Total Pageviews

Translate

Sunday, January 26, 2020

Tour De Java: Solo And Beyond

After sending Budiman to the airport, our journey continued with lunch at Mbok Berek. We soon learnt that not even three adults and one kid could finish a whole fried chicken, haha. In fact, I lost my appetite when I realized the chicken's head was facing me. Once we're done, we drove to Kaliurang to meet my old buddy Soedjoko

It was the first time I visited his house in Yogyakarta. It was bloody spacious! He had two plots of land that made up 5,000 metre square! We sat nearby the pigeon cages (he had roughly around 400 pigeons) and spent more than an hour there, talking about life and friends (he happened to know most of our friends, too). It was a good chat.

Dinner with Hengky, Jimmy and Hendra in Solo.

From there, we made our way to Solo. I came here once back in 2004. I met Hengky there at McDonald's. 15 years down the road, who knew I'd meet Hengky in Solo again? He came to bring us out for supper. It was a rather brief encounter, more like an encore. The original member of the Semarang trip returned for a cameo role, haha. 

The next morning, we went to Soto Ayam Gading, which was hyped as President Jokowi's favorite. It was crowded, but the food turned out be average. Not exactly super delicious and it could have been better. After breakfast, we headed to East Java. The journey was kind of smooth. No jam on the highway and it took us around three hours to travel from Solo to Surabaya.

Hendra and Jimmy at Apeng Kwetiau.

Our first destination in Surabaya was Apeng Kwetiau for lunch. We got to take queue number and wait for our turn! To be frank, as a guy who came from Pontianak and was familiar with fried kway teow, the taste of the one sold at Apeng Kwetiau was only alright. I reckon there weren't many options in Surabaya, hence it became one of the best out there, hehe. 

The sky was cloudy in the afternoon and the rain would come and go. Jimmy brought us to his fishing pond and it was kind of exciting to see people fishing, because the fish took the baits pretty often! The day then ended with a good Purwodadi frog meat soup and a night walk at the nearby shopping mall.

Hendra, making his way home.

Hendra headed back to Karawang via Jakarta on the following day. Prior to that, Jimmy brought us to Soto Ayam Lamongan Cak Har. It was good stuff and it tasted rich! Then it was time for us to send Hendra to the airport. As Hendra walk away, Jimmy's son said, "now Papa has only one friend left."

The trip started with eight people and now there were only two of us. Two old friends since kindergarten days that happened more than 35 years ago. As I got nothing to do that day, I just followed Jimmy as he was running errands. During lunch time, we ate at the same restaurant that we went six years ago. It was unintentional, I believe. To make it more dramatic, I actually forgot that we'd been there before. The whole experience was surreal and bittersweet.

The landmark of Batu, taken from Warung Mungil as we took a break.

The next day, we drove to this town called Batu. After hanging out with friends for about a week, it was great to see my wife and daughters again. Being alone for a short while was good. I felt rejuvenated to embrace the role of a husband and a father again.

Same can't be said about the villa we were staying at, though. It was infested by all kinds of insects! Later on, I got a long stretch of skin irritation on my neck that was misdiagnosed as shingles by the doctors in Singapore! Luckily I checked with Hengky, too. The good doctor told me that I was allegedly bitten by a tomcat bug, which made sense considering where I stayed before. He was right and the swelling subsided within a week.

With family at Batu Secret Zoo.

We went to Jatim Park 2 (Batu Secret Zoo) and Jatim Park 3 while we were there. I like the zoo. The layout was brilliant, definitely could compete with, let's say, zoos in Yangon or Nanjing. Some of the animals weren't usually found elsewhere, for example the giant anteater, alpaca and nutria. The zoo was big, too. In fact, we didn't manage to see the big cats and bears.

Jatim Park 3 was some sort of a dinosaurus park, but it got boring rather quickly. Apart from the animatronics and so-called museum nearby the entrance that might wow the first-time visitors, the rest of the attractions were, I'm afraid, mediocre. If you had been to Universal Studios or Disneyland, you'd feel that the park was done half-heartedly and for locals only.

Linda at Jatim Park 3.

The remaining days of Tour de Java was spent in Malang and Surabaya. It was a rainy day in Malang when we began the food-hunting. Of the three we tried, none turned out to be spectacular. Bakwan Subur was, perhaps, a better one. Soto Ayam Lombok was so-so only, but the most overrated one was cwimie (noodles) at Depot Hok Lay. We waited for almost two hours and were served with a very salty bowl of noodles! 

I reckon the food was a bit too much for my younger daughter, because she got food poisoning afterwards. A lot of vomiting going on, so we brought her to the A&E at Siloam Hospital in Surabaya. Jimmy came at night and brought us the fried chicken from his favorite restaurant, Bu Hartono. It was good, just what we needed!

On New Year's Day 2020, Jimmy picked us up for breakfast before sending us to the airport. Tour de Java that began in Jakarta on 20/12/19 was finally over. It was fun, not without challenges but, just like any good things in life, it had to come to an end. Until next time!

Audrey and Linda, right before the departure. 


Tour De Java: Solo, Surabaya, Batu Dan Malang

Setelah mengantar Budiman ke bandara, kita pun singgah ke Mbok Berek untuk makan siang. Segera setelah itu kita sadari bahwa tiga pria dewasa dan satu anak kecil tidak sanggup untuk menghabiskan satu ekor ayam goreng. Kebanyakan, haha. Saya sendiri kehilangan selera setelah menyadari bahwa kepala ayam menghadap ke arah saya. Usai makan, kita melanjutkan perjalanan ke Kaliurang untuk menemui teman saya, Soedjoko

Ini adalah pertama kalinya saya mengunjungi rumahnya di Yogyakarta. Luasnya sungguh mencengangkan! Dia memiliki dua petak tanah yang kalau digabungkan, memiliki luas 5.000 meter persegi! Kita duduk di dekat sangkar merpati (dia memelihara sekitar 400an merpati) dan berbincang tentang kehidupan dan teman-teman (dia juga kenal banyak teman sekolah saya). Senang bisa mengobrol dengannya lagi.

Jimmy menikmati manggis di tanah lapang rumah Soedjoko.

Dari rumah Soedjoko, kita lanjut ke Solo. Saya pernah ke sini pada tahun 2004 dan bertemu dengan Hengky di McDonald's. 15 tahun kemudian, siapa sangka kita akan bertemu di Solo lagi? Dokter Hengky tadinya ikut serta dalam liburan ke Semarang dan mendadak harus pulang ke Sragen saat kita berada di Yogyakarta. Dia lantas menyempatkan diri untuk ke Solo dan mengajak kita makan malam. 

Keesokan paginya, kita mampir ke Soto Ayam Gading yang konon merupakan makanan favorit Presiden Jokowi. Ramai tempatnya, tapi biasa masakannya. Tidak terlalu istimewa. Setelah sarapan, kita meluncur ke Jawa Timur. Perjalanan kita tergolong lancar, hanya butuh tiga jam dari Solo ke Surabaya. Tidak ada macet di tol.

Hengky di Petit Boutique Hotel, tempat kita bermalam di Solo.

Tujuan pertama kita di Surabaya adalah Kwetiau Apeng, terutama karena kita tiba tepat pada jam makan siang. Kita harus mengambil nomor antrian di sini karena ramai peminatnya! Kalau saya boleh jujur, sebagai orang yang berasal dari Pontianak dan menggemari aneka kwetiau goreng yang dijual di kota kelahiran saya ini, rasa masakan Kwetiau Apeng boleh dikatakan biasa saja bagi saya. Mungkin Surabaya tidak memiliki banyak pilihan, jadinya Kwetiau Apeng pun terkenal. 

Langit terlihat mendung di sore hari dan hujan pun datang dan pergi. Setelah makan siang, Jimmy membawa kita ke tambak ikannya. Seru juga melihat pengunjung yang sedang memancing. Di hari itu, banyak ikan yang terpancing! Hari itu lantas diakhiri dengan sup swikee Purwodadi di Food Festival Pakuwon dan jalan-jalan di mal yang berada tak jauh dari situ.

Hendra, Jimmy dan putranya menyusuri tambak di tengah hujan rintik-rintik.

Hendra pulang ke Karawang lewat Jakarta di hari berikutnya. Sebelum itu, Jimmy membawa kita ke Soto Ayam Lamongan Cak Har. Yang ini baru sedap sotonya. Benar-benar terasa gurih! Setelah perut kenyang, kita pun mengantar Hendra ke bandara. Sesudah Hendra berjalan masuk, putra Jimmy bergumam, "sekarang cuma satu teman Papa yang tersisa." 

Ya, liburan kita dimulai dengan delapan peserta, namun kini hanya tinggal dua orang. Dua teman lama dari TK sejak 35 tahun silam. Karena saya tidak ada acara pada hari itu, saya mengikuti Jimmy ke Pandaan untuk memeriksa mobil angkutannya. Di saat jam makan siang, kita makan di Ikan Bakar Cianjur yang ternyata pernah kita singgahi enam tahun yang lalu. Saya sempat lupa bahwa kita pernah ke sana sebelumnya, jadi pengalaman tersebut sungguh unik dan memiliki cerita tersendiri.

Makan siang di Ikan Bakar Cianjur, Pandaan.

Pada keesokan harinya, kita berangkat ke kota Batu. Setelah bertualang bersama teman-teman selama satu minggu lamanya, saya gembira bisa bertemu istri dan anak-anak saya lagi. Ada baiknya juga untuk menyendiri sebentar, sebab sekarang saya kembali dengan semangat baru untuk menjalankan peran saya sebagai seorang suami dan ayah.

Senang bisa berkumpul kembali bersama keluarga, tapi vila yang kita tempati ternyata tidak begitu menyenangkan. Banyak serangga di sana! Leher saya bahkan bengkak dan sempat didiagnosa sebagai herpes oleh dokter di Singapura! Untunglah saya juga berkonsultasi dengan dokter Hengky. Teman sekaligus dokter yang hebat ini memberitahukan pada saya, ini cuma bekas gigitan serangga, mungkin semut tomcat. Dia terbukti benar dan beberapa hari kemudian, bengkak di leher pun pudar.

Alpaca di Batu Secret Zoo.

Kita mengunjungi Jatim Park 2 (Batu Secret Zoo) dan Jatim Park 3 selama berada di Batu. Saya suka kebun binatang di sana. Rancangan tata letaknya sangat bagus, pokoknya jauh lebih bagus dari wahana serupa di beberapa kota di negara lain, misalnya Yangon Zoological Gardens di Myanmar atau Hongshan Forest Zoo di Nanjing, Cina. Beberapa jenis binatang yang dikoleksi di sini tidak ditemukan di banyak kebun binatang lainnya, misalnya trenggiling raksasa (giant anteater), alpaca dan nutria. Kebun binatang ini juga cukup luas. Kita bahkan tidak sempat melihat singa dan beruang karena sudah tutup saat kita berjalan ke sana. 

Jatim Park 3 adalah taman dinosaurus, namun terasa membosankan. Selain animatronics (patung yang memiliki gerakan terbatas) dan museum yang menampilkan fosil dinosaurus di dekat pintu masuk, atraksi lainnya tidaklah menarik. Jika anda pernah ke Universal Studios atau Disneyland, anda akan merasa bahwa taman dinosaurus ini dibuat dengan setengah hati dan mungkin hanya ditujukan untuk turis lokal saja.

Cwimie di Depot Hok Lay, Malang.

Sisa liburan Tour de Java dihabiskan di Malang dan Surabaya. Hujan turun dengan derasnya ketika kita mulai berburu makanan. Dari tiga menu yang kita coba, tidak ada satu pun yang spektakuler rasanya. Bakwan Subur boleh dikatakan lumayan. Soto Ayam Lombok hanya biasa saja, tapi yang paling heboh dan tidak sedahsyat antriannya adalah cwimie di Depot Hok Lay. Kita menanti hampir dua jam lamanya hanya untuk menyantap mie yang benar-benar asin! 

Saya pikir makanan di sana mungkin tidak cocok untuk putri bungsu saya, sebab dia muntah-muntah setelah itu. Saat kita tiba di Surabaya, kita bergegas membawanya ke perawatan darurat di Rumah Sakit Siloam untuk diperiksa dokter. Jimmy datang di malam hari dan membawakan kita Ayam Goreng Bu Hartono yang terbukti sedap. Setelah hari yang penuh cobaan, makanan enak ini sungguh menghibur!

Linda di Toko Roti Bon Ami, Surabaya.

Di Tahun Baru 2020, Jimmy datang menjemput dan membawa kita ke Depot Bu Rudy yang terkenal dengan sambalnya. Setelah sarapan pagi, kita pun diantar ke bandara. Tour de Java yang dimulai di Jakarta pada tanggal 20/12/19 pun berakhir. Liburan selama 12 hari ini seru dan juga penuh tantangan, apalagi kalau yang namanya anak sakit. Namun seperti semua hal di kehidupan ini, semuanya harus berakhir, supaya kisah baru pun bisa dimulai. Sampai jumpa lagi di petualangan berikutnya!


No comments:

Post a Comment