Total Pageviews

Translate

Saturday, March 4, 2017

The ASEAN Tour: Malaysia

We've talked about Indonesia in the first part of ASEAN Tour series, so let's move on to the next country. Why Malaysia, if you need to ask? Well, coming from Pontianak, Kuching was my first impression of how a foreign country looked like. It's the nearest, used to be about 9 hours car ride. Here's the commentaries of places I've visited in Malaysia, starting with Kuching.

I've been going to the city as a kid, young adult and man in his thirties. At first Kuching was grand, unlike anything I'd ever seen before (anything means Jakarta, Singkawang and Pontianak itself, and this was back in the mid 90s). Kuching was a city with a beautiful waterfront. It had a shopping centre called Sarawak Plaza that sold all the stuff that I saw previously on Malaysia's TV channels, from cereals to Mamee. It was a brilliant place for a while, but as all this is a matter of perspective, it's not so much of a great place these days. The kolo mee is still awesome and few years ago, I also sort of rediscovered Sarawak as a wonderful place to explore the cave system, but the city itself, it still retains the sleepy atmosphere that I grow to dislike. However, if you just go there for a short trip, you'll be fine.

In Kuching with Ardian and Parno.

Next to Sarawak, we have Sabah. As much as I can recall, the city center of Kota Kinabalu was kind of small. My friend and I had a touch and go experience there, as we dropped by to see the city on foot and rushed back to fly to Brunei. Demographic-wise, I seem to remember that unlike the cities in West Malaysia, KK had more Filipinos than Indians. We did fly back to KK after our visit to Brunei, but instead of climbing Mount Kinabalu, we stayed at Shangri-La and relaxed at the beach. On our way back, we went to 1Borneo Hypermall, the biggest shopping mall in Sabah that happened to be in the middle of nowhere.

West Malaysia definitely has more to see. Next to Singapore, there's a state called Johor, with Johor Bahru as its capital. Quite a bustling city and, being the first gate from Singapore to Malaysia, you'll always have the good sensation that things are three times cheaper down there. Can't say I travel often to the city for the past ten years and if I go there, it's normally limited to the mall and eating nearby the border. There's also Legoland in Johor, but I'd only been to Hello Kitty Town (not bad for kids and it's indoor). Larkin bus interchange is also somewhere nearby the border. We took bus once from there to Melaka.

Now, if there's a place I really like in Malaysia, it must be Melaka. It has some sort of big square where you can walk around to nearby tourist spots. Being a mix of Portuguese and Baba cultures, Melaka is nice for a family outing over the weekend. Roughly about three hours ride from Singapore, one can spend time exploring the food, museum and night market along Jonker Street. There's also a big resort with Wild West show called A'Famosa, but going there could be a problem if you don't drive. Not sure how the transport is nowadays, with the advent of Uber and Grab.

In Malacca with Nuryani.

Going further up a bit, there's Kuala Lumpur, the capital city of Malaysia. KL is a mixed bag of everything Malaysia, from giant shopping malls to street food, but I personally don't find it charming like Jakarta or Bangkok. In fact, after a couple of visit, I'm still having a hard time remembering my experience there as it was almost like a blur.

Genting, the casino on the top of the mountain and about an hour ride from KL, is more memorable. I don't how it feels for those who like to gamble, but gambling in MYR feels more affordable to me, haha. Not that I'm a big fan, because I'd get bored very quickly. That's when the amusement park, eating places and cinema make a difference. The cold weather is lovely, too!

In Genting with Nuryani.

The westernmost city I'd been in Malaysia was George Town in Penang. I went with Malaysian friends and we decided to rent a car, a decision that made a vast difference in term of experience. We went to Kek Lok Si, a very serene temple with a lot of turtles in the pond. We also visited the Snake temple, Bukit Bendera and, as Penang is famous for its food, then Gurney Drive was part of the list.

Overall, while I don't buy the slogan Truly Asia or have much affinity with Malaysia, the country is still alright. My recommendation? Apart from Melaka, I tend to think that it's best visited with a bunch of friends for cost saving. Taxi are aplenty, but the need of haggling the price is really a turn off...

Visiting Kek Lok Si Temple, Penang.



Tur ASEAN: Malaysia

Kita sudah berbicara tentang Indonesia di bagian pertama tur ASEAN, jadi mari kita beralih ke negara kedua. Kenapa Malaysia? Karena, seperti kebanyakan orang yang berasal dari Pontianak, Kuching adalah kesan pertama saya tentang bagaimana luar negeri itu sebenarnya. Kuching boleh dikatakan sangat terjangkau dan dulu bisa ditempuh dalam sembilan jam perjalanan. Oleh sebab itu, bila berbicara tentang Malaysia, marilah kita mulai dengan Kuching dulu. 

Saya mengunjungi kota ini dalam tiga fase yang berbeda dalam hidup saya, mulai dari saat saya bocah, bujangan di Singapura dan juga sebagai pria di pertengahan umur 30an. Saat saya pertama kali melihat Kuching di tahun 90an, kotanya tampak megah, tidak seperti kota-kota lain yang saya lihat sebelumnya (kota-kota lain di sini berarti kota yang pernah saya kunjungi sebelumnya, yakni Jakarta, Singkawang dan Pontianak). Kuching memiliki pesisir sungai yang tertata rapi, tidak seperti alun-alun Kapuas pada saat itu. Kuching juga pusat perbelanjaan bernama Sarawak Plaza yang modern dan menjual barang-barang yang hanya saya lihat di siaran TV Malaysia, mulai dari Koko Krunch sampai Mamee. Ini tempat yang luar biasa sampai suatu ketika, tatkala sudut pandang saya berubah setelah wawasan saya bertambah. Kolo mie di Kuching masih saya gemari dan beberapa tahun silam, saya juga ikut serta dalam eksplorasi gua di Sarawak. Kendati begitu, saya tidak lagi merasa cocok dengan suasana kotanya yang pelan dan agak sepi.

Swee Hin di tengah sebuah jalan utama di Kota Kinabalu.

Di sebelah Sarawak, ada negara bagian Sabah. Sejauh saya bisa mengingat, pusat Kota Kinabalu agak kecil. Swee Hin dan saya sempat mengunjunginya selama beberapa jam. Saat itu kita transit sejenak di Sabah dan bergegas menjelajahi kotanya sebelum kembali lagi ke bandara untuk bertolak ke Brunei. Kota Kinabalu agak unik karena memiliki lebih banyak orang Filipina dibandingkan orang Indian. Kita sempat kembali ke Sabah setelah pulang dari Brunei, tapi kita lantas bersantai di pantai pribadi hotel Shangri-La dan bukannya memanjat Gunung Kinabalu yang terkenal. Dalam perjalanan ke bandara, kita sempat mampir di 1Borneo Hypermall, pusat perbelanjaan terbesar di Sabah yang terletak jauh dari mana-mana. 

Malaysia Barat memiliki lebih banyak tempat tujuan wisata. Negara bagian Johor terletak persis di samping Singapura. Ibukotanya adalah Johor Bahru yang cukup ramai dan jika anda mampir setelah kunjungan anda ke Singapura, barang-barang di sana terasa tiga kali lebih murah karena nilai mata uangnya yang lebih kecil. Saya jarang berkunjung ke sana dan kalaupun ada, biasanya hanya terbatas di sekitar pusat perbelanjaan di dekat perbatasan Malaysia/Singapura. Di Johor juga terdapat Legoland, tapi saya baru pernah mengunjungi Hello Kitty Town yang berada tidak jauh dari sana (tempatnya lumayan dan berada di dalam ruangan sehingga tidak panas). Bagi yang berminat mengunjungi daerah Malaysia Barat lainnya lewat jalan darat, anda bisa naik bis dari teminal Larkin. Saya pernah mencobanya dan berangkat dari Johor Bahru ke Malaka.

Bersama Franky, Benny dan Sudarpo.

Bicara tentang Malaka, ini adalah tempat favorit saya di Malaysia. Saya suka berjalan-jalan di pusat kotanya yang ramah pejalan kaki. Sebagai kota yang berbudaya Portugis dan Baba (perkawinan antara Melayu dan Tionghoa), Malaka menawarkan sesuatu yang unik untuk liburan singkat keluarga di akhir pekan. Berdurasi kira-kira tiga jam perjalanan bis dari Singapura, aktivitas turis di sana mencakup makan, museum dan pasar malam di Jonker Street. Di Malaka juga terdapat sebuah tempat tetirah bernama A'Famosa yang menawarkan banyak atraksi seperti pertunjukan koboi dan Indian Amerika. Kunjungan ke tempat ini, seperti halnya berbagai tempat di Malaysia, akan terasa tidak praktis jika anda tidak mengemudi. Sekarang, dengan adanya Uber dan Grab, mungkin lebih membaik transportasinya. 

Bila kita bergerak ke utara dari Malaka, kita bisa mencapai Kuala Lumpur mungkin dalam satu setengah jam. Sebagai ibukota negara, KL memiliki semuanya, mulai dari pusat perbelanjaan kelas dunia sampai makanan khas Malaysia yang dijual di tepi jalan. Meski begitu, secara pribadi saya lebih menyukai Jakarta dan Bangkok daripada KL. Walau saya beberapa kali mengunjungi KL, baik dalam rangka kerja maupun liburan, saya masih kesulitan memikirkan kesan yang saya dapat selama di sana.

Markus, Tommy dan teman-teman menaiki monorel di stasiun Raja Chulan di Kuala Lumpur. 

Genting, kasino di puncak gunung yang jauhnya sekitar satu jam dari KL, juga cukup mengesankan. Saya bukan tipe yang senang berjudi, tapi berjudi dalam Ringgit Malaysia terasa lebih terjangkau, haha. Kalau sudah bosan di kasino, kita bisa mengunjungi berbagai wahana hiburan yang bisa ditemukan di dalam dan di luar gedung. Cuacanya juga sejuk sehingga terasa sangat nyaman. 

Tempat paling ujung yang pernah saya kunjungi di Malaysia Barat adalah George Town di Penang. Saya berangkat bersama teman-teman Malaysia dan langsung menyewa mobil setibanya di bandara. Ini adalah keputusan yang bijak karena kita jadi gampang bepergian ke mana-mana. Kita pergi ke Kek Lok Si, sebuah kuil yang teramat sangat tenang dan memiliki banyak kura-kura di kolam. Kita juga mengunjungi kuil ular, Bukit Bendera dan, karena Penang terkenal dengan makanannya, Gurney Drive juga termasuk dalam daftar kunjungan.  

Secara keseluruhan, walau saya tidak pernah percaya dengan slogan Truly Asia dan juga tidak pernah merasakan keinginan yang menggebu-gebu untuk kembali mengunjungi Malaysia, negara ini sebenarnya tidak terlalu buruk. Rekomendasi saya? Kecuali Malaka, saya merasa tempat-tempat lain di Malaysia enaknya dikunjungi bersama-sama teman yang pintar menawar. Ada banyak taksi terutama di Kuala Lumpur, tapi kalau harus tawar-menawar harga, saya sungguh jadi tidak berminat...




No comments:

Post a Comment