Total Pageviews

Translate

Thursday, November 1, 2018

The Day The Music Died

I watched Bohemian Rhapsody the other day and the movie about Queen reminded me how great the band was. More than that, it also reminded me again of the time when music mattered and why rock and roll was important to me. It got me dancing, it cheered me up when I was sad and it inspired me when I was down.

Music played such a big part of my life, really. I never really knew that until the day the music died. No, I'm not talking about John Lennon. I was only three months old when he was slain. It was the death of George Harrison, his fellow Beatle, that had a significant impact on me.

I still remember that fateful day clearly as if it just happened yesterday. In 2001, I was living in a rented house with my parents in Pontianak and I was about to begin my activities as usual that morning. As I came down from the second floor, I saw the news on TV. At first I thought the reporter was promoting All Things Must Pass that was re-released earlier that year to mark its 30th anniversary, but then I noticed the news was more about George himself. Upon realising that George Harrison of the Beatles had died, I was so upset I just had to sit down for a while. So there I was, sitting on the staircase, trying my best to reconcile with the fact.

George was the first Beatle to pass away since I knew the Beatles. I never thought that he would have gone so soon. It was hard to believe and for a while, I guessed I was finding an excuse not to. A denial state, perhaps. There was this thought in my head saying, "but he was a Beatle! Wasn't he supposed to be around forever, writing more good songs for us to sing along?" But it didn't work that way, of course. Even John Lennon died. Suddenly it dawned on me that we only had two Beatles left. How sad it was to have one less Beatle among us. But didn't George say all things must pass? Then I remembered his legacy. The Quiet Beatle had touched many lives, he made us smile and the world was a better place thanks to his music. Needless to say, that night and the following days were filled with My Sweet Lord and other George's songs.

The next big shock came roughly eight years later. I was fixing my client's trading terminal on the fifth floor of 76 Shenton Way when the breaking news about the death of Michael Jackson appeared on TV. He was only 50 years old and he was about to do a series of This Is It concerts. Furthermore, he was Michael, the King of Pop. He couldn't just die like that, right? But it was real. When the film was released, what I saw in the cinema was quite awful. Michael was half the man he used to be, so skinny that you could see his shoulder pads curve up. But he smiled when he did the things he loved: rehearsing and performing. In one scene, we even got to see how genius Michael was when he effortlessly mimicked the sound that he wanted the musicians to play. He was sharing ideas, definitely didn't look like one who gave up living. His accidental death was a loss. May God rest his beautiful soul.

Prince's death was another memorable one. In April 2016, I was relaxing on my bed in Hotel Cervantes, Paris, browsing through Rolling Stone magazine on Flipboard app when I saw the news. Now, I'm not exactly a fan of Prince (I knew only a song called the Most Beautiful Girl in the World), but when I read the news, I recalled the time when he was a rival of Michael Jackson. Couldn't help feeling sentimental about the late 80s and early 90s, when the two of them were at their best. It truly was the end of an era, wasn't it?

Then of course there was Chuck Berry. I remember waking up to news that Chuck Berry was no longer with us in this world. Yes, it wasn't the best way ever to start my day, but unlike George, Chuck Berry had lived to the ripe old age of 90. He had paid his dues with Roll Over Beethoven, Brown Eyed Handsome Man, Johnny B. Goode and other songs that shaped rock and roll forever. There was this thankful feeling for what Chuck Berry had done and I definitely could accept that it was time for him to move on. 

Those experiences were rather surreal, I must say. To think that they weren't exactly my family or people I knew personally, but here I was, so shaken to the core. It must be mainly due to the songs they wrote. They were the soundtracks of my life. Those music and lyrics were so influential that they had become part of me. The day the music died, it was so hard to believe that I ended up remembering them so well. Life itself indeed has a funny way to remind us what actually counts in our lives...

All Things Must Pass by George Harrison.


Hari Dimana Musik Itu Berakhir

Beberapa hari yang lalu, saya menonton Bohemian Rhapsody, sebuah film tentang Queen. Film yang baru dirilis ini mengingatkan saya kembali, betapa hebatnya grup musik ini. Lebih dari itu, film tersebut juga mengingatkan saya kembali tentang pentingnya musik dalam hidup saya. Rock and roll membuat saya berdiri dan menari sesuka hati, membuat saya gembira lagi di kala sedih dan juga memberikan inspirasi ketika saya menghadapi jalan buntu. 

Musik memiliki peranan yang besar dalam hidup saya dan saya baru menyadarinya ketika musik yang saya sukai itu berakhir. Oh, saya tidak berbicara tentang John Lennon. Saya baru berumur tiga bulan ketika dia ditembak, jadi saya tidak ada kenangan apa-apa tentang kejadian itu. Yang saya maksudkan dengan hari dimana musik itu berakhir adalah George Harrison, rekan sesama Beatles. Meninggalnya George menimbulkan kesan mendalam bagi saya. 

Saya masih ingat jelas apa yang terjadi di pagi itu, seakan-akan kejadiannya adalah kemarin. Di tahun 2001, saya tinggal bersama orang tua saya di sebuah rumah kontrakan di Pontianak. Saya baru saja akan memulai aktivitas saya di kampus. Saat saya turun dari kamar saya di lantai dua, saya melihat berita di TV. Awalnya saya mengira bahwa berita tersebut mempromosikan All Things Must Pass yang dirilis ulang dalam rangka memperingat 30 tahun album tersebut. Setelah saya simak, barulah saya sadari bahwa George telah meninggal. Apa yang saya dengar itu membuat saya terduduk sejenak di tangga.

George adalah mantan anggota Beatles pertama yang meninggal sejak saya menjadi penggemar mereka. Saya tidak pernah menyangka dia akan pergi secepat itu di umur 58. Rasanya sulit untuk dipercaya dan untuk beberapa saat, saya berusaha menyangkal kenyataan itu. Beraneka perasaan berkecamuk di dalam hati dan saya sempat berpikir bahwa sebagai seorang Beatle, harusnya George akan selalu ada dan menulis lagu-lagu bagus yang membuat kita turut bernyanyi. Akan tetapi tentu saja seorang Beatle pun akan meninggal bila sudah tiba waktunya. Sedih rasanya bahwa dunia ini kehilangan satu Beatle lagi setelah John. Terlintas di benak saya sebuah pemikiran yang lucu dan lugu sebenarnya: berarti sekarang hanya tersisa dua orang Beatles. Lantas saya teringat dengan judul album George yang secara harafiah berarti semua hal pasti berlalu. Meski dia telah tiada, apa yang ditinggalkannya untuk kita akan senantiasa dikenang. Sepanjang hidupnya, George sudah menyentuh hidup begitu banyak orang. Baik bersama Beatles ataupun seorang diri, dia membuat kita tersenyum. Dunia yang kita diami hari ini menjadi lebih baik karena lagu-lagu karyanya. My Sweet Lord dan lagu-lagu lainnya pun melantun tiada henti, mengiringi aktivitas saya selama beberapa hari. 

Kejutan berikutnya terjadi kira-kira delapan tahun kemudian. Siang itu saya berada di lantai lima gedung 76 Shenton Way untuk membantu klien saya yang bermasalah komputernya. Tiba-tiba saja TV di hadapan saya memberitakan tentang wafatnya Michael Jackson. Dia baru berumur 50 tahun dan sedang mempersiapkan diri untuk menggelar konser This Is It. Yang paling penting lagi, bukankah dia Michael Jackson, sang Raja Pop? Bagaimana mungkin dia meninggal begitu saja? Tapi peristiwa tersebut sungguh nyata. Ketika filmnya dirilis di bioskop, barulah saya saksikan betapa rapuhnya dia. Penampilan fisiknya sungguh berbeda dengan Michael yang saya lihat di tahun 90an. Begitu kurusnya dia sehingga bahunya pun terlihat cekung ke atas. Namun dia tersenyum riang ketika mengerjakan apa yang ia sukai: bernyanyi dan menari. Di salah satu adegan, kita berkesempatan untuk melihat betapa jeniusnya Michael dalam musik. Dia dengan mudahnya menirukan nada yang dia inginkan lewat suaranya saat ia memberikan contoh kepada para musisi. Dia berbagi ide dan berdiskusi, jelas tidak terlihat seperti orang yang sudah putus asa dan ingin mati. Apa yang saya tonton itu membuat saya merasa bahwa meninggalnya Michael adalah sebuah kehilangan besar bagi dunia. Semoga jiwanya beristirahat dengan tenang . 

Berita duka berikutnya, Prince, pun tidak bisa saya lupakan. Di bulan April 2016, saya sedang bersantai di kamar saya di Hotel Cervantes, Paris. Saat itu saya sedang membaca majalah Rolling Stone lewat aplikasi Flipboard. Meski saya bukan penggemar Prince dan hanya mengetahui lagunya yang berjudul the Most Beautiful Girl in the World, saya tiba-tiba teringat dengan masa dimana dia adalah rival Michael Jackson. Saya terkenang lagi dengan akhir tahun 80an dan awal tahun 90an, ketika mereka berdua sedang berjaya. Dan saya hanya bisa menarik napas panjang saat menyadari bahwa era tersebut telah berakhir dengan meninggalnya dua artis ini. 

Dan kemudian ada Chuck Berry. Hal pertama yang saya baca di pagi itu adalah berita tentang Chuck Berry. Terus-terang itu bukan awal yang ideal untuk memulai pagi hari, tapi berbeda halnya dengan George, Chuck Berry berumur panjang dan hidup sampai usia 90 tahun. Lewat lagu-lagu seperti Roll Over BeethovenBrown Eyed Handsome ManJohnny B. Goode, Chuck Berry menjadi salah satu pelopor rock and roll yang menginspirasi begitu banyak orang. Ketika saya membaca bahwa Chuck Berry telah tiada, saya bersyukur atas sumbangsihnya dan menerima kepergiannya dengan lapang dada. 

Pengalaman tentang peristiwa meninggalnya orang-orang ternama di blantika musik ini sungguh merupakan sesuatu yang tidak biasa. Ini unik mengingat mereka bukanlah keluarga atau orang yang saya kenal langsung. Apa yang saya rasakan ini pastilah dikarenakan oleh lagu-lagu yang mereka tulis dan melantun mengiringi hidup saya. Musik dan lirik ini begitu besar pengaruhnya sehingga menjadi bagian dari hidup saya. Ketika penyanyinya meninggal, saya merasa sulit untuk percaya sehingga tanda sadar saya mengingat dimana saya berada saat mendengar kabar tersebut. Hidup ini mempunyai cara tersendiri untuk mengingatkan kita tentang apa sebenarnya yang penting bagi kita dalam kehidupan ini...

George dan ukulele.

No comments:

Post a Comment