Give My Regards to Broad Street and, perhaps, Beaucoups of Blues.

Fast forward to few years later, when I was in Jakarta and making slightly more than before, I made it a monthly activity to buy a CD or two. Visited places called Disc Tarra or Music Plus, which had quite a number of outlets in many shopping malls in Jakarta. The impressive one, however, was called Aquarius in Pondok Indah. It was easily a two hours ride from where I stayed and I needed to change from air-conditioned bus to metro mini (a public transportation that looked like a rusty red can rolling on the street, with no aircon and had a low to medium risk of getting robbed), but it was definitely worth the time to go there. Aquarius was a building by itself, looked kind of exclusive, with two stories full of CDs. There were rarities that could only be found here, such as Extra Texture by George Harrison.

The routine, which probably started from 2004 or earlier, came to an end when I quitted my job and went back to Pontianak on January 2006. I left my collection under my uncle's care in Bekasi and never saw it anymore, until few days ago, 11 years later. There was this tinge of sentimental feeling when I saw the red plastic storage drawer again. There my treasure trove was, sat on one corner, looked the same but covered by a fair bit of dust, waiting for me to return. When I opened it, I realized that I have replaced easily half of the content, especially the Beatles CDs, with a newer, remastered version that I bought bit by bit throughout last decade, after I moved to Singapore. I left those half, bidding them farewell quietly, perhaps for good, and took only the other half. The CDs, which you can see below, have finally returned to their rightful owner after more than 10 years. You see the one from Paul, in the middle of fourth row from the top? I think I'll start the whole collection with listening to No More Lonely Nights, my all time favorite, the one I bought online many, many years ago...


The treasures of 5x5

Kembalinya CD Musik

Saya ingat tatkala saya berangkat ke Jakarta bersama Jun Fui dan Parno sehari setelah saya diwisuda. Kita mencari kerja di ibukota dan saya kira saya akan menetap di sana selamanya, oleh karena itu, saya juga membawa serta harta karun saya: CD musik yang saya beli dari Amerika.

Kisah ini dimulai awal tahun 2000an, ketika membeli barang secara online masih merupakan hal yang jarang terdengar di Pontianak. Akses internet lewat modem baru bermula tahun 1998. Saat itu internet masih belum menjadi kebutuhan sehari-hari dan hanya bisa dinikmati oleh khalayak ramai lewat warnet. Saya ingat bahwa saya pertama kali menemukan Google sewaktu saya berada di warnet STMIK. Saya suka Google karena tampilannya lebih sederhana dari Yahoo dan, setelah berpindah ke sana kemari, akhirnya saya menemukan Amazon. 

Bahkan di kala itu pun Amazon.com telah menawarkan bermacam-macam barang dan koleksinya sungguh mencengangkan. Saya ingat bahwa saya menulis makalah tentang ini untuk dikumpulkan sebagai tugas pertengahan semester. Akan tetapi, dari sekian banyak barang yang dijual di Amazon.com, yang menarik perhatian saya tentu saja beraneka CD the Beatles. Sebagai penggemar the Beatles, Pontianak bukanlah tempat yang ideal. Saya hanya bisa menemukan kaset-kaset the Beatles (kecuali Yellow Submarine) dan dua album kompilasi lagu John Lennon. 

Untuk melakukan transaksi online, saya memerlukan kartu kredit, jadi dengan slip gaji sebesar Rp. 600.000, saya mengajukan permohonan kartu dan disetujui (dan ini memicu hobi saya dalam mengajukan permohonan kartu, bahkan untuk yang jarang dipakai sekalipun seperti Diners, UnionPay dan JCB). Setelah dibekali kartu Master (saya sengaja mengisi aplikasi untuk Master karena iklan kartu ini menggunakan lagu Money yang juga dinyanyikan oleh the Beatles), dengan hati girang saya mulai berbelanja di Amazon.com. Saya memilih CD berdasarkan peringkat bintang yang tertera dan harga yang terjangkau, lalu menambahkan ongkos kirim dan menghitung total harga dalam rupiah (oh ya, gaji saya cuma Rp. 600.000, kalau tidak dihitung, bisa-bisa pengeluaran saya lebih besar dari pemasukan). Ketika sudah mantap dengan pilihan yang ada, saya menekan tombol Place Order, tapi coba tebak apa yang terjadi? Transaksi saya ditolak oleh Amazon.com karena kartu kredit Indonesia termasuk rawan penyalahgunaan dan penipuan.

Setelah melewati begitu banyak perjuangan untuk melakukan pembelian online perdana ini, penolakan yang terjadi benar-benar mengecewakan. Saya cari alternatif lainnya dan akhirnya berhasil membeli dari sebuah situs yang sudah tidak saya ingat lagi namanya. Saya menunggu kira-kira sebulan lamanya dan CD pertama yang saya beli dari Amerika pun tiba: The Anthology... So Far, by Ringo Starr and His All Starr Band. Saya beli karena album ini memiliki tiga CD, bukan karena saya menyukai semua lagunya, haha. Setelah itu, saya melakukan beberapa transaksi lagi untuk membeli Ringo, Give My Regards to Broad Street dan Beaucoups of Blues. 

Kembali ke masa-masa saya di Jakarta dimana penghasilan saya sedikit lebih banyak dari sebelumnya, belanja CD musik menjadi aktivitas bulanan. Biasanya saya membeli satu atau dua keping dari Disc Tarra atau Music Plus yang tersebar di banyak mal di Jakarta, terkadang saya juga mengunjungi Aquarius di kawasan Pondok Indah. Jarak tempuhnya dari Cempaka Putih berkisar dua jam dan saya harus berganti dari bis ke metro mini, sebuah angkutan umum yang mirip kaleng merah karatan dan memiliki resiko dirampok). Meski jauh dan tidak aman perjalanannya, Aquarius layak dikunjungi. Toko musik ini memiliki bangunan tersendiri dan dua lantai yang dipenuhi pernak-pernik musik langka yang hanya bisa dijumpai di sana, misalnya Extra Texture dari George Harrison. 

Rutinitas yang berlangsung dari tahun 2004 ini berakhir ketika saya berhenti kerja dan pulang ke Pontianak di bulan Januari 2006. Saya tinggalkan koleksi saya ini di rumah paman saya di Bekasi dan tidak pernah melihatnya lagi sampai beberapa hari yang lalu, 11 tahun kemudian. Ada rasa sentimental saat melihat laci plastik berwarna merah yang saya gunakan sebagai tempat penyimpanan CD ini. Ini kotak harta saya, masih terlihat sama tapi agak berdebu di pojokan gudang, dengan setia menanti pemiliknya kembali. Ketika saya buka, saya menyadari bahwa separuh dari isinya, terutama CD the Beatles, sudah tergantikan oleh versi baru yang saya beli ulang setelah saya pindah ke Singapura. Oleh karena itu saya hanya ambil apa yang belum saya beli. CD musik ini, seperti yang bisa dilihat di foto di atas, akhirnya kembali ke pemiliknya. Anda lihat album Paul McCartney yang berada di tengah baris keempat? Saya rasa saya akan mulai mendengar ulang koleksi saya ini dengan lagu No More Lonely Nights, lagu favorit saya yang saya beli secara online bertahun-tahun silam... 

No comments:

Post a Comment